Sudah seminggu sejak kejadian di sungai itu berlalu. Namun Leon masih terlihat marah ketika Mara melintas di hadapannya. Selalu ada dengkusan kasar dan bunyi kepalan tangan, seakan menyambut Mara untuk mampir.

Mara sebisa mungkin menghindar jika bertemu Leon. Entah dengan memutar arah atau tidak melintas dijam tertentu. Terpaksa perjalanan yang ditempuh Mara menjadi dua kali lebih jauh dari biasanya. Mara melakukan ini untuk menghindari pertengkaran dan adu jotos, mencari aman.

"Hei, kamu!"

Sebuah suara mengangetkan Mara yang berjalan menunduk. Tampak olehnya Leon tengah berdiri di tengah jalan sambil berkacak pinggang.

"Saya?" tanya Mara ragu-ragu.

"Mudeng apa bego sih. Iya kamu!" tekan Leon.

Takut-takut Mara menghampiri Leon. Ketika tiba di hadapan Leon, Mara bergidik ngeri. Mara terpekur, menatap sepatu yang ujungnya robek. Memampakkan kaos kaki yang menguning. 'Sepatu yang robek lebih menarik ketimbang wajah Leon', hiburnya dalam hati.

"Kejadian kemarin, ga sengaja curang! Habis aku kesal kamu menang terus!" kata Leon dengan nada bicara khasnya.

Mara tersentak. Sontak saja mengangkat wajahnya dan bersibobok dengan mata Leon.

"Aku minta maaf!" ujar Leon sambil menyodorkan tangan kanannya. "Aku janji nggak bakal kayak gini lagi. Kalau-kalau aku khilaf, kamu harus tegus aku. Bukan mutar dan menghindar," lanjut Leon.

Demi mencerna untaian kata Leon, Mara mengerti. Segera saja direngkuhnya tubuh tinggi Leon.

"Aku juga minta maaf, sudah menjadi pecundang!" akunya.

Keduanya saling berpelukan, menggumamkan maaf. Menyadari kesalahan masing-masing. Selepas itu mereka bergandengan tangan, berjalan melintasi pematang sawah.

***

Pesan cerita:

Berani berbuat berani bertanggung jawab, harus bersikap lapang dada dan memaafkan.