Darna mengacuhkan kondisi gelap dan sepi dibalut dingin yang menembus hingga ke tulang. Gadis itu menggigil menahan dingin sedari tadi yang dia rasakan, dalam hati dia menyesali sikap keras kepalanya. Sebenarnya sejak pagi ibunya menyuruh untuk membawa mantel plastik, namun hatinya menolak karena mantel plastik yang hanya berharga delapan ribu tersebut memang satu-satunya yang mereka miliki. Jika saran ibunya dia ikuti maka akan ada korban lain, sebab hujan yang datang kali ini tiba lebih segera dari hari sebelumnya.

Darna mulai ketakutan saat suara azan magrib berkumandang sementara dirinya hanya seorang diri di sisi gelap pasar. Beberapa orang yang lalu lalang semenjak tadi sore bersikap seolah tak acuh terhadapnya. Darna awalnya tak ambil pusing dengan perlakuan demikian, di sekolah dirinya sudah biasa dibully oleh teman-temannya. Kehidupan mereka yang miskin dan ibunya yang sedang sakit-sakitan belum lagi kebutuhan sekolah dirinya dan adiknya Bagas membuat Darna tak punya waktu lebih untuk memikirkan atau mempermasalahkan perlakuan orang terhadapnya.

Hal yang berbeda berlaku terhadap Bagas adiknya yang terkenal sebagai preman dan di takuti semua anak di kampungnya. Prestasi Bagas di sekolah cukup bagus dengan prediket siswa yang sopan, baik dan rajin terkadang membuat Darna bingun kenapa adiknya semata wayang itu dapat bersikap seperti bunglon. Di luar pengetahuan Darna, Bagas senantiasa menjaga kakaknya dalam kondisi apa pun, dia pun mengetahui perundungan yang dialami oleh kakaknya. Bagas diam-diam memerintahkan teman-temanya untuk memberikan sedikit hadiah kepada orang-orang yang menindas Darna.

Bersambung...