Prawiro Sudirjo

Saya seorang pria dewasa kelahiran Cirebon, saat tahun dimana mahasiswa ITB berdemo menuntut kebebasan berbicara yang dikekang kala itu. setelah bermain di tam...

Selengkapnya
Navigasi Web
MODERNITAS TANPA AGAMA MEMBUAT KITA JADI ZOMBIE

MODERNITAS TANPA AGAMA MEMBUAT KITA JADI ZOMBIE

Kita semua tahu, saat ini kita lebih banyak dieksploitasi dengan terlalu banyak suara lebih dari masa apapun dalam sejarah. Kehidupan modern sepertinya jadi perjuangan yang tak berkesudahan untuk melawan hiruk-pikuk yang kian meningkat. Saat berada di rumah, telinga kita diisi oleh riuhnya suara binatang peliharaan, suara AC, televisi,dan banyak hal lain. Saat berada di jalan, kita juga mendengar keriuhan lain: proyek pembangunan, suara kendaraan umum yang menderu dan musik yang dinyalakan orang lain. Sekitar 16,8 persen dari total penduduk Indonesia mengalami gangguan pendengaran pada 1996. Survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia terhadap 20.000 orang di tujuh provinsi mencatat bahwasekitar 38 juta penduduk Indonesia terganggu pendengarannya. Kebisingan ini salah satu pemicu stress namun kebanyakan dari kita tak kuasa menolaknya, terutama masyarakat di kota-kota besar. Mimpi besar tentang kesuksesan terlanjur mengisi relung-relung jiwa dan menjadi candu bagi hati yang selalu haus akan kebahagiaan dan kesejahteraan, tak peduli ujung-ujungnya menjadi stress.

Salah satu aspek kehidupan kota yang paling membuat stres lainnya adalah lalu lintas, terutama lalu lintas padat merayap yang menyumbat jalan dan meracuni udara. Sayangnya, kesengsaraan yang sehari-hari dialami jutaan penghuni kota ini tidak menunjukkan tanda-tanda membaik.

Karena kebergantungan umat manusia pada kendaraan bermotor, kota-kota pun harus menghadapi jumlah kendaraan yang bertambah. Kota Los Angeles, di Amerika Serikat, yang berpenduduk kira-kira empat juta orang kini memiliki lebih banyak kendaraan daripada manusia! Kota-kota lain belum separah itu, tetapi hanya sedikit yang sanggup menghadapi arus kendaraan yang meningkat. ”Kota-kota tidak dirancang untuk menampung kendaraan bermotor,” kata Carlos Guzmán, presiden Komisi Kota Madrid. Yang paling menderita adalah kota-kota kuno dengan jalan-jalan sempit, tetapi bahkan di kota-kota metropolitan modern, jalan-jalan yang lebar segera menjadi padat, khususnya pada jam-jam sibuk di pagi dan sore hari. ”Kota-kota besar kini mengalami kemacetan hampir sepanjang hari, dan semakin parah,” kata Dr. Jean-Paul Rodrigue dalam laporannya ”Urban Transport Problems”.

Karena penjualan mobil lebih cepat daripada pembangunan jalan raya oleh pemerintah, sistem jalan terbaik pun bisa dibuat kewalahan oleh membeludaknya jumlah kendaraan. ”Dalam jangka panjang,” jelas buku Stuck in Traffic—Coping With Peak-Hour Traffic Congestion, ”membangun jalan baru atau memperluas jalan yang ada tidak mengurangi intensitas kemacetan lalu lintas pada jam-jam sibuk.”

Kurangnya fasilitas parkir yang memadai juga mengakibatkan kemacetan. Setiap saat, ada cukup banyak kendaraan di jalan-jalan kota yang berputar-putar hanya untuk mencari tempat parkir. Diperkirakan bahwa polusi udara akibat lalu lintas—terutama di kota-kota—mengakibatkan kematian sekitar 400.000 orang setiap tahun. Menurut sebuah laporan, pencemaran udara di Milan, Italia, sedemikian parahnya sehingga satu hari saja menghirup udara di jalan-jalan kota itu setara dengan mengisap 15 batang rokok.

Kerugian akibat kemacetan lalu lintas harus dihitung juga dari jumlah waktu yang terbuang dan stres yang mendera pengemudi. Dampak emosinya sulit diukur, tetapi menurut perhitungan sebuah penelitian di Amerika Serikat, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di 75 kota terbesar di negara itu senilai kira-kira 70 miliar dolar AS per tahun. Adakah cara untuk meringankan situasinya?

Beberapa aktivitas kehidupan modern justru acap menjadikan kebisingan sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Setiap malam jutaan anak muda di seluruh dunia mendatangi diskotek-diskotek yang memperdengarkan musik keras. Royal National Institute For Deaf People (RNID) (4), sebuah lembaga kehormatan Inggris yang meneliti masalah ketulian, mensurvai sejumlah klab malam yang ternyata tingkat kebisingannya mencapai 120 dB. Telinga anak-anak muda itu terpapar suara yang jauh di atas ambang batas selama berjam-jam. Sampai-sampai RNID memberikan cap pada kelompok itu sebagai generasi muda yang tak acuh dan tuli.

Menurut dr. Hendarta Hendarmin (4), ahli THT, dari penyelidikan mengenai tingkat bahaya suara musik keras di beberapa diskotek (antara 100 – 110 dB), musik keras bisa merusak pendengaran seseorang yang setiap hari berada di situ. Apalagi kalau bunyi musik tersebut melebihi ambang batas normal yang bisa ditoleransi telinga. Besarnya pengaruh suara terhadap telinga memang banyak tergantung pada intensitas dan jangka waktu mendengarnya, jumlah waktu mendengar, serta kepekaan masing-masing, termasuk usia pendengar. Sebaliknya, musik yang mengalun lembut dan enak didengar seperti klasik, keroncong, seruling, gamelan, malah bisa ikut menyejukkan pikiran serta membantu menghilangkan stres. Bahkan, ada seorang ahli bedah saraf terkenal yang menyetel kaset gending Jawa agar lebih tenang dan tidak terburu-buru selagi membedah pasien.

Alih –alih menghilangkan stress dari kemacetan dengan pulang lebih larut dan pergi ke diskotik yang bising , malah merusak telinga dan jiwa, dengan gaya hidup metropolitan yang rentan minuman keras, seks bebas dan narkoba yang justru mengakibatkan stress dan depresi serta gangguan jiwa. Disanalah para Iblis Kapitalisme dan hedonisme bersemayam. Kesenangan semu dan sesaat seperti memakan buah khuldi. Satu gigitan begitu nikmatnya.

Modernisasi menjadikan manusia seperti zombie. ketika manusia menjadi zombie, itu artinya telah terjadi dehumanisasi Sehingga zombie sah diperlakukan seperti apapun sadisnya. Mau di tembak magnum, dipotong chainsaw, di beri granat, ataupun diiris dengan pisau bayonet sekalipun.... itu sah-sah saja karena mereka itu sudah tidak punya ciri manusia lagi. Dan mereka sudah tidak merasa sakit alias kebas (baal). Ketika telinga dan jiwanya rusak (stress) bahkan di rusak dengan sengaja tidak akan terasa sakit.

Lalu Kesejahteraan atau kebahagiaan seperti apakah yang di tawarkan oleh kota dengan segala modernitasnya yang bising dan men-zombie-kan?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post