Puji Lestari, S.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Romantika Si Gadis Jawa-Part 20 (Tagur-184)

Romantika Si Gadis Jawa-Part 20 (Tagur-184)

#TantanganGurusiana Hari ke-184

#CeritaBersambung

#RSJ

Romantika Si Gadis Jawa

Oleh : Puji Lestari, S.Pd.

Tangannya menggenggam selimut yang terlipat. Semakin lama semakin erat. Menunjukkan betapa hebat lara hatinya.

Tanpa terasa jam sudah menunjuk di angka 12. Widuri terlalu larut dalam kubangan sesal. Tersadar Dewa belum juga memberinya kabar. Sampaikah dia dengan selamat.

Widuri memeriksa ponselnya. Berharap Dewa sudah mengirimi pesan. Namun nihil. Tak ada satupun pesan darinya.

[Sudah sampai di rumah, Mas?]

Widuri mengirimnya pesan. Satu menit, 2 menit hingga 1 jam berlalu. Tak kunjung ada balasan. Widuri gelisah. Matanya tak juga terpejam.

Tengah malam yang berbintang tak mampu menenangkan Widuri yang dilanda gelisah. Ia menunggu balasan hingga kantuknya pun datang. Ia terlelap hingga sorot mentari perlahan mengetuk jendela.

"Astaghfirullah…"

Widuri terbangun. Ia kesiangan. Belum salat Subuh. Bergegas Widuri mengambil air wudhu. Melaksanakan salat.

Tring…

Baru saja selesai tangannya menengadah melangitkan doa. Dering ponsel membuatnya terperanjat. Bergegas Widuri menanggalkan mukenanya. Menyambar ponsel yang tergeletak di atas meja. Ada pesan masuk dari Dewa. Senyum tipis tergambar di wajahnya.

[Mas hari ini balik ke Jakarta]

Widuri kaget membaca isi pesannya. Sejumput tanya singgah dalam hatinya.

[Kok cepat, Mas. Bukannya libur masih ada 1 minggu lagi?] Balas Widuri.

[Ya]

Hanya satu kata balasan dari Dewa. Itu jelas bukan kebiasaan Dewa. Yang selalu penuh perhatian. Ada apa dengannya?

Widuri semakin merasa bersalah. Dia telah melukai perasaan Dewa. Dia mencoba menghubungi Dewa. Sekali, dua kali. Tersambung tapi tidak juga diangkat.

[Adek tahu Mas marah. Maafkan Adek ya kalau sudah mengecewakan Mas. Hati-hati di jalan, Mas. Kabari Adek kalau sudah sampai]

Kali ini pesannya belum juga dibaca. Padahal Dewa sedang online. Widuri kembali meneteskan air mata. Rasa sesal memenuhi relung hatinya. Harusnya dia menghargai maksud baik Dewa.

Nasi sudah menjadi bubur. Yang sudah terjadi tak akan bisa diulang lagi. Sudah sewajarnya jika Dewa kecewa. Sakit hatinya. Perjuangan yang begitu besar ternyata tak menghasilkan apa-apa. Bahkan Widuri pun tak mendukungnya.

"Maaf Mas… Maaf." Berkali-kali Widuri mengucapkan. Semakin teriris luka yang dirasa

Tapi percuma saja. Itu semua tidak merubah keadaan. Dia pun kini juga terluka. Harapan untuk masa depan masih tetap sama. Hanya saja Widuri dipenuhi kebimbangan. Tak tahu harus berbuat apa.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Widuri nyesel ya

25 Aug
Balas

Sepertinya begitu, Bun.

25 Aug

Mantap ceritanya bunda Puji Lestari. Bisa membawa pembaca ikut terbawa suasana. Sukses selalu bunda.

25 Aug
Balas

Terima kasih, Pak. Atas kunjungannya.

25 Aug



search

New Post