“SIAPAKAH GURU PEZINAH” (Sebuah Keadilan Dalam Persepektif Psikologi)”
HOMO HOMINI LUPUS, Manusia makan serigala. Begitulah sebuah sindiran pada zaman edan ini. Bagaimana tidak sebuah persoalan keadilan yang tumbuh kembang di masyarakat akhir akhir ini, begitu muram dan membahana. Hari ini saya membaca sebuah judul yang miris”, di harian media digital tercetak” Dinas Pendidikan Copot Guru SMPN..Yang cabuli Siswanya ( Kompas .Com , sabtu: 13 januari 2018). Mengapakah terjadi demikian? Seorang manusia yang diberi kemuliaan dan derajat yang baik dimasyarakat berperilaku menyimpang? Akankah keadilian dunia pendidikan terjangkit sebuah gerobak virus yang membahayakan? Dalam artikel ini saya ingin urun rembug terhadap perilaku “Guru” yang melakukan perzinahan terhadap murid muridnya yang notabene sebagai panutan.
Pada awalnya kajian tentang keadilan banyak dikaji dalam filsafat.(Gorr, 1995: Rosenberg, 1995: Temkin:1995). Bila keadilan merebak pada masalah social sehingga sering disebut keadilan social yang sering dirujuk justru keadilan ekonomi. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila ahli ahli yang pendapatnya sering dirujuk dan dikutip ketika membahas keadilan social adalah John Rawls (1971; ujan 2001) dan Adam Smith (dalam keraf, 1996) yang banyak mengkaji permasalahan ekonomi. Tampaknya perkembangan kajian keadilan tidak mudah dilepaskan dari masalah ekonomi karena salah satu bentuk keadilan, yaitu kadilan ditributif, paling mudah dikaji dengan menggunakan tolok ukur ekonomi. Dari sejumlah kajian yang ada, aspek psikologi hampir tidak pernah absen dibicarakan dalam kajian kajian keadilan yang akhir akhir ini muncul.
Maka begitulah persoalan yang sedang dihadapi, seorang pendidik selaku pribadi yang tertanam rapi disebut “guru” dengan fenomena kausalitas social yang sedang marak di tingkat masyarakat dengan strata berbeda, pencabulan. Dalam konteks psikologi pelaku dan murid yang diasuhnya yang ditempatkan sebagai lingkungan satu paket. Hubungan murid –guru sebatas transfer kelimuwan, pembibingan , pengayoman dan motivator. Hubungan cenderung berjalan secara horizontal dibanding vertical.
Keadilan dalam persepektif piskologi. Cenderung berjalan dalam relasi horizontal. Selain relasi vertical. Mengapa demikian karena selama ini permasalahan keadilan lebih focus dalam relasi social vertical dengan menekankan pada keadilan prosedural dan ditributif, dengan asumsi permasalahan selama ini yang muncul banyak bersumber pada pemegang kekuasaan (Magnis –Suseno, 2001). Rakyat lebih banyak sebagai subyek yang justru sering menjadi korban dan ketidakberesan pada pemegang kekuasaan, artinya dalam hubungan vertical seperti itu sering terjadi ketidak adilan yang menyebabkan penderitaan pada mereka yang di posisi bawah. Yang lain, kemungkinan dalam konteks yang lebih luas persoalan relasi social vertical lebih menonjol saat ini. Perubahan yang besar yang sedang terjadi di negara ini sebagaian besar menyangkut masalah ini. Maka ketika dalam kondisi psikologis seperti inilah siapakah “guru yang pezinah”, dan siapakah keadilan ” yang hakiki. “Siswa yang tercabuli” selaku wakil masyarakat dalam relasi vertical dengan”guru pezinah ” cenderung timbul rasa takut ketimbang mencari keadilan.
Sebagai penutup, kasus serupa ini acap kali terjadi. Dalam dunia yang terus berputar ini, tidak akan pernah mengkrital. Di manapun tempat, sang pelaku akan terus mengintai korban. Perlu sebuah media pemunah. Seyogynya di sekolah –sekolah baik mulai strata PAUD-hingga Sekolah Lanjutan,telah terbentuk dewan ataupun lembaga independen swakelola dari masyarakat. Lembaga independen swakelola berasal dari komite sekolah dan berafiliasi dengan lembaga lembaga sejenis didaerah tersebut. Lembaga ini nantinya bersifat inklusif dan melibatkan pakar psikolog perkembangan. Lembaga swakelola memberikan assesment secara periodic meng “Up-grade kejiwaan” para pengajar, staf kantor, maupun peserta didik di sekolah tersebut. Semoga Perlahan tapi pasti, gerobak virus yang luar biasa ini bisa di vaksin melalui lembaga independen swakelola semacam itu. Wallualam@@@
Madiun, Januari 2018
Priya Santosa
Peneliti, Penulis Alumuni Sekolah Penulis P4TKIPA
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ini karya jenis ilmiah atau populer yaaa? Saya kok gagal fokus?