Abu Nawas bermimpi merusak rumah pedagang kaya.
Hari ke 316 cerpen
Abu Nawas bermimpi merusak rumah pedagang kaya.
Konon cerita pada jaman dahulu, jaman khalifah Harun Ar Rasyid, ada seorang pedagang kaya raya. Pedagang itu tinggal di rumah yang bagus bangunannya menyerupai rumah pajabat kekhalifahan. Pintu-pintunya tinggi dengan slot dan grendelnya berlapis emas. Jendela-jendelanya lebar dengan kaca berlukis bunga-bunga yang berwarna warni. Indah dipandang. Setiap orang yang lewat senantiasa menengok ke arah rumah pedagang kaya raya itu. Orang yang memandang rumah itu selalu berdecak kagum.
Syahdan, suatu hari ada seorang pemuda yang lewat di depan rumah pedagang kaya raya itu. Pemuda itu terkagum-kagum memandangi rumah si pedagang yang megah dan indah itu.
"Andaikata aku bisa tinggal disitu walaupun semalam rasanya hidup bagaikan khalifah. Penuh makanan dan buah-buahan. Selalu dilayani,"kata hati si pemuda.
Pada malam hari, pemuda itu bermimpi. Dalam mimpinya, pemuda itu melamar putri si pedagang yang cantik jelita. Pemuda itu memberikan mas kawin berupa seuntai kalung emas seberat 10 gram dan uang 100 dinar. Perhelatan pernikahan segera dilaksanakan dengan mewah sekali. Seluruh kenalan, handai taulan, sanak keluarga datang memenuhi undangan pedagang itu. Resepsi pernikahan meriah sekali. Pemuda itu selalu tersenyum pada tamu yang memberikan ucapan selamat. Lalu memandangi istrinya dengan penuh cinta kasih. Sedangkan asyik-asyiknya merasakan hidup di rumah nan megah, tiba-tiba pemuda itu terbangun mendengar suara adzan subuh.
"Astaghfirullah, ternyata aku hanya bermimpi,"kata pemuda itu dalam hatinya. Ia bergegas mandi dan setelah berpakaian segera menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya.
Pagi hari, ketika si pemuda berangkat bekerja sebagai kuli angkut bertemu dengan pedagang kaya raya itu.
"Wahai, tuan pedagang kaya. Sungguh sangat beruntung hamba bertemu tuan,"kata pemuda itu.
"Kenapa kau bilang begitu,hai pemuda?"tanya pedagang itu kepada si pemuda.
"Semalam hamba bermimpi melamar putri tuan dengan emas kawin seuntai kalung seberat 10 gram dan uang 100 dinar. Pesta perkawinan yang tuan adakan sangat meriah. Hamba senang sekali,"jawab pemuda itu.
"Baiklah anak muda, berikan segera emas kawin itu. Kemari,"kata pedagang kaya.
"Tapi tuan, hamba hanya bermimpi,"jawab pemuda itu.
"Walaupun mimpi, tapi kau telah menikahi putriku. Kalau kau tidak segera memberikan mas kawin itu, kau akan laporkan pada tuan kadi, hakim Khalifah,"kata pedagang kaya raya itu sambil mengancam si pemuda.
Pemuda itu sangat takut jika sampai dilaporkan pada hakim.
"Baik, tuan pedagang, tunggu sebentar. Hamba akan memberikan mas kawin yang tuan minta,", jawab si pemuda.
Akhirnya pemuda itu pergi ke belakang pasar tempat jual beli hewan, menjual keledai miliknya. Keledai itu laku 200 Dinar. Seratus dinar dibelikan seuntai kalung emas seberat 10 gram dan uang sisanya 100 dinar dibungkus papirus. Lalu pemuda itu menemui si pedagang kaya raya.
"Ini tuan pedagang, barang yang anda minta. Kalung emas seberat 10 gram dan uang tunai 100 Dinar,"kata pemuda itu sambil memberikan barang yang diminta pedagang kaya raya.
Pedagang itu tersenyum, sedangkan si pemuda lunglai pergi meninggalkan tempat pertemuan.
Berhubung si pemuda telah menjual keledainya, maka ia mengangkut barang-barang milik pembeli atau pedagang yang biasa memakai jasa angkut dengan dipanggul di pundak. Ketika pemuda itu sedang memanggul barang belanjaan milik orang yang berada di pinggiran kota Baghdad bertemulah dengan Abu Nawas yang kebetulan lewat disitu.
"Wahai, anak muda dimana keledaimu? Mengapa sekarang kau bawa barang milik orang dengan dipanggul?"tanya Abu Nawas. Pemuda itu berhenti, menurunkan barang belanjaan orang.
"Duh, Abu Nawas malang nasibku. Semalam aku bermimpi melamar putri pedagang kaya raya dengan mas kawin seuntai kalung seberat 10 gram dan uang tunai 100 dinar. Tadi pagi aku bertemu si pedagang kaya raya itu, lalu aku ceritakan mimpiku padanya. Setelah itu si pedagang kaya raya minta mas kawin yang aku berikan dalam mimpiku. Terpaksa keledaiku, aku jual laku 200 Dinar. Aku belikan kalung seberat 10 gram dan sisa uang 100 dinar, semua telah aku berikan,"kata pemuda itu pada Abu Nawas.
"Begitu ceritanya sampai kau jual keledaimu,"komentar Abu Nawas.
"Ya, tolonglah aku Abu Nawas bagaimana aku dapat keadilan,"kata pemuda itu.
"Baiklah, insya Allah aku balaskan, agar kamu dapat keadilan,"kata Abu Nawas.
"Terima kasih, Abu Nawas,"kata pemuda itu. Kemudian mereka berpisah.
Abu Nawas pulang ke rumah untuk mengambil godam (palu besar untuk pemecah batu). Dengan mengendarai keledai, Abu Nawas pergi ke rumah pedagang kaya raya itu. Sesampai di depan rumah pedagang kaya raya, Abu Nawas turun dari keledainya. Kemudian dengan tenang Abu Nawas berjalan kaki menuju rumah pedagang itu. Lalu Abu Nawas menghantamkan godamnya ke kaca jendela-jendela rumah si pedagang. Semua kaca hancur lebur.
Pedagang kaya raya itu melaporkan Abu Nawas pada kadi (hakim) Khalifah. Abu Nawas segera dipanggil dan diadili.
"Abu Nawas, pedagang ini melaporkan bahwa kamu menghancurkan kaca seluruh jendela rumahnya. Benarkah?"tanya hakim.
"Benar, tuan hakim,"jawab Abu Nawas dengan tenang.
"Mengapa kamu lakukan perbuatan itu?"tanya tuan hakim lagi.
"Begini tuan hakim. Saya hanya meniru tuan pedagang kaya raya ini,"jawab Abu Nawas.
"Meniru? bagaimana ceritanya?"tanya tuan hakim.
"Tadi pagi saya bertemu pemuda yang biasa mengangkut barang belanjaan orang. Ia bercerita pada pedagang ini bahwa semalam bermimpi melamar putri si pedagang dengan mas kawin seuntai kalung emas seberat 10 gram dan uang tunai 100 Dinar. Lalu si pedagang ini minta agar kalung dan uang itu segera diberikan padanya. Si pemuda terpaksa menjual keledainya yang biasa untuk mengangkut barang seharga 200 Dinar. Uang hasil penjualan keledainya dibelikan kalung 10 gram dengan harga 100 dinar dan sisa uang 100 Dinar. Semuanya diberikan pedagang kaya raya ini,"jawab Abu Nawas.
"Lalu apa mimpimu, Abu Nawas?"tanya hakim.
"Semalam saya bermimpi menghancurkan kaca seluruh jendela rumah pedagang kaya raya ini. Maka mimpi itu harus saya laksanakan. Bukankah itu adil, tuan hakim?"kata Abu Nawas.
"Betul perbuatanmu, Abu Nawas,"kata tuan hakim.
"Lalu, bagaimana kaca jendela rumah saya, tuan hakim?"tanya pedagang kaya raya itu karena merasa tidak adil.
"Kaca jendela itu kamu perbaiki sendiri. Dan kalung emas seberat 10 gram dan uang tunai 100 Dinar kamu kembalikan pada pemuda itu,"kata hakim.
"Keputusan ini tidak adil, tuan hakim,"sanggah si pedagang.
"Keputusan ini adil karena kamu berbuat sewenang-wenang. Hanya gara-gara mimpi, kamu minta pemuda ini memberikan apa yang ada dalam mimpinya. Keputusan ini adil dan harus ditaati untuk dilaksanakan,"kata tuan hakim dengan mengetokkan palunya tiga kali.
Limpung, 18 Desember 2020.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Pak. Salam literasi