Hampir di setiap harinya bapak yang baik hati ini ada di persimpangan jalan. Hiruk pikuk, macet yang tak berkesudahan, belum lagi pengendara yang sulit di atur. Sejak diberlakukannya kembali Sekolah-sekolah dengan kegiatan tatap muka terbatas, dan para pegawai kantor yg tidak lagi bekerja di rumah. Jalan-jalan yang hampir dua tahun lenggang, kini pemandangan dengan kemacetan sepertinya sudah menjadi hal yang biasa. Dan bukan semenit atau dua menit, kemacetan bisa terjadi berjam-jam. Masyarakat perkotaan benar-benar penuh perjuangan, bila telat dan tidak di siplin dalam pengaturan waktu keberangkatan untuk berkegiatan. Yang ada menjadikan tingkat stress yang berkepanjangan.

Pak Nurdin panggilannya. Tiap hari aku selalu bertemu dengannya. Bagaimana tidak, karena tiap hari juga aku harus menyebrang jalan untuk bisa sampai ke sekolah tempat ku mengajar. Pak Nurdin berdiri semangat, mengatur lalu lintas di persimpangan itu setiap pagi hingga siang hari. Entah seperti apa jadinya kalau seorang pak Nurdin tidak ada di persimpangan itu. Banyak anak-anak yang mau berangkat ke sekolah, belum lagi ibu dan bapak yang mau berangkat ke kantor. Hampir bertahun-tahun pak Nurdin mengatur lalu lintas di persimpangan itu.

Profesi menjadi seorang Polisi adalah hal yang membanggakan. Dengan gaji yang lumayan, status sosial yang tidak bisa di pandang rendah. Di hargai dan di hormati oleh masyarakat. Belum lagi pensiun yang sudah menanti di hari tua. Tetapi tidak bagi pak Nurdin, dia bukanlah seorang Polisi. Pak Nurdin bekerja serabutan sebagai tukang parkir, dan mengatur lalu lintas di persimpangan jalan. Tidak seperti Polisi yang dipandang terhormat, pak Nurdin terkadang dipandang rendah oleh sebagian orang. Ada panggillan yang semestinya tidak terucap untuk orang yang berjasa itu. Pak Ogah lebih di sebutnya karena sering di beri uang receh. Padahal tidak seperti itu juga keadaannya, tidak semua mobil atau motor yang lewat memberikan uang receh tersebut. Malah kadang mereka yang lewat terlihat egois dan sulit di atur juga. Tetapi pak Nurdin tidak pernah marah. Aku selalu berdiri agak lama saat mau menyebrang, diam-diam aku selalu mengamati. Terkadang sesekali terlihat Ada juga sebagian orang yang menitipkan sarapan pagi untuknya. Tidak bisa di bilang profesi memang pekerjaan pak Nurdin, akan tetapi tidak bisa juga dipungkiri, jasa pak Nurdin yang setiap harinya membantu kelancaran lalu lintas. Persimpangan jalan yang padat kendaraan itu, tidak bisa di bilang hal yang sepele, kalau pak Polisi yang sebenarnya tidak berada di sana.

Mungkin saja anak dan istri pak Nurdin sudah menunggu di rumah. Menunggu hasil bekerja pak Nurdin yang tidak seberapa. Terlihat suami pernah melihat pak Nurdin menukarkan sejumlah uang receh yang sudah dia dapat pada penjual kelontong. Penghasilan yang tidak menentu, namun pak Nurdin tidak pernah mengeluh. Sudah sepantasnya kita saling menghargai dan jangan pelit untuk mengucapkan terima kasih tidak saja pada orang seperti pak Nurdin. Tetapi pada semua orang yang banyak membantu kelancaran pada kegiatan kita sehari-hari, seperti para pembantu di rumah maupun di tempat kita bekerja. Mereka sangat berjasa, dan jangan pernah memandang rendah pada pekerjaan seseorang. Karena kita tidak pernah tau di titik mana Allah akan mengangkat derajat seseorang. Karena buah dari kesabaran dan keiklasannya bekerja. Tetaplah berkarya dan bekerja sebaik-baiknya kehidupan yang Allah anugrahkan kepada kita semua.