MENJELASKAN ARTI PACARAN (kepada anak TK) #6
Oleh: Kak Puput Surabaya
"Lah ini dia pacarku sudah datang" seru Ashfin menyambut kedatangan saya. Saya terbengong, sementara siswa-siswi kecil di depan saya berebut salim tangan. "Ustazah, kata Ashfin pacarnya Ashfin namanya Ustazah Puput" Kata seorang gadis kecil menggandeng tangan saya. "Pacar?" Tanya saya balik. "Iya Ust, Ustazah Puput pacarnya Ashfin" seru teman-teman yang lain. Jujur saat itu saya tak sanggup melihat wajah siswa-siswi saya yang masih berusia lima tahunan itu, antara menahan tawa dan menjaga wibawa. Saat-saat bercanda saya tak segan-segan melepas tawa. Tapi kali ini tidak. Saya melihat wajah Ashfin yang tersenyum ke arah saya. Tiba-tiba dia mendekat dan membisikki saya. "Aku sudah putus dengan Cincin Ust, jadi pacarku sekarang ustazah Puput. Ya? Setuju kan Ust?" Pagi yang indah itu menjadi pagi yang penuh tanya di benak saya. Bukan karena hari itu saya ditembak oleh seorang siswa TK, tapi hari itu saya harus "kulakan" banyak data untuk menyelesaikan satu masalah: viralnya kata pacaran di lingkungan anak-anak. Peristiwa di angkatan Ashfin ini membuka lembaran saya beberapa tahun sebelumnya. Saat saya mengajar di kelompok bermain, lalu ada Mahasiswa pasca dari UGM yang menyelesaikan tesisnya dengan mengambil studi kasus di kelas saya. Saya tidak pernah menyangka, jika setiap tingkah laku dan ucapan saya Beliau rekam dengan jelas. Satu hal yang membuat saya terbelalak adalah acungan jempol Beliau saat menuliskan tentang bagaimana saya menjelaskan saat siswa kecil saya bertanya tentang pacaran. Saat itu saya bercerita bahwa pacaran adalah menikah. Saat menyelesaikan kasus Ashfin, saya sedikit merujuk pengalaman yang pernah saya alami. Tapi berbeda usia, berbeda juga pemahaman yang diterima anak-anak. "Jadi Ustazah pacarnya Ashfin?" Tanya saya pada Ashfin. "Iyalah, kan ustazah cantik. Jadi Ashfin memilih ustazah" Jawab Ashfin sambil tertawa dengan kepolosannya. "Memangnya pacaran itu apa Mas?" Tanya saya. "Pacaran itu, ya cinta ustazah" Jawab Ashfin lagi. Saya benar-benar tak kuat menahan tawa. "Berarti pacarnya ustazah banyak dong Mas, kan cintanya ustazah pada semua teman-teman Mas Ashfin" Jawab saya. "Iya ya?" Ashfin mulai bingung. Saat itu di depan teman-temannya saya mulai jelaskan tentang pacar, dengan konsep pacaran adalah menikah. (Kalau sudah begini, berasa berada di tim Dakwah Remaja hehe). Jadi yang boleh pacaran hanya Mama dan Papa yang sudah menikah. Mama dan Papa boleh berboncengan motor, boleh makan bersama, boleh duduk berdua. Kalau belum menikah itu bukan pacaran tapi berteman. Kalau sudah dewasa, laki-laki berteman dengan laki-laki, dan perempuan berteman dengan perempuan. Suasana kelas riuh. Tiba-tiba Ashfin tidak terima dengan penjelasan saya. Sebab yang dilihat di sekitarnya adalah Mbak-mbak dan Mas-mas yang belum menikah mereka berpacaran, berboncengan motor. Berdua-duaan. Barangkali banyak orang tua menganggap menjelaskan tentang pergaulan Islami kepada anak TK adalah terlalu dini. Tapi tidak bagi saya. Justru lebih dini lebih istimewa. Bagaimana pentingnya konsep seks education sejak dini harus mulai dikenalkan kepada anak sejak mereka mengenal konsep laki-laki dan perempuan. Satu kalimat sederhana yang saya tanamkan kepada anak-anak, bahwa Allah menyayangi hambaNya yang taat. Allah menyayangi anak-anak yang patuh pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Allah tidak menyukai berdua-duaannya laki-laki dan perempuan yang belum menikah. Selanjutnya, saya berdoa agar Allah menjaga pemahaman siswa-siswi kecil kami, setelah kami berusaha mewarnai mereka dengan warna kami. Satu pelajaran hari itu; anak-anak adalah kertas kosong, yang bisa kita warnai dengan warna apa saja. Pertanyaannya, saat ini kita sudah punya warna apa? Tak mungkin kita ingin warna yang indah, sementara alat warnanya kita tidak punya. Guru dan orang tua harus punya pemahaman yang benar. Jika ingin anak-anak Islami Guru dan orang tua harus Islami, mereka harus ngaji. Bagaimana? Surabaya, 22 Januari 2017 Dari #CatatanHarianKakPuput tentang Ashfin Lovely 2012 di #SeribuPelangiku
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar