isham Part 3 (T. 34)
Huuft... Di kelas ini lagi, demi tugas seluruh ego di bumi hanguskan, aku berusaha memotivasi diri. Sekilas ku tatap bangku pojok paling belakang, dia tidak datang lagi. Dasar anak pemalas, rutukku jengkel.
"Isham kemana?" Aku bertanya untuk mencari jawab rasa penasaranku,
"Menghadap kepala sekolah Bu!" Aku cukup terkejut mndengar informasi itu. Ada apa, aku kan belum menghadap. Atau ada masalah lain lagi.?
Aku hanya menganggukkan kepala kemudian melanjutkan kegiatan pembelajaran. Tak lama kuliat sosok Isham berdiri di depan pintu kelas, sambil menganggukkan kepala, dia melangkah masuk dan duduk di bangkunya.
Aku melongo setengah terpaku dengan kelakuannya
"Kepala Sekolah memanggil Ibu!" Aku melongo mendengar suaranya. Tumben dia mau bersuara, biasanya Amir akan menjadi jubirnya.
Aku melirik, kemudian menganggukkan kepala. Nantilah aku menghadap, paling-paling masalah Isham, tebakku.
Bel istirahat berbunyi.
Segera kukemas buku dan peralatan "tempurku"
"Oke, hari ini kita akhiri. Dan bagi yang belum kumpul tugasnya, secepatnya karena tidak ada dispensasi buat siswa yang malas,!" Ujarku menyindir Isham.
Dan dia hanya mengangkat kepalanya dan menatapku penuh makna.
Kutinggalkan kelas dan kali ini langkahku menuju ruang kepala sekolah.
"Masuk Bu Rina!" Kudengar suara kepala sekolah mempersilahkan.
"Silahkan duduk Bu..!" Kepala Sekolah mempersilahkanku duduk.
"Ada masalah apa ibu dengan Isham?" Tanya beliau tanpa basa-basi.
"Ooh.. Isham tampaknya lebih dahulu mengadu ya Pak?" Tanyaku balik. Hebat betul anak itu, dia yang melanggar, dia yang lebih dahulu mengadu ke Kepala Sekolah, kutahan amarah karena merasa Kepala Sekolah lebih memprioritaskan Isham dari pada aku, gurunya.
"Terus bagaimana keputusan Bapak, haruskah hpnya ini aku kembalikan tanpa perlu peringatan kepadanya, ini sudah kesekian kalinya dia ketahuan membawa hp dan selalu diberi dispensasi, dan ingat, itu berarti Bapak tidak konsisten menegakkan aturan d sekolah yang Bapak Pimpin!" Cerocosku lupa kalau yang duduk di depanku ini adalah pimpinanku.
Tapi aku tak peduli, pun dengan mukanya yang memerah. Aku tidak peduli, cukup selama ini ada perlakuan istimewa pada seorang siswa.
"Rina, cukup!" Dengar, bahkan kini Bos ku ini tidak lagi memanggil Ibu kepadaku.
"Baik, mungkin aku agak keras, tapi bukan kah perlakuan istimewa memang diberikan kepada anak itu. Orang tuanya tidak pernah dipanggil, dia mau bolos berapa haripun tidak pernah diberi teguran atau penyampaian tertulis, seakan-akan semua perbuatan anak itu adalah wajar dan selalu dimaklumi. Hebat benar anak itu!" Betul-betul aku lost kontrol. Kepsek harus tahu kalau selama ini, dia tidak berlaku adil.
"Cukup Rina, Paman sudah cukup sabar melihatmu begitu membenci Isham, tidakkah iba hatimu melihat anak itu?, Tidakkah ada rasa sayangmu melihat bocah itu Rina?" Waaow, sekarang kepsek ini memposisikan dirinya sebagai Pamanku.
Yaa, beliau memang adik kandung almarhumah ibuku. Beliau adalah adik kesayangan ibuku.
"Maaf pak, sebagai gurunya, aku sayang sama dia, tapi sayangku bukan berarti harus memperlakukan dia secara istimewa. Dia sama dengan siswaku yang lain!" Suaraku agak melemah melihat Pamanku ini memegang kepalanya.
"Rina, bisa kita bicara di rumah paman besok pagi, kebetulan besok hari libur. Datanglah, ada yang ingin Paman bicarakan, tapi bukan disini!" Aku hanya mengangguk mengiyakan permintaan Pamanku ini.
Hari menjelang senja, namun aku masih betah duduk di tepi dermaga ini, menyaksikan matahari memancarkan sinarnya yang menjingga. Sejenak kuperhatikan pakaianku yang masih lengkap, aku malas langsung pulang ke rumah. Aku sangat ingin duduk di tepi dermaga ini. Dermaga yang penuh kenangan masa remajaku.
Terbayang, puluhan tahun lalu, aku melewati dua dekade usiaku di tempat ini dan karena suatu hal, aku harus minggat dari tanah kelahiranku ini, meninggal semua kenangan pahit kehidupanku. Mencoba memulai hidup baru dikampung orang. Namun, garis tangan membawaku kembali ke tempat ini.
Kini, aku kembali sebagai manusia lama dan juga sebagai manusia baru.
Manusia lama yang sangat mengenal setiap sudut daerah ini. Manusia baru, yang mencoba melupakan setiap goresan hitam yang membuat dada ini terasa mau meledak.
Kuhela napasku dalam-dalam, dari kejauhan tampak para nelayan yang perlahan-lahan mulai menambatkan perahunya.
Tentu anak isterinya akan bahagia menyambut kedatangannya.
Anak, kutelan ludahku.
Ahhh......
Kuangkat pantatku menuju rumah pemerintah tempatku berteduh, menatap dan menikmati kesendirianku.
#tbc#

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar