Romantika Si Gadis Jawa-Part 19 (Tagur-183)
#TantanganGurusiana Hari ke-183
#CeritaBersambung
#RSJ
Romantika Si Gadis Jawa
Oleh : Puji Lestari, S.Pd.
"Rumah kamu itu di Bandung. Kalau dari sini arahnya kan ke barat. Sesuai dengan penghitungan orang Jawa, itu tidak boleh. Anak perempuan apalagi semata wayang tidak boleh menikah dengan laki-laki yang arah rumahnya ke barat."
Dewa seolah tak percaya. Dia baru mendengar ada persyaratan orang menikah ditentukan dari arah rumah. Darimana nalarnya?
"Jika itu dilanggar apa ada akibatnya, Bu?"
"Ya tentu saja ada. Namanya juga pantangan. Pasti ada akibatnya. Kehidupan pernikahan kalian tidak akan langgeng. Banyak bahaya dan petaka nantinya. Ibu tidak mau itu terjadi pada anak ibu." Suara Bu Mirna bergetar.
"Bu sekali lagi saya minta maaf. Bukan maksud saya menggurui. Tapi bukankah jodoh, rezeki dan maut itu sudah ditentukan Allah. Semua makhluk di dunia ini tidak akan luput dari yang namanya kematian. Tugas kita hanyalah menjalani ketetapanNya tanpa harus memprediksi sesuatu yang belum pasti."
Bu Mirna mengerutkan wajahnya. Tidak terima dengan argumen Dewa.
"Kamu ini anak kecil ngerti apa. Nggak usah sok sokan ceramahi saya. Ini soal adat istiadat, jangan dicampur adukkan dengan agama." Dengan bersungut-sungut Bu Mirna menyanggah pernyataan Dewa.
Dewa yang merasa alasan Bu Mirna tidak masuk akal, juga mempertahankan argumennya. Mereka terlibat saling adu argumen.
Widuri semakin tertunduk. Matanya berkaca-kaca. Ternyata ibunya masih sama saja. Tidak goyah dengan pertemuan mereka.
Melihat suasana mulai memanas, Pak Sapri membawa istrinya masuk ke kamar. Berusaha menenangkan.
"Nggak bisa di nalar alasan penolakan ini, Dek. Adat macam apa yang menentukan jodoh seseorang hanya dari arah rumah." Dewa masih tidak terima.
"Maafkan Ibu ya, Mas." Dengan terisak Widuri menatap Dewa. Masih dengan posisinya, berdiri di dekat dinding penyekat ruang tamu dan ruang keluarga.
"Mungkin benar kita memang tidak berjodoh, Mas." Suara Widuri tercekat. Hampir saja tidak bisa keluar untuk mengucapkan.
Dewa menatap Widuri. Kecewa menyergap relung hati. Batu besar seakan menghantam diri.
Awalnya tiada keraguan menghinggapi. Kokoh tak tergoyahkan. Dengan kemantapan hati Dewa memberanikan diri. Mempersunting gadis pujaan hati.
Tapi kini seolah memudar. Tergerus oleh kenyataan. Perjuangan yang ia lakukan hanya sebelah tangan. Nyatanya Widuri seakan tak mau ikut memperjuangkan.
"Jadi Adek lebih memilih menyerah dengan keadaan?"
Widuri kembali tertunduk. Berusaha menahan sesak yang kian menusuk. Sesekali menyeka air mata yang membanjiri.
"Mas kesini karena ingin memperjuangkan hubungan kita. Tapi ternyata kita tak sejalan." Dewa bangkit dari duduknya.
Dengan berat hati, Dewa berpamitan. Meninggalkan Widuri yang meratap penuh kepiluan.
"Tunggu nak Dewa." Suara Pak Sapri menghentikan langkah Dewa. Dia berbalik. Mendapati Pak Sapri mengejarnya hingga ke pelataran.
"Berjuanglah untuk Widuri. Bapak akan bantu meyakinkan ibunya," ucap Pak Sapri.
Dewa menampakkan wajah datarnya. Menyembunyikan kekecewaan yang telah menyapa. Pandangannya mengarah pada Widuri yang mematung di ambang pintu.
"Semua akan percuma, Pak. Jika hanya saya sendiri yang berjuang." Dewa berlalu setelah berpamitan.
Widuri hanya mampu melepas kepergian Dewa dengan tangisan. Terus menatap hingga mobilnya menghilang di persimpangan jalan. Pak Sapri iba mendapati putri kesayangannya dirundung pilu.
Widuri mengunci diri di kamar. Menangis mengeluarkan sesak yang sudah tak tertahankan. Hatinya pun juga terluka. Membiarkan sang kekasih pergi bertemankan kecewa.
Membekap mulut dengan bantal. Widuri berteriak menumpahkan sakit yang dirasa. Matanya sembab, wajahnya memerah. Andai bisa ingin ia menahan kepergian Dewa.
"Adek sayang sama mas Dewa." Tangannya mengepal. Ia hantamkan pada kasur dan bantal.
Tangannya menggenggam selimut yang terlipat. Semakin lama semakin erat. Menunjukkan betapa hebat lara hatinya.
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar