Soreku Bersama Tutut
Entah berapa putaran yang sudah kulewatkan di hari yang terik itu. Sudah pukul setengah 5 sore, tapi matahari tak kunjung bosan memancarkan sinarnya. Ku pelankan laju si tutut, panggilanku untuk motor vario merah berbokong besar yang sudah menemaniku di sini sejak beberapa bulan lalu. Ya, tutut, karena aku sering kentut di atas motor itu. Kentut di atas benda keras kan bunyinya bisa tut, tut, tut. Memangnya kenapa? Perempuan tidak boleh kentut?
Sejenak aku dan tutut berhenti di ATM depan alun-alun kota. Sembari menunggu antrian, tiba-tiba aku menyadari bahwa sore itu hangat sekali. Silau, memang. Tapi hangat. Biasanya yang hangat-hangat begitu membikin kita ingat sesuatu, yang disayang, tapi jauh. Hffftt ternyata ada yang hangat juga di sudut mata.
Dengan tubuh yang tambah lunglai dan pikiran yang masih membayang ku bawa tutut kembali. Hangatnya sore itu ternyata kuat sekali, sampai-sampai yang tadi hanya menghangat di sudut mata kini sudah turun menetes ke pipi. Loh, lebih lama kok lebih deras air mataku. Duh, rindu.. kok sebegitunya kamu kepadaku.
Beginilah aku, kalau rindu hobinya berkendara sambil nangis. Bagaimana tidak, belahan jiwaku ada di 364 km ke arah barat sana. Walaupun langit masih tampak sama di atas kami, tapi langit angkuh sekali. Tak tahu diri, teposeliro-nya kurang, masa cuma lihat dari atas sana lalu memperlihatkan semburat jingganya, bercumbu dengan malam.
"Allahu akbar...Allahu akbar...". Panggilan Tuhan juga sudah sayup-sayup terdengar. Setidaknya yang bisa dilakukan langit adalah menggaungkan suara seindah itu. Bersyukur di negara ini adzan berkumandang di mana-mana. Oh ya, satu lagi yang masih sama, kami berdua sama-sama bisa mendengar suara adzan. Ya begini keseharianku, menghitung segala sesuatu yang masih bisa kami rasakan bersama, mengukur semua bedanya. Setidaknya rinduku punya kemampuan melakukan operasi matematika, 'kan? Rindumu bisa apa?
Ponorogo, 3 Oktober 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya. Sukses selalu. Salam literasi
Terimakasih.. Salam literasi
Rinduku untuk kembali dipanggil ke tanah suci bun.....keren bun salam literasi.
MasyaAllah.. aaamiin.. semoga..
MasyaAllah.. aaamiin.. semoga..
Cerpen bunda menjadi lelehanku berikutnya....semangat ya bunda kecilku...salam literasi
Makasih bundakuu :)))))
Rinduku untuk Rabbku...salam
Salam kenal Ibu.. :)
waww keren sekali bu Raras...hangat yang enak dikeluarkan bukan saja air mata, kentut juga sangat nikmat. ha....pisss just canda loh
ku lupa kalu kentut juga hangat :D
Rinduku pada surga-Nya Bun
MasyaAllah..
Rinduku bermuara pada Sang patut dirindui. Keren bu, salam literasi
Terimakasih.. Salam literasi
Terimakasih.. Salam literasi
Mengukur semua benda.... keren bu Urbo...salam Literasi izin Follow ya...
Terimakasih Bu Fitri.. salam literasi
Keren Dedek Peri..
Makasih kaka periii :*
Rindu untuk sang kekasih hati akan selalu tak berujung...
jangan ada ujungnya
Mantabbek..... aku jadi ikutan nangis bombai...
kenapa bombai? T_T