Rachmani Dewi Sulistyawati

Terus melangkah, jangan menyerah apalagi berbalik arah...

Selengkapnya
Navigasi Web

Cinta Di Atas Piring (tantangan hari ke-38)

#TantanganGurusiana

Seorang gadis remaja curhat kepada gurunya tentang kekesalan hatinya.

Gadis kelas enam itu berkata ia kesal pada mamanya yang memarahinya karena ia memecahkan sebuah piring saat membantu mencuci piring.

Abis, orang udah dibantuin masih marah aja. Lagian aku kan gak sengaja. Begitu ia curhat sambil bersungut-sungut. Nampak jelas kekesalan hatinya dari mimik dan intonasinya saat bercerita.

Bu guru pun tersenyum. Mengingat kisah yang sama juga pernah dialaminya.

Lebih parah malah. Karena ia memecahkan lebih banyak piring saat memindahkan piring ke dapur usai dicuci di sumur

Lima piring meluncur tanpa pamit dari genggamannya. Praaang. Suara tersebut mengejutkannya dan seisi rumah yang mendengarnya.

Babak selanjutnya adalah kalimat-kalimat panjang yang didengarnya. Ia tak ingat sudah, namun rasa kecewa masih dapat dirasakannya hingga kini.

Mengapa mama marah padaku saat piring itu pecah? Bukankah aku tak sengaja menjatuhkannya?

Bu guru ingat saat itu ia menitikkan air mata sambil merapikan puing-puing pecahan piring. Darah yang menetes dari jarinya yang tertusuk beling seakan tak terasa sakit dibanding apa yang didengarnya.

Mengapa mama marah saat aku salah, tapi mama tak berterima kasih saat aku telah membantunya? Tanyanya tak mengerti dan tak terjawab.

Yang jelas ia telah paham sebuah pelajaran bahwa ia tak lebih berharga dari piring-piring yang bahkan di pasar pun dijual bertumpuk-tumpuk.

Inilah yang membuat bu guru amat paham perasaan siswanya. Ia tak memberi nasehat apapun. Sebaliknya ia memancing siswanya agar mengeluarkan isi hatinya. Sesekali ia mengkonfirmasinya dengan anggukan.

Kini setelah bu guru beranjak menjadi orang tua, ia bertekad melakukan hal yang berbeda dari yang dulu pernah ia terima. Ia tidak akan memarahi anaknya saat piring atau gelas pecah.

Ia tahu perbuatan yang tidak sengaja dilakukan tidak dapat dihadapi dengan amarah dan kata-kata yang kasar.

Ia tahu bahwa justru dalam situasi yang sulit pembuktian rasa cinta sangat berarti.

Ia ingin agar anaknya kini dapat merasakan cinta yang bernilai pada sebuah piring.

Hingga suatu hari saat gadis ciliknya memecahkan sebuah mangkok, ia lantas menghampiri untuk memeriksa tangan atau kaki jikalau ada yang terluka kena pecahan beling.

Tak ada amarah, makian atau celaan. Hanya ucapan agar lebih berhati-hati serta jangan meninggalkan basmallah saat beraktifitas di dapur.

Itulah tanda cinta yang hadir melalui sebuah piring

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post