Good Job My Friend
Percakapan dengan kawan lama selalu memberi kesan tersendiri. Setelah obrolan panjang kami usai, saya menyadari bahwa ada pola yang sama tiap kali kami bertukar kabar. Apapun topik yang mengawali akan diiringi dengan cerita nostalgia, keluhan tentang pekerjaan, lalu diakhiri dengan “Aamiin” yang panjang perihal jodoh. Begitulah kawan, obrolan perempuan lajang di penghujung 20an kadang bisa begitu membosankan.
Beberapa hari yang lalu, seorang teman menelpon saya dan bercerita betapa ia kecewa dan hampir putus asa. Desah nafasnya terdengar berat dan lelah. Ia mengeluh tentang bagaimana orang-orang di sekitarnya menyudutkan dengan pertanyaan bahkan komentar pedas tentang statusnya yang pengangguran. Saya gak habis pikir orang paling produktif yang saya kenal kok dianggap nganggur. Meski tidak bekerja di lembaga pemerintahan maupun swasta, temen saya ini tidak pernah leyeh-leyeh. Ia selalu bangun pagi, mengambil alih semua pekerjaan rumah tangga sambil mencari penghasilan tambahan entah itu mengajar, jualan online dsb.
Sungguh, saya tidak pernah iri dengan orang pintar tapi saya selalu kagum pada mereka yang rajin. Saya justru malu karena dulu setelah resign boro-boro bangun lebih pagi, saya suka begadang gak karuan, menunda pekerjaan rumah, pokoknya sloth mode on. Tidak produktif, hidup lamban bak kukang. Sekarang pun masih sulit merubah kebiasaan buruk itu.
Saya tau tidak mudah menjadi perempuan yang bekerja tanpa 'seragam', sarjana pula. Itu sebabnya saya ikut geram dan marah mengetahui begitu picik, kejam dan sotoy-nya manusia menghakimi orang lain. Penulis novel metropop favorit saya pernah posting bahwa ada empat macam tipe orang berdasarkan bobot omongannya, 1)orang penting yang omongannya juga penting, 2)orang penting tapi omongannya tidak penting, 3) orang tidak penting tapi omongannya penting dan 4) belatung bermuncung yang asal mangap. Jadi kawanku, abaikan saja belatung yang berisik itu. Fokus saja pada apapun yang jadi tujuanmu.
Mumpung masih muda dan sehat, bekerja dan berkaryalah. Selagi halal pekerjaan apapun sama mulianya. Seragam tidak lagi penting. Asalkan setelah bekerja kau tidak lupa memijat kaki ibumu yang kian menua, tidak lupa rasanya jalan pagi dan olahraga, tidak lupa tersenyum saat menyapa tetangga, tidak lupa Tuhan dan agama. Sudah terlalu banyak orang gila kerja lalu lupa keluarga, lupa olahraga, lupa tetangga, lupa diri, lupa agama, lupa ini, lupa itu, lupa semua. Semakin sukses karirnya semakin parah lupanya. Jika demikian pekerjaan tak ubahnya bom waktu. Begitu meledak hancurlah smua.
Nah kawan ku, tak perlu bersedih apalagi malu. Sabar sabar sabar. Semangat semangat semangat. Semoga lelahmu bernilai ibadah. Yakinlah skenario Allah SWT yang paling indah.
~
*picture taken from pixabay.com
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar