Ony Edyawaty

Semua yang saya tulis adalah orisinal. Saya memaknai sebuah tulisan seperti masakan yang lezat untuk jiwa. Untuk dapat membuatnya menjadi unik dan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tantangan Menulis Hari ke 11.  Kisah Buaya dan Sapi

Tantangan Menulis Hari ke 11. Kisah Buaya dan Sapi

Pada suatu siang yang sungguh panas, seekor sapi sedang minum di telaga. Sesaat kemudian, ia merasa mendengar suara tangisan.

“Huhuhu…tolong….sakit….huhuhu”

Sapi kemudian mencari sumber suara. Ternyata ada seekor buaya yang sedang menangis karena kakinya terjepit celah batu begitu eratnya, hingga tampaknya dia tak akan mungkin melepaskan dirinya sendiri.

Sapi yang lembut hati itu lalu mendekat. “Hei, sudah berapa lama engkau seperti ini? “ tanyanya.

Buaya yang menangis dengan air matanya yang legendaris itu menghiba “aku sudah empat hari terjepit begini. Aku sudah tidak kuat lagi. Tolonglah aku. Lepaskan aku dari jepitan ini, kumohon”.

Sapi baik hati ini memutar otak berusaha memikirkan cara membebaskan buaya yang menangis melengking-lengking. Air matanya sudah tidak cukup menghiba sehingga masih ditambah lengkingan. Akhirnya sapi menemukan sebatang kayu yang kokoh. Dengan pengetahuan tentang Pesawat Sederhana yang dia dapatkan di sekolah, dia mempraktekkan konsep tuas/pengungkit untuk menggeser batu itu dari kaki si buaya. Berhasil. Kaki buaya yang sudah pipih terjepit batu berhari-hari itu akhirnya terbebas.

Buaya yang telah terbebas dari jepitan itu bukannya berterimakasih. Dia menangis lagi “huhuhu, kakiku…sakit sekali. Bagaimana aku bisa berjalan pulang? Tolong aku, sapi. Gendonglah aku menyeberangi sungai ini. Rumahku tidak jauh. Keluargaku pasti akan sangat berterimakasih padamu” rayunya gombal. Sapi yang terlalu baik dan bodoh itu menuruti saja apa mau si buaya. Dia dengan polosnya menggendong sapi ke punggungnya.

Beberapa saat berputar-putar mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh buaya, akhirnya sapi mulai kelelahan menggendong buaya gombal itu. “Mana sih, rumah kamu, kok tidak sampai-sampai” keluh sapi sudah mulai putus asa. Buaya menempel makin erat di punggung sapi. “Punggungmu begitu empuk. Aku nyaman disini. Daging di punuk kamu itu pasti banyak sekali. Aku lapar, sudah empat hari terjepit dan belum makan. “ Mendengar hal itu, sapi mulai menangis dalam hati. Namun dia berusaha tidak panik. Sapi terus menggendong buaya sambil mengajaknya mengobrol. Buaya memang tidak bisa multitasking.Coba saja anda dikejar buaya, larilah secara zig zag. Buaya akan kesulitan mengejar anda. Tentu saja amit-amit ya. Seumur hidup saya tak akan mau berurusan dengan buaya.

Sampai akhirnya sapi hampir putus asa. Akhirnya menjelang sore, dia bertemu Sang Kancil. Mahaguru Kecerdikan yang licin dan berkharisma meski badannya kecil. Kancil tertarik melihat ekspresi muka tidak wajar sang sapi dan pose keduanya yang aneh. “Hey, ada apa ini?” tanya Kancil. Buaya segera menyambar cepat “ aku lapar, aku ingin makan sapi ini”. Lalu kancil bertanya pada sapi, apa yang telah terjadi sehingga ia tampak begitu mengenaskan. Sapi menceritakan semuanya dari awal, tapi buaya membantahnya. “Jangan percaya, sapi ini bodoh. Dia yang dekat-dekat dan memang mau aku makan. Dia sudah depresi ingin mengakhiri hidupnya ke dalam perutku,” buaya berstatement dengan begitu yakin.

Begawan Kancil, si kecil dengan otak berprosesor Intel Core i7 generasi ke 10 dengan ketenangan yang luar biasa akhirnya berkata “ Oke buaya, kamu boleh menyantap sapi. Memang sapi ini bodoh dan pantas disantap.” Hidung buaya mengembang kesenangan. Merasa menang. “Tetapi sebelum kamu makan daging sapi yang lezat untuk makan malam, tolong tunjukkan padaku tempat dan posisi pertama kali kamu bertemu sapi tolol ini, supaya aku bisa mempertanggungjawabkan pilihanku untukmu” kata kancil.

“Baik, aku mau. Hey sapi, bawa aku kembali ke sana, sebelum akhirnya kau berakhir sebagai pemuas laparku”,kata buaya kegirangan.

Sapi sambil bercucuran air mata menahan kepedihan putus asa. Dia menggendong buaya ke tempat semula yang sudah cukup jauh sambal diiringi kancil. Hari sudah mulai gelap ketika mereka bertiga tiba. “Coba tunjukkan di mana dan dalam posisi apa kamu tadi siang saat ditemukan sapi?” perintah kancil pada buaya yang sudah kegirangan. Buaya mengendurkan cengkeramannya dari punggung sapi dan berpose seperti tadi siang waktu dia terjepit batu. “Mana batunya, sapi? Tolong posisikan seperti semula supaya aku yakin”.

Sapi yang sudah pasrah menuruti saja semua perintah kancil. Setelah posisi buaya terjepit batu persis seperti tadi siang, kancil menoleh ke arah sapi sambal berkata “Yuk kita tinggalkan buaya ini, Sap. Biar saja dia dan jangan pernah kamu berurusan dengan makhluk bereputasi buruk seperti dia”. Sapi dan kancil akhirnya lari meninggalkan buaya yang melengking-lengking memuntahkan emosinya akibat prosesor kecerdasannya digilas telak oleh kancil.

“Kesulitan dan kesalahan pasti akan datang dan menyengsarakan kita. Tapi yakinlah, pertolongan Tuhan tak akan pernah terlambat.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

bagus bu, sapi ikut belajar pesawat sederhana baru saya baca dari ibu , kereen, salam literasi

17 Jun
Balas

hehehe bu, melintas begitu saja.

18 Jun

Sapinya belajar IPA tuas pengungkit. Pinteeer. Cerita yang unik. Lanjutkan.

18 Jun
Balas

hehehehe

18 Jun

Tulisan yang inspiratif. Semoga makin sukses teman gurusianer

17 Jun
Balas

siap. Terimakasih pak.

18 Jun

Keren, IbuSalam literasi

22 Jun
Balas



search

New Post