PETUNJUK DALAM LEMARI KUNO
Kwaak....kwak....suara gagak itu semakin mengiris hati Rahim, pemuda miskin yang baru saja ditinggal mati ibunya. Sekarang ia menjadi yatim piatu, ayahnya sudah meninggal dua tahun silam kemudian disusul ibunya dua hari yang lalu.
Kwaak....kwak....suara gagak itu semakin terasa menggelegar ditelinga Rahim.
"Hei gagak sialan pergi kau", hardik Rahim sambil melontarkan batu kearah gagak yang bertengger angkuh dipohon belakang rumahnya.
Merasa terancam gagak itupun terbang dengan suara paraunya. Rahim bersungut-sungut menatap gagak itu seakan ingin menyemburkan hawa kesalnya.
Rahim kembali terduduk lesu dikursi reot itu, ia kembali dalam pikiran kalutnya. Penyakit stroke almarhumah ibunya itu telah mengantarkan ke liang lahat. Rahim begitu berbakti kepada ibunya itu, selama sakit ia selalu merawatnya dengan tulus. Hingga ajal menjemputnya.
Rahim baru tersadar dari lamunannya ketika ia menatap lemari kuno yang terpajang dipojok rumahnya. Lemari itu sempat ditunjuk-tunjuk ibunya sebelum meninggal. Penyakit stroke yang diderita almarhumah ibunya itu membuat segenap syaraf tubuh rentanya tak berfungsi, jangankan untuk berdiri dudukpun sulit dilakukan, ia hanya terbaring diam seribu bahasa mulutnya tak mampu berbicara, hanya tangan kirinya yang mampu ia gerakkan dan selalu menunjuk lemari usang dan kuno itu. Tetapi Rahim tak menggubrisnya karena ia tertekan akan penyakit ibunya.
Tiba-tiba sekelebatan sayap hitam melewati atas kepala dan sempat menyikut pelipisnya. Untunglah Rahim sempat berkelit kebawah sehingga ia luput dari serangan itu. Nanar mata Rahim mencari kelebatan hitam itu. Alangkah terkejutnya ia ketika Sang Gagak sudah bertengger diatas lemari kuno itu seakan menentangnya berduel. Rahim mengambil pecahan kayu kursi reotnya, dan dilemparkannya kearah gagak hitam itu, namun dengan refleks Sang Gagak terbang melesat meninggalkan Rahim dalam amarah kesumatnya. "Centaaaar" suara pecahan kaca tercerai berai ke lantai, rupanya pecahan balok kayu itu mengenai kaca lemari kunonya.
Rahim bersimpuh menangis di depan lemari kesayangan almarhumah ibunya, tanda menyesal karena sudah merusaknya. Kesedihan Rahim semakin mendalam, ia menatap kedalam pintu lemari tanpa kaca itu, matanya tak berkedip ada sesuatu yang menarik perhatian dan tak ia saksikan sebelumnya sebuah oretan kecil bertuliskan namanya dan nama orang lain, "Rahim lahir pada tanggal 4 Januari 2003 dan Rahman lahir pada tanggal 4 Januari 2003".
Dahi Rahim berkenyit heran mengapa ada dua orang yang memiliki tanggal lahir yang sama dan nama yang begitu mirip dengan dirinya, "apakah aku memiliki saudara kembar", batin Rahim penuh tanda tanya.
Mungkinkah ini sebuah petunjuk tentang diri yang selama ini ingin diungkap oleh ibunya tetapi karena keterbatasan kesehatan dan ajal yang keburu menjemput akhirnya rahasia ini baru terbongkar.
Pikiran Rahim semakin keruh dan penat, tak mampu ia pecahkan teka teki tentang dirinya, andaipun kenyataan ini memang ada, kemana ia akan mencari saudara kembarnya itu. Bukankah ia sekarang membutuhkan sanak famili karena ia sebatang kara tidak punya siapapun. Sungguh lelah ia memikirkannya sampai terbaring tidur pulas dengan kaca yang masih berserakan di lantai.
Tit.....tit....tiba-tiba suara klakson mobil membangunkan tidurnya, Rahim terkejut dan segera bangkit dari tidurnya. Rupanya hari sudah mulai gelap, cepat-cepat ia keluar dari rumahnya dan melihat siapa yang berkunjung kerumahnya di malam gelap gulita ini.
Nampak sesosok perempuan setengah baya dan seorang lelaki berkumis tebal turun dari mobil bercat hitam itu. Disampingnya ada sesok pemuda seumurannya yang tiba-tiba menghampiri dan memeluk erat dirinya, sambil menangis dan memanggil namanya.
"Rahim aku saudara kembarmu Rahman", teriak Rahman
Rahim menyambutnya dengan suara tangisan yang parau laksana Sang Gagak yang menyerangnya tadi pagi.
"Rahim maaf ibu baru sempat kemari, kabar tentang kematian ibumu baru aku dengar makanya langsung kemari" ibu paruh baya itu menjelaskan.
"Benarkah aku memiliki saudara kembar?" tanya Rahim sambil senyum tersungging di bibirnya.
"Benar Rahim, dulu ibumu bekerja di rumahku, karena kami tidak memiliki anak maka kami mengangkat saudara kembarmu Rahman sebagai anak ketika berusia 2 hari" sembari perempuan itu meyakinkan Rahim sambil mengelus rambut Rahim dengan penuh kasih sayang layaknya seorang ibu kandung kepada putranya.
"Rahim engkau akan kami ajak ke kota agar bisa tinggal bersama dengan saudara kembarmu Rahman" ajak perempuan baya itu.
"Tapi......tapi....aku miskin dan kotor rasanya tak pantas tinggal bersama kalian", tertunduk malu Rahim sambil melihat kearah kakinya yang dekil.
"Pokoknya Rahim harus mau tinggal bersama kami" rengek Rahman kepada saudara kembarnya itu.
Hati Rahim akhirnya luluh juga, ia mau hidup bersama Rahman dan keluarga angkatnya.
Badai sudah berlalu berganti cerah cuaca di langit. Bulan purnama menggantung dilangit walau tertusuk janur daun pohon kelapa tetapi tak mengurangi cahaya indahnya.
Kwaaak......kwaaak.....suara gagak diatas pohon kelapa itu seakan mengiring kepergian Rahim.
Rahim menoleh kearah Gagak itu dan melambaikan tangannya tanda salam perpisahan dan ucapan terima kasih atas petunjuk yang ia berikan walaupun tanpa disadari sebelumnya.
Semua menoleh kepada Rahim dan tertawa riang melihat kelakuan aneh Rahim.
SEKIAN
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Masya Allah...Bagus banget cerpenya pak. ..Teruslah menulis..
Makasih Bu, motivasinya , saya masih belajar, InsyaAllah saya akan terus menulis menyenangkan rasanya