Matanya berkaca-kaca dan akhirnya pertahanan ego sebagai laki-laki tumbang, dirinya telah mencapai kepedihan yang tiada kira. Tiba-tiba jari-jari tangannya mengepal dan mengeras dengan posisi tetap di samping tubuh. Permohonan dan kepasrahan akan nasib yang tiada kunjung membaik, demikian makna dari tulisan malaikat kecilnya. Mereka telah kehilangan sosok ayah dan ibu sekaligus, mereka tidak bersalah batinnya berkata. Dan dirinya membenarkan segala dengan berurai air mata, memikirkan nasib keempat anakanya yang sekarang ditawan oleh tuan tanah licik dan kejam.

Sementara pagi yang cerah berlalu dengan sunyi di dalam kamarnya Asih masih terbaring di atas tempat tidur mewahnya. Pikirannya sudah melayang kemana-mana dan nyaris mengganggu istirahatnya, atau memang tidurnya yang sudah over dosis?. Gadis cilik itu hanya menggeleng lemah saat pelayan membawakan makan siang dengan berbagai printilannya yang jelas semuanya enaka dan lezat bagi orang yang kondisi tubuhnya normal. Nafsu makannya telah berlalu sejak berbagai obat masuk ke dalam tubuhnya.

Asih hanya menghabiskan jus sayuran yang dicampur madu alami dan dirinya merasa kehangatan rumah diantara ayah tirinya. Rumah mewah dan megah itu sekarang telah menjadi tempat dirinya dan adik-adik pulang serta menyantap makanan lezat karena dimasak langsung oleh koki yang diundang khusus melayani seleranya.

Bersambung...