DILAN VS PAK GURU SURIPTO
“Jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu! Nanti, besoknya , orang itu akan hilang”.
“Jangan rindu ! Berat ! Kamu nggak akan kuat ! Biar aku saja”.
Siapa coba yang gak baper menerima ucapan seperti itu. Itu adalah beberapa penggal ucapan Dilan ke Milea dua tokoh utama dalam cerita film “Dilan 1990”. Film ini sedang booming di kalangan remaja. Film yang sarat romantisme remaja di tahun 1990. Berangkat dari novel karya Pidi Baiq yang berjudul “Dilan Dia Adalah Dilanku Tahun 1990”. Saking menginspirasinya, di dunia maya bisa kita temukan dengan mudah 10 dialog Dilan dan Milea yang bikin baper.
Sabtu akhir pekan kemarin aku sempat mencuri dengar anak-anak bercerita tentang Dilan dan Milea. Sudah mulai mewabah, fikirku. Ditambah lagi ketika pulang sekolah, di depan sekolah ada pengemudi OJOL yang mencari calon penumpangnya sambil bertanya, “Kamu Milea…Ya..?” menirukan ucapan Dilan ketika pertama kali bertemu Milea. Semua ini memperkuat niatku untuk menonton pula film tersebut. Penonton film ini didominasi anak remaja tingkat SMA, bahkan betul-betul kelihatan "SMA”nya karena mereka masih mengenakan seragam sekolahnya ketika menonton, mungkin langsung pulang dari sekolah.
Sebagai orang tua sekaligus guru ada kekhawatiran dalam hatiku setelah menonton film ini. Yang membuat film ini populer di kalangan remaja adalah ucapan-ucapan Dilan untuk Milea yang bikin orang baper. Aku bisa dengar sendiri bagaimana histerisnya para penonton remaja ini tiap kali Dilan mengucapkan kata-kata romantisnya untuk Milea. Benar Dilan adalah anak yang baik, kreatif bahkan Ibu dan Kakaknya adalah seorang guru pula. Tapi aku tidak habis fikir, dengan latar belakang keluarga yang baik dan harmonis itu bagaimana bisa Dilan menjadi pimpinan geng motor dengan julukan “Panglima Tempur”. Bagaimana bisa Dilan begitu pemarahnya ketika Pak Guru Suripto yang menghukum Dilan karena berpindah barisan pada saat Upacara Bendera di tengah para siswa seluruhnya sedang mengucapkan janji siswa agar dia bisa berdekatan dengan Milea. Ini satu adegan yang sangat baik untuk kita para guru dan siswa seperti Dilan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Sebagai guru, Pak Suripto salah karena langsung menampar siswanya. Lantas karena merasa dipermalukan, Dilan pun melawan gurunya. Tidak cukup dengan kata-kata yang kasar tetapi juga “menghajar” gurunya itu tanpa bisa dikendalikan. Bahkan Kepala Sekolah pun takut dibuatnya. Tentunya hal ini juga tidak dapat dibenarkan. Hatiku tambah khawatir demi mendengar sorakan penonton remaja ini, seolah membenarkan tindakan Dilan “sang idola” mereka melawan guru dan Kepala Sekolahnya.

Remaja sangat rentan terinspirasi oleh idolanya. Bahkan terkadang tidak hanya sikap ataupun ucapannya yang ditirukan, gaya berpakaian sampai benda-benda yang menjadi kesukaan sang idola pun akan mereka koleksi. Semogalah para remaja ini tidak terinspirasi dengan si “Panglima Tempur” yang siap menyerang siapa saja yang dirasa menjatuhkan harga dirinya. Tidak terinspirasi untuk melawan dan menyerang gurunya karena menurutnya guru itu salah. Ada banyak solusi yang bisa ditempuh untuk kebaikan bersama. Semoga Allah selalui meridhoimu, generasi penerus bangsa.
Bilikku, di ujung malam , 6 Februari 2018.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Akhirnya ada juga yg sependapat dengan saya, ketika nonton, saya merasa ada yg salah, ada yg kurang sreg...mksh bu semoga ini jd masukan jg buat semua fihak.
Alhamdulillah....,ada yang dukung. Salam Literasi ya Bunda.....
Hendaknya menang kita mjd penonton yg cerdas dan kritis
Oh begitu Bu Raihana, cerita Dilan? Meski di bisokop kulihat poster "Dilan" belum tergerak untuk nonton juga. Terima kasih infonya Bu. Jazakillah khair
Setuju sekali Bunda. Alhamdulillah...,terimakasih udah mampir Bund. Salam kenal kembali dari Medan. Baarokallah....Bunda.
Dan para guru juga jangan terinspirasi oleh pak suripto yang suka main kasar pada muridnya :) karena anak sma memang sedang tinggi2nya ego dan harga diri. Dilan bilang "siapapun itu, entah guru atau bukan, kalau tidak bisa menghormati orang lain, saya juga gak akan hormat". Kalau kita baca bukunya lengkap 3 buku akan lebih kelihatan pak sebenarnya karakter Dilan dan pak suripto ini bisa jadi refleksi bagus untuk guru dan juga murid.
Alhamdulillah...terimakasih Bunda atas masukannya. Baarokallah....Bund. Tapi...Bund...,saya ini 100% perempuan lho...(hehehe).
Waduh iya saya baru sadar.. Maaf ya bunda tadi baru sadar krn terlalu semangat baca tulisannya, saya cuma fokus nama rasyid hehehe
menonton film itu sendiri saya pribadi memang suka. termasuk buat baper juga.. padahal udah punya suami dan anak hehe... nonton pun bareng suami... film ini kan based on true story ya.. jadi memank itu yang terjadi, pendapat saya Dilan memang salah pak suripto juga salah... Dilan sudah dapat hukumannya. cuma yang saya khawatirkan pada masa "Jaman NOw" ini anak sudah cenderung memiliki kebebasan dalam berpacaran ataupun genk genk dan melawan guru. kekhwatiran saya bertambah saat film ini keluar, setelah nonton! sambil berujar dalam hati "pasti banyak yang contoh nie, hedeeehhhhh" . jadi yang ditakutkan dengan anak anak "jaman Now" ini cenderung mencontoh apa yang dianggap nya keren, tidak melihat dari sisi lainya... BTW Salam kenal ibu raihana ^__^
Luar biasa tulisannya Bu..Film ini bisa dijadikan media pembelajaran untuk PPK. Strateginya melalui literasi media. Dulu pernah utk pendidikan karakter,kita menggunakan film Laskar Pelangi. Metodenya bisa menggunakan brain storming,diskusi kelompok,presentasi,tanya jawab.