Bagas mempercepat langakah kakinya mengejar keselamatan sang kakak, hatinya menyesali kebodohan dan sikap teledor yang telah dia lakuakan hari ini. Dirinya yang menganggap semuanya akan baik-baik saja jika saja dia tidak bersikeras pada kakak dan ibunya untuk membawa mantel ke sekolah. Bukan tanpa alasan akan tetapi dirinya dihadapkan pada situasi sulit sedangkan ujian matematikanya di jam pertama membuat mag teman-temanya kambuh.

Bagas berpenampilan culun dengan kaca matanya yang besar, pernah guru-guru berdonasi untuk membantunya membeli kaca mata yang lebih sesuai dengan usianya. Namun Bagas dengan lembut menolak karena gagang kaca mata tersebut adalah milik ayahnya. Dengan dalil sebagai kenang-kenagan dari kedua orang tuanya, Bagas berhasil menolak pengeluaran terbesar hari ini, dia menyadari apa yang mereka lakukan semata-mata untuk kesembuhan ibu mereka yang terbaring lemah tak bertenaga.

Sejak ibu sakit-sakitan dan tak lagi bisa menambah penghasilan kecuali melalu dua pasang tangan milik anak-anaknya inilah semuanya bisa terpenuhi dan tidak berlebihan. Kedua anaknya adalah anak yang baik dan senantiasa berusaha menjadi siswa berprestasi. Darna sendiri suka memberikan Bagas jajanan tau uang untuk berjajan. Sementara Darna sendiri tidak pernah merasakan jajanan seperti teman-temannya.

Bersambung...