BAHASA PRAKTIK LEBIH FASIH DARIPADA BAHASA TEORI #7
Oleh: Kak Puput Surabaya Pagi itu saya berkemas-kemas kembali ke kantor usai memberikan cerita tentang sholat sebagai kunci surga. Tiba-tiba tangan kecil seorang siswi menarik kerudung saya. "Ust," katanya pelan. Masih dalam posisi duduk saya menoleh. Seorang gadis kecil tertawa. "Tak ceritain ya ust" didekatkannya mulut mungilnya di telinga saya. "Papaku loh nggak sholat ust" Bisiknya. "Kasihan, nanti kalau yang masuk surga cuma kakak dan Mama saja bagaimana?" Lanjutnya. Mendengar ceritanya, saya hampir tak berekspresi. "Tapi Papa selalu menyuruh kakak sholat dan mengaji. Tapi kadang Kakak nggak mau. Papa suka nyuruh saja, tapi enak-enakan lihat tipi" Lanjutnya lagi. "Sudah Ustazah, begitu saja ceritanya. Kakak mau masuk kelas" Tutupnya. "Kakak.." Panggil saya, dan gadis kecil itu berlari menuju kelas sambil tertawa riang, seperti tak ada beban apapun tentang cerita yang baru dibisikkannya pada saya. Tak lama kemudian saya menuju kantor. Sampai siang hari di telinga ini masih terngiang cerita siswi kecil saya tentang papanya. Ternyata masih banyak para orang tua yang mendidik putra-putrinya dengan mengesampingkan keteladanan. Padahal satu hal itu penting pada proses pendidikan anak usia dini. Salah satu indikasi orang tua yang mendapat kebahagiaan adalah ketika mereka memiliki anak-anak yang shalih dan shalihah. Masalahnya, anak-anak yang shalih dan shalihah tidak muncul secara instan. Mereka terbentuk melalui sebuah proses yang dibangun secara bertahap. Salah satu kewajiban orang tua adalah membangun keteladanan. Seperti contoh salah satu kasus siswi saya, bagaimana anaknya bisa mau shalat dan mengaji sementara si orang tua justru sibuk dengan menonton televisi. Disinilah sebuah bukti bahwa bahasa praktik lebih fasih daripada bahasa teori. Tanpa disadari oleh para orang tua, kalau anak-anak akan selalu merekam suasana dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya. Kalau sudah demikian, anak-anak tak pernah butuh ceramah panjang. Saat di rumah anak-anak butuh sebuah keteladanan dan pembiasaan yang baik. Jika para orang tua menginginkan anak yang shalih dan shalihah, sebaiknya memulai mengondisikan dan memberikan keteladanan di rumah. Rumah yang baik adalah rumah yang berfungsi sebagai masjid dan sekolah, menjadi tempat ibadah dan belajar. Untuk itu yang pertama kali mengkondisikan dan menerapkan konsep ini adalah ayah ibunya sebagai orang tua. Surabaya, 22 Januari 2017
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar