Purbo Kuncoro

Namaku Purbo Kuncoro. Saya lahir di Pekalongan pada tanggal 26 April tahun 1960. Ayah saya bernama Sijam Sami Adji dan ibu saya bernama Sudijanti....

Selengkapnya
Navigasi Web

Hidup sendiri lagi (2)

Hari ke 312 cerpen.

Hidup sendiri lagi (2)

Setelah tidak berhasil membawa pulang istrinya, Pras kembali ke rumah pemberian orang tuanya. Pras sudah berniat baik dan meminta maaf atas perbuatannya selama dua bulan lebih. Namun mertuanya keras tidak memperbolehkan ia membawa kembali istrinya. Apa boleh buat jika kini ia hidup sendirian.

Pras menerawang langit-langit kamarnya. Barangkali ada jawaban atau jalan keluar dari masalah kehidupan berkeluarga yang ia alami. Baru dua tahun umur perkawinannya, tetapi sudah menghadapi masalah yang mengancam runtuhnya bangunan keluarga. Masalah yang bagi Pras itu sepele malah menjadi serius. 

"Mencari jodoh itu harus dilihat dari bibit, bobot dan bebet/babad,"kata bapaknya ketika ia minta dilamarkan Jayanti. Perkenalan dengan Jayanti memang melalui temannya terhitung cepat. Sekitar dua bulan perkenalannya, terus orang tua Jayanti minta agar ayah Pras segera melamarkan. Biar tidak lama berpacaran. Pras seperti menyesal, tidak mengindahkan nasihat orang tua.

Bibit, bobot, dan bebet/babad dianggap kuno, padahal itu pengalaman orang terdahulu, para leluhur Jawa. Bibit artinya keturunan, sejarah ayah ibunya jelas. Ayah ibu calon istri/suami baik atau tidak. Bobot artinya kualitas SDM bisa berupa pendidikan atau ketrampilan. Bebet/babad artinya riwayat perilaku calon istri/suami baik atau tidak.

Ingatan Pras melanglang ketika pertama kali datang bersama temannya.

"Maaf, nak Pras bekerja dimana?"tanya pak Edwin.

"Saya mengabdi sebagai tukang kebun di SD swasta, pak,"jawab Pras.

"Ya, tak apalah yang penting halal,"kata pak Edwin.

"Tapi kalau sore atau hari libur kerja sebagai ojek on line,"kata Yanto, temannya menambahi.

"Tukang kebun atau ojek on line tak apa-apa. Itu lebih baik daripada mencuri,"kata pak Edwin.

"Sebagai tukang kebun honornya tak seberapa. Ojol juga tak tentu,pak!" kata Pras.

"Saya mempermasalahkan penghasilan mas Pras. Yang jelas bisa memberi uang pada istri,"kata pak Edwin.

Begitu percakapan yang teringat Pras. Ia sudah berterus terang tentang pekerjaan dan penghasilannya. Dengan berkata demikian, maksud Pras agar calon mertua mengerti usahanya. Tak tahunya masalah kalung saja menyinggung sampai jauh. 

Kalung itu memang bawaan istrinya. Tapi Pras sudah ijin Jayanti kalung itu dijual untuk membeli HP karena Pras sudah tidak punya HP. HP yang dulu sudah rusak karena jatuh kecelakaan. HP itu alat utama bagi ojol untuk mencari atau menerima order penumpang. 

"Besok lain kalau mas Pras sudah punya rejeki, kita beli kalung lagi ya,"janji Pras.

"Ya, mas. Yanti ikhlas,kok. Karena mas Pras sangat memerlukan,"kata Jayanti, istrinya sambil memberikan kalung itu.

Pras tiba-tiba keluar titik-titik air matanya. Mengembun di kelopak mata. Kalau dulu hidup sendiri masih ikut orang tua sehingga kebutuhan sehari-hari tidak khawatir. Makanan tinggal makan. Hasil honor dan dari ojol untuk kebutuhan sendiri. 

Tapi sekarang yang ia lakukan seperti sebuah lagu.

"Makan, makan sendiri. Cuci, cuci sendiri,"begitu sepenggal syair lagu ndangdut di warung Yu Tatik.

"Biarlah, kalau terpaksa harus bercerai itu berarti bukan jodohku," pikir Pras.Hari ke 312 cerpen.

Hidup sendiri lagi (2)

Setelah tidak berhasil membawa pulang istrinya, Pras kembali ke rumah pemberian orang tuanya. Pras sudah berniat baik dan meminta maaf atas perbuatannya selama dua bulan lebih. Namun mertuanya keras tidak memperbolehkan ia membawa kembali istrinya. Apa boleh buat jika kini ia hidup sendirian.

Pras menerawang langit-langit kamarnya. Barangkali ada jawaban atau jalan keluar dari masalah kehidupan berkeluarga yang ia alami. Baru dua tahun umur perkawinannya, tetapi sudah menghadapi masalah yang mengancam runtuhnya bangunan keluarga. Masalah yang bagi Pras itu sepele malah menjadi serius. 

"Mencari jodoh itu harus dilihat dari bibit, bobot dan bebet/babad,"kata bapaknya ketika ia minta dilamarkan Jayanti. Perkenalan dengan Jayanti memang melalui temannya terhitung cepat. Sekitar dua bulan perkenalannya, terus orang tua Jayanti minta agar ayah Pras segera melamarkan. Biar tidak lama berpacaran. Pras seperti menyesal, tidak mengindahkan nasihat orang tua.

Bibit, bobot, dan bebet/babad dianggap kuno, padahal itu pengalaman orang terdahulu, para leluhur Jawa. Bibit artinya keturunan, sejarah ayah ibunya jelas. Ayah ibu calon istri/suami baik atau tidak. Bobot artinya kualitas SDM bisa berupa pendidikan atau ketrampilan. Bebet/babad artinya riwayat perilaku calon istri/suami baik atau tidak.

Ingatan Pras melanglang ketika pertama kali datang bersama temannya.

"Maaf, nak Pras bekerja dimana?"tanya pak Edwin.

"Saya mengabdi sebagai tukang kebun di SD swasta, pak,"jawab Pras.

"Ya, tak apalah yang penting halal,"kata pak Edwin.

"Tapi kalau sore atau hari libur kerja sebagai ojek on line,"kata Yanto, temannya menambahi.

"Tukang kebun atau ojek on line tak apa-apa. Itu lebih baik daripada mencuri,"kata pak Edwin.

"Sebagai tukang kebun honornya tak seberapa. Ojol juga tak tentu,pak!" kata Pras.

"Saya mempermasalahkan penghasilan mas Pras. Yang jelas bisa memberi uang pada istri,"kata pak Edwin.

Begitu percakapan yang teringat Pras. Ia sudah berterus terang tentang pekerjaan dan penghasilannya. Dengan berkata demikian, maksud Pras agar calon mertua mengerti usahanya. Tak tahunya masalah kalung saja menyinggung sampai jauh. 

Kalung itu memang bawaan istrinya. Tapi Pras sudah ijin Jayanti kalung itu dijual untuk membeli HP karena Pras sudah tidak punya HP. HP yang dulu sudah rusak karena jatuh kecelakaan. HP itu alat utama bagi ojol untuk mencari atau menerima order penumpang. 

"Besok lain kalau mas Pras sudah punya rejeki, kita beli kalung lagi ya,"janji Pras.

"Ya, mas. Yanti ikhlas,kok. Karena mas Pras sangat memerlukan,"kata Jayanti, istrinya sambil memberikan kalung itu.

Pras tiba-tiba keluar titik-titik air matanya. Mengembun di kelopak mata. Kalau dulu hidup sendiri masih ikut orang tua sehingga kebutuhan sehari-hari tidak khawatir. Makanan tinggal makan. Hasil honor dan dari ojol untuk kebutuhan sendiri. 

Tapi sekarang yang ia lakukan seperti sebuah lagu.

"Makan, makan sendiri. Cuci, cuci sendiri,"begitu sepenggal syair lagu ndangdut di warung Yu Tatik.

"Biarlah, kalau terpaksa harus bercerai itu berarti bukan jodohku," pikir Pras.

Limpung, 14 Desember 2020.

Limpung, 14 Desember 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post