RAHMA

Pengajar, 2021 ini hampir setengah abad. Namun masalah semangat, masih seperempat abad. Baginya, terkadang mata telinga ditutup demi sebuah langkah kebaikan. &...

Selengkapnya
Navigasi Web
Isham (End ) (T.35)

Isham (End ) (T.35)

Masih kategori pagi, aku sudah berada di rumah kepala sekolahku ini. Dan Bibi Sri menyambutku dengan antusias, memang semenjak ditugaskan di kampung halamanku ini, aku jarang sekali berkunjung ke rumah beliau. Tak heran bi Sri begitu bersemangat melihatku.

"Rina, anakku... Apa kabar mu?, Tinggal d rumah dinas itu tidak membuatmu menderita kan?, Bibi sudah suruh Pamanmu itu memanggilmu tinggal disini!, Disini lebih nyaman dibanding dengan rumah dinas itu, tapi kata Paman, kamu tidak mau!?" Bi Sri memberondongku dengan rudal pertanyaan.

Aku memegang tangan Bibiku itu,

"Bibi, aku betah tinggal di sana. Sendiri tapi kan, aku bisa kesini kalau aku kangen dengan Paman dan Bibi!" Ucapku sambil memegang tangan beliau.

"Iya sih, oh ya. .. Bibi sudah masak, ayo makan dulu, sambil nunggu Pamanmu itu bersiap-siap!" Ajaknya sambil menarik tangan ku.

"Nanti saja Bi, aku baru saja sarapan sebelum kesini!" Tolakku halus Karena memang perutku masih terasa penuh.

"Beneeer?" Tanyanya mempertegas.

Aku mengangguk meyakinkan beliau.

"Eh.  Ngomong-ngomong, kalian mau kemana?" Tanya Bibiku, melihat Paman sudah siap dengan pakaiannya.

Aku hanya menggeleng,

"Aku hanya disuruh datang ke sini Bi, aku tidak tau mau diajak kemana sama Paman!" Bisikku ditelinga Bibi ku ini 

Perjalanan kami terhenti pada sebuah rumah lebih tepatnya sebuah gubuk, ntah milik siapa, aku tak berniat bertanya, seperti halnya Pamanku yang tidak banyak bicara dalam perjalanan ini. Hanya sesekali dia bertanya atau memberitahukan sesuatu yang menurutku hanya sekedar basa-basi.

Langkah kami terhenti tepat didepan pintu gubuk yang hampir rubuh ini.

"Ayo masuk, ajak pamanku,!" Melihatku berdiri terpaku tidak tahu harus berbuat apa. Aku mengikuti langkah Pamanku memasuki bangunan itu.

"Assalamu Alaikum!" Salam Paman, melihat sosok yang duduk di kursi roda dan tengah membelakangi kami.

"Waalaikum salam!" Balasnya sambil membalikkan badan ke arah kami.

Mulutku mengangah melihat sosok tua yang duduk di kursi roda.

"Eh, kamu dik, silahkan duduk..!" Ucapnya sambil mempersilahkan kami duduk.

Pandanganku tidak berpaling dari sosok berkursi roda itu. Tubuhnya tampak sangat ringkih, tetap berusaha tersenyum walaupun bagiku, senyumnya lebih mendekati meringis menahan sesuatu.

Kemana sosok gagah itu, sosok dengan segala kesombongannya dan egonya dalam memutuskan sesuatu. Kemana sosok yang banyak dipuja kaum hawa itu.

Sekarang hanya sosok yang bahkan ketika hanya di senggol pun akan jatuh. Sosok yang tampaknya sangat akrab dengan kursi roda.

Aku masih menatap sosok itu dengan takjub. Dan dia sama sekali tidak memperhatikanku, pandangannya agaknya juga bermasalah. Ingin kusentuh tangannya, namun ragu dengan ketidaktahuannya akan diriku.

Ternyata karma itu ada. Dan sosok ini adalah bukti nyata.

"Apa kabar mas..?" Tanya Paman mengalihkan pandangannya dari diriku yang masih takjub dengan permainan hidup ini.

"Alhamdulillah!" Jawabnya, 

"Eh... Kamu bawa siapa itu.?" Tanyanya sambil mengalihkan pandangannya kearahku.

Hmmm .. waktu tampaknya menghilangkan memori dan mengaburkan pandangannya.

"Mas tidak kenal?" Tanya Pamanku.

"Kamu kan tau dik, tenaga, pandangan, dan ingatanku sangat bermasalah!" Jawabnya sambil berusaha tersenyum.

"Ini  Rina!" Pamanku memperkenalkan diriku kepada sosok ini.

"Rina!" Keningnya berkerut, lalu menggeleng kan kepala

"Rina, putrimu Mas!" Jelas Paman.

"Jangan memaksaku untuk merasa terhibur, dik"!ucapnya berusaha menutup diri.

"Kenapa, kamu tidak percaya kalau aku Rina, putri Rahayu, isteri yang kau cerai demi menikah dengan seorang gadis muda!" Tak tahan, akhirnya aku bersuara.

Badannya terangkat mendengar penjelasan ku. Kulihat tangannya bergetar, tangan kanannya berusaha menekan dadanya.

Pandangan Pamanku, tajam kearahku. Mungkin dia protes dengan caraku menjelaskan.

"Jangan kuatir, keluargamu tidak akan terganggu lagi. Karena Ibuku sudah meninggal. Mungkin Paman tidak memberitahu dan merasa iba dengan keadaanmu sekarang. Namun aku tidak. Aku hanya berharap semoga kamu sadar dengan luka yang telah kau berikan pada seorang perempuan yang menderita hingga ujung usianya!" Napasku tersengal-sengal menahan emosi dan tangis yang datang secara bersamaan.

"Rahayu, sudah meninggal..!" Pelan Ku dengar suaranya. Sejenak kulirik air matanya berurai. Lelaki tangguh ini menangis sesenggukan.

"Jangan menangis, ibuku sudah tenang. Semua penderitaannya sudah hilang ! " Ujarku menahan rasa yang mau meledak.

"Dan aku, mewakili ibuku mengucapkan terima kasih dan selamat berbahagia dengan keluargamu yang sekarang!" Tanpa sadar air mataku menetes membayangkan betapa pedihnya hidup kami ketika diusir dari istana sosok ini 

"Rina, jangan begitu nak!" Paman mencoba mengingatkan.

"Istriku sudah meninggal tidak lama setelah kamu dan ibumu menghilang. Dan puluhan tahun Ayah duduk di kursi roda ini!" Sosok itu mencoba menjelaskan. Aku hanya terdiam mendengarkan.

"Ayahmu tinggal di tempat ini hanya berdua dengan anak bungsunya. Adikmu dari Isteri kedua Ayahmu!" Pelan suara Paman menjelaskan, namun seperti belati menusuk di telingaku.

"Ayahmu hanya mengandalkan sebuah hp, untuk berkomunikasi dengan adikmu bila adikmu tidak di dekatnya. Karena Ayahmu tidak ingin merepotkan orang lain!" Aku mencoba menahan langkahku agar tidak pergi dari rumah ini.

"Adikmu, sosok yang sangat menyayangi Ayahmu, bahkan dia rela kehilangan waktu bermainnya demi mengurus Ayahmu!" Paman kembali menjelaskan. Namun pandanganku tetap kepada sosok berkursi roda ini. Ada kasian, ada amarah, ada iba. Semua bercampur melihat keadaanya.

Tiba- tiba, terdengar suara dari arah pintu

"Ayah... Ini aku bawa Ikan !" Teriakan itu mengalihkan pandanganku.

"Isham......"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post