Oyu

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SAYA MENYESAL KE KAMPUNG BATIK LAWEYAN, SOLO!
Semakin Manis Ketika Memakai Blankon Solo

SAYA MENYESAL KE KAMPUNG BATIK LAWEYAN, SOLO!

Minggu kemarin, saya berada di Solo untuk mengikuti acara Grand Final Bahan Bacaan SD. Alhamdulillah, panitia menyiapkan penginapan di sebuat hotel bintang empat daerah Colomadu, Karanganyar. Kali ini saya tidak membahas tentang kegiatan Grand Final tersebut. Saya akan membahas tentang tokoh nasional yang berasal dari daerah Laweyan, Solo. Ceritanya, di hari kedua, kegiatan sudah selesai pukul 17.00 WIB. Saya berencana ke daerah Kauman, Solo untuk membeli oleh-oleh Batik. Saya mengajak kawan sekamar untuk menemani. Namun, ia terobsesi dengan gamelan di depan hotel. Ia ikut asyik menabuh gending bersama kelompok karawitan. Saya pun memesan ojek online.

Singkat cerita, setelah sepeda motor berjalan kurang lebih dua kilometer, saya mengajak Mas Ojek berhenti. Kami melakukan shalat Magrib di masjid sebelah kiri jalan. Seusai shalat mas ojek berkata “Pak, kalau mau cari batik murah dan bagus, saya antarkan ke daerah Laweyan, mau?

“Boleh mas”, saya pun langsung mengiyakan.

Saya ngikut saja apa kata mas Ojek. Memasuki Jalan Radjiman, saya membaca papan arah bertuliskan Kampung Batik Laweyan. Setelah memasuki gang, ada papan arah kecil bertuliskan “Makam Ki Samanhudi”.

Sepertinya saya sangat tidak asing dengan nama tersebut. Namun siapakah beliau? Saya benar-benar lupa saat itu. Rasa penasaran ini terbawa sampai saya sudah berada di Kota Batu.

Pada waktu agak senggang di rumah, saya berselancar mengetik kata “Samanhudi”.

Yang pertama kali muncul adalah artikel Samanhudi pendiri Serikat Dagang Islam (SDI). Organisasi pribumi pertama di masa perang kemerdekaan yang kelak menjadi tempat berguru Bung Karno.

Saya benar-benar merasa rugi. Karena sudah dekat dengan sumber sejarah pergerakan Indonesia, namun saya tidak gunakan untuk eksplorasi lebih luas. Harusnya di Solo saya bisa menyempatkan Ke museum Samanhudi, makam Kiai Samanhudi dan bincang-bincang dengan anak turun Kiai Samanhudi. Ini akibat kurangnya murojaah buku-buku sejarah Indonesia.

Kyai Haji Samanhudi adalah seorang pedagang batik di daerah Laweyan, Solo. Masa kecil Ki Samanhudi dimulai dengan pendidikan Al Quran. Samanhudi muda pernah belajar di volks school (sekolah rakyat) selama 6 tahun. Kemudian masuk HIS (Hollansch Indische School) di Madiun.

Kampung Laweyan dan para penduduknya tidak terlepas dari sejarah pergerakan batik laweyan. Saat itu oleh penjajah mereka disebut sebagai kaum radikal! Itu tidak terlepas dari peran Ki Samanhudi yang berhasil menggerakkan para pedagang batik membangkitkan nasionalisme lewat politik ekonomi Batik.

Samanhudi muda sudah memiliki bibit-bibit nasionalisme sejak kecil. Ia melihat sendiri bagaimana pedagang pribumi dipersulit dan pedagang cina mendapatkan keistimewaan yang berlebih dari Pemerintah Hindia Belanda. Ia memiliki cita-cita besar agar masyarakat pribumi naik derajat dan kesejahteraannya. Konon, pada usia 20 tahun ia telah menjadi saudagar batik yang kaya raya. Perusahaan batik yang dipimpimpinnya pada usia 20 tahun telah berkembang di berbagai kota seperti Tulungagung, Bandung, Purwokerto, Surabaya, Banyuwangi dan Parakan.

Pada tahun 1904 Supandi Wiryowikoro (nama kecil Samanhudi) berangkat ke Mekah. Ia menunaikan ibadah haji di sana. Pada tahun itu Islamophobia sudah didengungkan oleh Belanda. Belanda menganggap bahwa pribumi yang pulang dari Mekah memiliki sikap fanatisme yang berlebihan. Mereka suka membuat kekacauan, orang haji sangat ditakuti oleh Belanda.

Setahun sepulang dari Mekah, Supandi Wiryowikoro merubah namanya menjadi Samanhudi. Tak sekedar nama, ia pun menjadi aktivis pergerakan Islam. Thoriqoh yang ia tempuh melalui ekonomi. Kebangkitan ekonomi umat menjadi cita-citanya. Menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah dituliskan, “Haji Samanhudi (1868-1956) membangun organisasi Sarekat Dagang Islam, 16 Sya’ban 1323, Senin Legi, 16 Oktober 1905, di Surakarta.” Kelak, dari organisasi inilah lahirnya guru-guru pelopor kesadaran nasional bangsa. Sarekat Dagang Islam (SDI) pada mulanya adalah organisasi eknomi untuk memperjuangkan kepentingan pribumi di Hindia Belanda. Ia kemudian berubah menjadi Sarekat Islam yang lebih mengarah pada perjuangan untuk lepas dari kolonialisme.

Dari kisah H. Samanhudi ada hal yang sangat menarik. Pada masa awal perjuangan, Ia rela ditinggalkan istri dan kehilangan kekayaannya, demi sebuah cita-cita kemerdekaan. Ia memilih menjadi aktivis pergerakan untuk menyadarkan pribumi Indonesia tentang cinta nasionalisme. Haji Samanhudi adalah salah satu contoh dari sikap seorang muslim yang mencintai negerinya. Keikhlasan dan pengorbanannya untuk tanah air tak diragukan. Maka jika ada segelintir orang yang mengatakan Umat Islam Indonesia tidak cinta NKRI, ia perlu banyak membaca buku sejarah. Negeri ini lahir dengan iringan pekikan Takbir dan kalimat tauhid yang bersemayam di dada orang-orang beriman.

Dengan kata lain, saat ini jauhkan diri kita dari Islamophobia. Orang Islam tidak akan pernah mengkhianati negerinya sendiri. Toleransi sudah menjadi doktrin sejak lahir. Kita harus bisa benar-benar memfilter diri dan menahan diri dari gempuran informasi Islamophobia. Tabayun atau introspeksi diri, itulah yang perlu kita lakukan. Karena Hoaks bertebaran di mana-mana, bertujuan untuk menimbulkan rasa takut yang berlebihan kepada Islam dan umat Islam.

Walhasil, saya benar-benar menyesal ketika di Kampung Laweyan-Solo. Menyesal kenapa saya berkunjung hanya sebentar. Harusnya minimal sehari penuh saya menghabiskan waktu di sana. Banyak sekali yang bisa dipelajari. Budaya, masyarakat, Museum, hingga kursus batik di gerai -gerai batik warga. Untung saja saya masih sempat membeli blankon di Gerai Batik Merak Manis seharga Rp. 30.000. Membuat saya semakin manis ketika memakainya.

Selamat Hari Sumpah Pemuda. Jayalah Indonesia!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya koq diajak Ustadz... Saya juga menyesal.. Hikssss

27 Nov
Balas

Menyesal tidak jadi beli batiknya ya ustadz

28 Oct
Balas

Hehehe.

28 Oct

Wah ternyata blankon dari solo yg dipakai waktu itu... he...he

29 Oct
Balas

Tulisan yang cantik pak....saya juga menyesal malah belum pernah sama sekali, pdhl sering ke solo. Salam kenal.

28 Oct
Balas

Salam kenal Ibu. Follow Back ya :)

28 Oct



search

New Post