Tarbiyatul Adab
Tarbiyatul Adab Dalam Teknologi
Olah: Rahmat Nurdin
Sebelum erupsi lahar virus corona melanda hampir diseluruh belahan dunia, dan tak terkecuali virus itupun singgah dan berkembang biak di Negeri kita Indonesia, sehingga telah merubah prilaku sosial-kultural masyarakat kita. Perubahan itu membawa dampak yang cukup signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, budaya, ekonomi, pendidikan, dll.
Sampai saat ini satu-satu lembaga yang belum berani mengadakan proses tatap muka di tengah wabah virus yang masih masif perkembangannya adalah lembaga pendidikan.
Di sisi lain aktifitas selain pendidikan sudah hampir berjalan normal, "virus bukan untuk takuti, tapi untuk dilawan", begitu kata mereka yang tidak mau berdiam di rumah.
Di mana jauh sebelum masa pandemi dan sampai sekarang terus berlanjut bahwa dunia pendidikan kita tengah menghadapi problem dekradasi akhlak peserta didik disebabkan oleh pengaruh globalisasi yang didominasi oleh kemajuan teknologi, akses tampa batas oleh semua kalangan.
Langkah preventif yang diambil dunia pendidikan untuk menyelamatkan generasi muda adalah dengan meluncurkan "pendidikan karakter". Formulasi pendidikan karakter ini diintegrasikan pada semua mata pelajaran mulai dari tingkat Pendidikan anak usia dini-menengah atas.
Anak tidak dilarang menggunakan dan mengakses berbagai kemajuan teknologi. Namun, dengan syarat harus dilakukan pendampingan yang ketat dari sekolah, terutama orang tua. +10 tahun sudah berjalan pendidikan karakter, hasil yang diharapkan masih jauh dari harapan tujuan pendidikan karakter itu sendiri.
Tujuan pendidikan karakter itu mengandung nilai-nilai seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi dll. Nilai-nilai ini masih utuh dalam catatan buku, namun nihil dalam aplikasinya.
Kurang atau belum berhasilnya pendidikan karakter yang dikampanyekan oleh pemerintah, karena konsep pengembangan pendidikan karakter masih bersifat sekuler. Dan seharusnya, pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia, khususnya untuk Umat Islam, haruslah pendidikan karakter berbasis Tauhid.
Mengembangkan nilai-nilai karakter selain dari nilai-niali keislaman atau mencampur adukkannya dengan kebudayaan-kebudayaan asing, pendidikan karakter tersebut akan terlihat bagus secara teori dan strukturnya tapi akan semakin jauh dari hasil yang diharapkan.
Jika Bangsa Cina, Jepang, Eropa dan sebagai-nya, maju sebagai hasil pendidikan karakter, tentulah Bangsa Indonesia harus memiliki karakter yang lebih baik, tanpa perlu menjadi komunis, ateis atau sekuler. Dalam perspektif Tauhid inilah, tampak sejumlah ketidak jelasan dan kerancuan dalam konsep pendidikan karakter kita. (Adian Husaini: Pendidikan Karakter Berbasis Ta'dib, jurnal Tsaqafah; Vol. 9, No. 2, November 2013)
Problem pendidikan karakter bangsa semakin komplek dengan terbuka lebarnya pintu akses untuk menjelajah dunia maya di manapun kapanpun oleh anak-anak kita dengan sistem pendidikan PJJ (Pendidikan Jarak Jauh) yang mewajibkan setiap siswa memiliki gedget.
Apa jaminan bagi kita sekolah, orang tua dan masyarakat, bahwa setiap anak-anak kita akan mempergunakan gedgetnya untuk belajar semata? Di sisi lain, tampilan atau konten yang tidak berhubungan dengan study anak jauh lebih menarik dan menggugah selera untuk diakses anak-anak kita.
Jelas hal ini akan menimbulkan tantangan baru bagi seluruh stake holder pendidikan terutama guru yang langsung merasakan dan menikmati berbagai problem pendidikan di lapangan.
Guru memang tidak lagi dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan masuk lokal, seperti membawa berbagai adm kls, tapi celakanya guru tidak dapat tampil sebagai mana mesti sebagai pendidik di depan kls? Transfer knowledge berjalan tampa ada halangan sementara transfer adab seakan-akan terabaikan?.
Seberapa besar pendidikan jarak jauh ini dapat mentransfer nilai-nilai akhlakul karimah kedalam diri peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan karakter yang telah kita sebutkan di atas? Sampai saat ini belum kita dapatkan data yang akurat tentang hal ini?
Namun, yang sering kita dengar dari penuturan-penuturan ahli pendidikan kata mereka, "seberapapun canggih teknologi kita hari ini, tidak akan dapat mewakili guru dalam pendidikan adab". Kebenaran ini tentu sedikit banyak dapat dirasakan oleh para pendidik.
Pendidikan adab (akhlakul karimah) dalam pendidikan PJJ sulit menemukan ritmenya, karena orientasi belajar PJJ adalah materi sampai dan itupun kurang terstruktur dengan baik. Kita tidak boleh apatis dengan pendidikan daring dengan segala kelemahan dan kelebihannya.
"Tidak ada gading yang tak retak" kita yakin pendidikan daring akan mampu menyumbangkan nilai-nilai karakter yang diharapkan bagi seluruh peserta didik. Wallahu a'lam
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar