Rahmat Nurdin, M. Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Indahnya Pesakitan

Bukan bermaksud untuk hidup dalam pesakitan, karena bagaimanapun setiap kita pasti menginginkan hidup tanpa pesakitan, namun di sisi yang lain setiap kita juga akan mengalami pesakitan dalam hidup, namun terkadang dosisnya yang berbeda-beda, tergantung kekuatan seseorang dalam menghadapi nya.

Terkadang kita terlupa atau pura-pura lupa dengan, bahwa sakit dan senang bagaikan dua sisi mata uang, jika salah satu tiada maka sisi lainnya tidak berharga. Begitu juga dengan pesakitan dan senang, jika tidak pernah hidup dalam pesakitan, maka kesenangan itu tidak ada harganya sama sekali.

Kalau seperti itu, lalu kenapa ketika hidup dalam pesakitan kebanyakan kita tidak sabar dan gagal menjalani hidup dalam pesakitan itu, namun ketika diberi hidup senang kitapun merasa senang, kalau seperti ini berarti kebahagiaan yang kita dapat, kalau kita ukur dari teori di atas.

Pesakitan yang dirasakan akan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya dan bisa juga pesakitan itu akan terbalik, pesakitan dalam kesenangan atau kesenangan dalam pesakitan.

Pesakitan dalam kesenangan. itulah mereka para pelaku maksiat, yang menjadikan hawa nafsu sebagai majikannya, memenuhi segala keinginannya, senangnya hanya semu di belakang itu adalah pesakitan yang membunuh jiwa dan raganya.

Kebanyakan orang jalan inilah yang diambil, ingin cepat merasakan hidup senang, padahal itu adalah pesakitan, apakah mereka tidak sadar dengan pilihan itu? Inilah yang menjadi persoalan besar bagi kita, secara akal kita menyadari bahwa pilihan ini memiliki akibat yang besar, namun akal tidak mampu menolaknya.

Akal pada tahap ini berfungsi dengan sangat baik, akal dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bahkan akal mampu menjelaskan bahaya dan manfaat yang akan di terjadi dari sebuah pilihan yang di ambil. Dan yang lebih hebatnya lagi akal menjadi salah satu tolak ukur yang membedakan manusia dengan makhluk lain, baik di dunia nyata atau di alam ghaib.

Atau akal pada masing-masing kita memiliki kapasitasnya masing-masing? Dalam syari'at kita, ukuran seseorang diberikan beban taklif atau kewajiban menjalankan hukum syarak adalah orang yang sudah sempurna akalnya, artinya akal menjadi tolak ukur sempurnanya seseorang dalam pandangan syarak.

Namun sekali lagi akal hanya sebagai pembeda, untuk rasa akal tidak lagi dapat menjangkaunya. Orang-orang atheis penyebab mereka tidak percaya pada ghaib karena mereka hanya percaya pada akal dan hilangnya rasa berTuhan dalam diri mereka.

Rasa sakit dan senang yang di alami, itu hanyalah persoalan rasa, sakit yang dirasakan oleh tubuh juga persoalan rasa, rasa sakit efeknya dapat dilihat dari, mengarang, atau bentuk-bentuk ucapan lain untuk membuktikan bahwa rasa sakit itu benar-benar dirasakan.

Pesakitan yang yang sering dialami oleh tubuh, pada dasarnya adalah untuk memunculkan sifat sabar, sebab sabar yang dimiliki tidak akan teruji kalau tidak di uji, ujian untuk kesabaran itu adalah pesakitan, baik ujian rasa sakit yang ada pada tubuh atau ujian rasa sakit oleh maksiat.

Indahnya pesakitan termasuk pada cara Tuhan mendidik kita untuk selalu melihat bahwa rasa sakit dan senang semua itu terjadi pada diri seseorang adalah atas izin Tuhan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post