Okti Umi Widhayati,S.E

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketika hati dipilih,bukan memilih (part 7)
Nama,tempat dan gambar hanya rekaan semata,bukan yang sebenar nya

Ketika hati dipilih,bukan memilih (part 7)

Tiara melompat lompat kegirangan di ruang periksa dr Agung Laksono Sp.OG ,saat dokter menunjukkan calon adek nya melalui pemeriksaan USG. "Ini sudah ada rumah nya di dalam perut mama untuk dedek nya,ni baru titik ini,tapi nanti akan cepat besar jika kakak nya sayang dan bikin kan mama nya susu tiap hari,"..sapa dr Agung ramah dengan Tiara. "Bisa nggak kakak ni bikin susu buat mama hayoo,"..."Bisaa...sangat bisa om...tapii mama minum nya kopi,..tiap pagi bikin kopi..yang itu tu yang ada coklat bubuk nya yang di tabur..ocehan Tiara disambut tawa meriah dokter dan suster di ruangan itu. Ajeng yang masih tampak pucat di bantu suster untuk turun dari ranjang tempat USG,sementara Rayhan sangat antusias mendengarkan penjelasan dokter yang meminta mereka berdua untuk bisa saling menjaga,karena usia Ajeng sudah beresiko. Terutama kepada Ajeng,dokter berpesan untuk tidak terlalu capek,karena ini anak ketiga,memang memerlukan lebih banyak tenaga. Beberapa obat pun di berikan pada Ajeng,dan berpesan untuk segera kembali ke klinik jika ada keluhan yang tidak bisa di atasi sendiri.

Rahajeng menuruti keinginan Rayhan untuk menutup sebagian usaha bakery nya,tidak semua nya,tetapi hanya menerima pesanan cake saja, yang bisa di kerjakan oleh Anik,tapi tetap quality control di pegang oleh Ajeng. Dalam keseharian nya Ajeng lebih banyak di rumah,hanya aktivitas mengantar jemput sekolah yang masih rutin di lakukan Ajeng. Beberapa bulan terakhir, Rayhan sering kali di tugas kan keluar kota,setelah jabatan nya naik menjadi kepala Divisi. Dalam sebulan,bisa sampai 4 kali Rayhan dinas luar, dan kondisi ini membuat Rayhan mengambil keputusan meminta Tomo dan Istri nya untuk tinggal di rumah, di kamar belakang yang memang dari dulu di setting seperti paviliun,sehingga tidak mengganggu akses si Tuan rumah untuk bisa keluar masuk. Laras si sulung juga sudah sangat membantu Ajeng,dia sangat dewasa dalam bertindak, lebih banyak berpikir terlebih dahulu, baru memutuskan sesuatu. Jika dia melihat Ajeng tampak kecapekan, tanpa di suruh dia akan langsung memijit kaki Ajeng,bahkan menggunakan minyak telon menirukan gerakan tangan Bu Narti,tukang pijat yang biasa di panggil Ajeng ke rumah.

Sepulang menjemput Laras dari Les Bahasa Inggris di sebuah Lembaga kursus di dekat pusat kota,Ajeng langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap sholat magrib dengan anak anak. Rayhan belum pulang waktu itu,karena ada acara pertemuan dengan tamu kantor nya di aula Hotel Melia. Betapa terkejut nya Ajeng saat mendapati darah mengucur cukup deras saat dia hendak buang air kecil,sekuat tenaga memberanikan diri untuk tetap berdiri tegak,dengan 1 tangan berpegang pada dinding kamar mandi dan berupaya berjalan keluar dengan perlahan. Setelah berhasil membaringkan diri nya,Ajeng meraih handphone yang berada di meja kecil samping ranjang,segera di telpon nya Rayhan. Panggilan ke tiga baru Rayhan mengangkat telpon nya,Ajeng pun menceritakan keadaan nya dengan bibir bergetar,badan Ajeng sudah menggigil karena darah semakin terasa banyak keluar. Rayhan menggendong nya,berjalan menuju mobil,dan tetap memangku kepala Ajeng di paha nya,mobil di kemudikan Tomo,sedangkan Laras dan Tiara tetap di rumah di temani Sri,istri nya Tomo. Rayhan berpesan pada Laras untuk menjaga adek nya dan supaya Laras berdoa untuk mama,Rayhan juga berjanji akan segera pulang.

"Placenta Previa"...dokter Agung berkata Lirih,setelah memeriksa kondisi janin Ajeng yang memasuki minggu ke 10, dan meminta perawat untuk memberikan tambahan obat penguat lewat infus yang sudah terpasang sejak dari Ajeng masuk ke Klinik sore tadi. "Ibu harus bed rest,paling tidak 1 bulan ke depan,sambil kita pantau posisi ari ari bergeser atau tetap di bawah ." Rayhan tampak lebih pucat dari biasanya, bagaimanapun dia tidak mau terjadi apa apa antara ibu dan bayi nya. " Jadi ini harus opname dok?"...tanya Ajeng tersendat,dia memikirkan bagaimana Laras dan Tiara yang masih memerlukan dirinya di rumah. Rayhan mengusap kepala Ajeng dan meminta Ajeng menuruti anjuran dokter. "Kita observasi dulu ya bu,paling lama 1 minggu di sini,...Ibu harus bersyukur,Janin ibu kuat,walau tadi terjadi pendarahan hebat," bujuk dokter Agung yang masih melihat tatapan Ajeng menolak di opname. Tak berapa lama,Ajeng di bawa masuk ke ruang perawatan, Rayhan pulang sebentar untuk mengambil baju dan perlengkapan Ajeng. Sedangkan Tomo sedang pergi ke apotek,menebus obat untuk Ajeng yang tidak ada di apotek klinik tersebut. Rayhan memang meminta dokter untuk memberikan obat terbaik untuk Ajeng, dengan konsekuensi harus mencari dan membeli obat ,di luar Apotek yang terdapat di klinik tersebut.

Hari ke lima Rahajeng di rawat, kondisi nya mulai membaik, di receptionist banyak sekali bingkisan berupa bunga,Kue,parcel buah dari teman teman Ajeng maupun Rayhan,sengaja Rayhan membatasi jumlah pengunjung karena Ajeng memang benar benar perlu beristirahat. Beberapa keranjang buah dan kue juga di bagikan kepada perawat dan pegawai klinik,sebagian sudah di bawa pulang oleh Tomo. "Dokter,..boleh ya saya pulang hari ini,pinta Ajeng saat dr Agung Laksono Sp.Og melakukan visit pagi sekitar jam 10.00. Saya lebih bisa istirahat di rumah,dok..sambung Ajeng,..kalo di sini malah kepikiran anak anak terus." Dokter Agung hanya tersenyum dan mengatakan bahwa sebenarnya Ajeng belum boleh pulang karena kadar Hemoglobin nya masih kurang,tapi dokter masih mau melihat perkembangan janin melalui USG pagi itu. "Janin nya masih berkembang aktif,detak jantung nya bagus,tapi placenta masih di bawah,...dokter Agung tampak menghela napas panjang." Setelah meminta Ijin Rayhan yang saat itu sedang berada di Kantor, pihak klinik pun menyiapkan surat pernyataan yang harus di tanda tangani keluarga pasien,karena meminta pulang atas permintaan sendiri. Dokter kembali mengingatkan Rahajeng untuk tidak melakukan aktivitas yang berat,sampai dengan kontrol rutin bulan depan. Obat yang di berikan pun luar biasa banyak,mengingat kondisi fisik di tambah faktor usia Ajeng yang rentan.

Rayhan tidak mengijinkan Ajeng untuk banyak bergerak, sesampainya di rumah,sebuah kursi roda sudah di siapkan Rayhan di garasi. Rutinitas antar jemput sekarang di lakukan oleh Tomo, sedangkan semua pekerjaan rumah di selesaikan oleh Anik dan Sri. " Mas,..aku kok kaya orang bego banget ya,...kalo harus duduk di kursi roda, harus di dorong...gak nyaman banget rasanya," keluh Ajeng yang langsung di tanggapi dengan jari telunjuk Rayhan yang di tempelkan ke bibir Ajeng,pertanda Rayhan tidak mau Ajeng berkata seperti itu. Tak perlu waktu lama, Akhir nya Ajeng sudah terbiasa dengan kursi roda nya,terkadang Sri membawa nya ke depan rumah mereka,dan Ajeng pun sudah tidak mengambil hati tatapan iba orang orang yang tidak tau hal apa yang menimpa nya. "Mama...mama..kaki mama nanti masih bisa jalan jauh kan ma..nanti kan kata nya kita mau ke Borobudur lagi,nanti gimana kalo mama gak kuat jalan,.." celoteh Tiara melihat Laras mendorong kursi roda mama nya ke meja makan. " Makanya....jangan suka minta gendong,..mama tuh sudah gak kuat gendong", sahut Laras, menggoda adek nya yang kadang masih terlihat rasa cemburu karena kehadiran adek baru nya. Rahajeng pun melerai mereka lembut,dan mengingatkan Laras untuk menelpon Ayah nya supaya tidak lupa membelikan Buku di Gramedia Yogya. Rayhan memang sedang tugas luar di yogyakarta selama 5 hari, dia terpaksa meninggalkan Ajeng dengan kondisi seperti ini karena Jabatan nya sebagai kepala divisi yang mengharuskan nya bekerja di luar propinsi.

Hari ke tiga Rayhan berada di kota Yogya,ada rasa menyeruak di hati kecil Ajeng,seperti rasa khawatir yang di balut oleh bongkahan rindu yang tertahan. Khawatir itu timbul, karena dengan kondisi seperti ini, Ajeng tidak bisa menjalankan tugas sebagai seorang istri yang seutuh nya. Sore itu, entah kenapa Ajeng seperti tergerak untuk membuka aplikasi whatsapp web,hal yang sudah lama tidak pernah di lakukan nya,saat muncul keinginan membaca isi pesan whatsapp di handphone milik Rayhan. Ajeng memang memilih aplikasi ini sekadar untuk melakukan self reminder dan menjaga hal hal yang tidak di inginkan. Karakter Rayhan yang terlalu baik terhadap orang lain,terutama rekan kerja wanita,yang di takutkan oleh Ajeng,takut di salah artikan hal yang lain. Setengah terbelalak Rahajeng mendapati pesan whatsapp yang cukup romantis antara Rayhan dengan seorang perempuan cantik,dan Ajeng mengenal perempuan itu adalah mantan pacar Rayhan saat masih di bangku kuliah. Kedua nya berbeda Jurusan,tetapi dalam satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung. Dalam pesan Whatsapp yang nomor nya tidak di save oleh Rayhan,kedua nya saling menyapa hangat,sehangat perhatian Rayhan yang mengingatkan kepada Ririn,nama sang mantan untuk tidak terlambat makan dan minum vitamin,karena di dalam pesan whatsappnya,si Ririn mengatakan agak drop karena kecapekan. Kedua nya juga janjian akan Video call di malam hari nya, dan berupaya untuk ketemuan sebelum Rayhan pulang. Rahajeng menahan rasa gemuruh dalam dadanya,...buliran buliran bening berjatuhan tanpa bisa di tahan. Sebelum menikah,Rayhan memang sudah menceritakan dengan jelas,siapa Ririn,bagaimana dengan kehidupan nya yang kurang bahagia setelah Ririn menikah. Dan akhir nya Ajeng meminta Rayhan untuk memblokir semua medsos serta kontak Ririn di Handphone nya,yang langsung di setujui Rayhan waktu itu. Tapi..sekarang...berarti..Ajeng mengusap air mata nya, bangkit mengambil charge hp nya,dan bermaksud menelpon Ririn,ingin menyampaikan bahwa tidak layak percakapan mereka melalui whatsapp seromantis itu.Tapi hal itu di tahan nya,Ajeng mencoba meredam dengan mematikan handphone dan berusaha memejamkan mata,walau pusing yang melanda akibat tangis yang tak kunjung reda.

Rayhan merasakan senyum yang berbeda saat dirinya kembali dari Yogya, masuk ke kamar dengan membawa kotak Bakpia Kurniasari dan menaruh nya di meja kecil dekat ranjang.Rahajeng hanya menatapnya di atas kursi roda nya,langsung menanyakan bagaimana pertemuan nya dengan Ririn. Bukan nya mendapat pengakuan,Ajeng masih harus menambah luka dengan kemarahan Rayhan tiba tiba. "Gimana aku bisa kerja dengan tenang kalo handphone ku kamu sadap, atau aku pakai handphone jadul aja sekarang biar kamu puas?...iya..." kata Rayhan dengan keras,yang langsung di jawab Ajeng bahwa yang Ajeng inginkan adalah komitmen Rayhan untuk tidak pernah membuka akses lagi untuk Ririn...itu saja mas,"...isak Ajeng tertahan,...dulu kamu sendiri yang komit, saat awal kita nikah,...tapi ya sudah lah,kalo aku di anggap salah,...kata Ajeng lirih sambil berupaya menggerakkan sendiri kursi rodanya keluar kamar. Rayhan masih terdiam di kamar,tidak berusaha mengikuti Rahajeng yang keluar kamar. Dia masih agak keberatan jika privacy nya di ganggu,tapi di satu sisi Rayhan mengakui feeling Ajeng sangat kuat jika terjadi sesuatu yang mengganggu ketenangan nya dalam berumah tangga. Dulu sewaktu ada pegawai baru yang memang super ramah dan gestur nya selalu lengket dengan rekan kerja pria, Ajeng juga yang menemukan pesan yang memang agak kurang pantas di handphone nya. Ari nama nya,memang gaya bicara nya manja sekali,mungkin agak kurang di perhatikan oleh suami nya,sehingga dia ingin di perlakukan lebih dari sekedar rekan kerja oleh beberapa teman pria nya. Sampai akhir nya si Ari di pindah ke divisi lain oleh pak Zaenal yang merasa kurang nyaman juga dengan sikap nya.

Malam hari nya saat Rayhan dan Ajeng pulang dari klinik dr Agung untuk kontrol rutin, Rayhan meminta maaf,dia mengakui khilaf telah menghubungi Ririn,jujur Rayhan menyampaikan kekhawatiran nya pada Ririn setelah mendengar cerita dari Dadang teman seangkatan nya yang sampai sekarang masih kontak dengan Ririn. Dadang bilang bahwa Kondisi Ririn saat itu memprihatinkan,suami nya terjerat hutang,di tambah dengan penyakit yang di derita Ririn semakin kronis,maka nya Aku cuma ingin menguatkan hati nya,supaya dia tetap semangat sampai mendapatkan laki laki terbaik,...iya dia memang lagi mengurus cerai saat ini...penjelasan Rayhan panjang lebar. Rahajeng tidak menggubris nya,dia merasakan perut nya yang semakin besar dan sering membuat nya sesak napas. Dalam lamunan Ajeng dia bergumam,memang kecantikan dan pesona Ririn Luar Biasa,..postur nya yang semampai,paras yang cantik,gaya nya sejajar dengan foto model papan atas. Ajeng mengakui itu,sebagai wanita dia pun kagum dengan kecantikan Ririn yang sangat sempurna,dan berusaha memahami bahwa dia lah mantan terindah Rayhan. Turun dari mobil,Ajeng berusaha berjalan sendiri, bagaimanapun dia tidak mau sangat bergantung pada orang lain,pada Rayhan sekalipun. Posisi ari ari sudah sedikit bergeser,tidak menutupi jalan lahir, demikian kata dokter Agung tadi,menambah semangat Ajeng untuk melakukan aktivitas sendiri,walau dengan sangat hati hati. Rayhan hanya bisa memandang dan membiarkan Ajeng berjalan pelan memasuki rumah,di sambut Sri di pintu garasi. Rayhan menyadari kesalahan nya tapi berupaya mencari win win solution yang terbaik. Seandai nya almarhum Bapak Ririn,tidak berpesan untuk menjaga Ririn sebelum meninggal,mungkin dia tidak akan sejauh ini peduli dengan Ririn. Ya...setelah bapak nya meninggal,ibu Ririn menjodohkan Ririn dengan lelaki yang jauh lebih mapan dari nya waktu itu,dan berakhir tragis dengan cerita yang di kabar kan Dadang saat menemui nya di yogya minggu yang lalu.

Rayhan mengajukan permohonan kepada pak Zaenal sang atasan ,untuk tidak di tugas kan keluar kota beberapa saat ini. Dia sangat menghargai perasaan Rahajeng,apalagi kondisi kehamilan nya yang mengharuskan Ajeng untuk tetap prima baik fisik maupun psikis. Berbagai cara Rayhan lakukan untuk mengembalikan kepercayaan Ajeng yang sempat terluka oleh nya. Rayhan memberikan kejutan buat Ajeng dengan membelikan tiket untuk sang Mertua,bu Hartati untuk menemani nya saat persalinan. Rayhan paham betul perasaan Ajeng yang tidak punya satu pun keluarga di sini. Satu satu nya kakak perempuan nya,mbak Dewi seperti nya juga sampai saat ini belum bisa menerima kehadiran Ajeng sepenuh nya,mungkin karena mbak Dewi sudah terlanjur sayang dengan Gita,gadis belia yang sempat di pacari nya,sudah kenal dekat dengan keluarga nya, dan Rayhan lebih memilih Ajeng sebagai pilihan terakhir nya.

Di bulan ke sembilan,Ajeng lebih sering berjalan kaki di sekitar Rumah,walau hanya sebentar,tapi setiap hari di sempatkan nya untuk berjalan sekitar 15 menit. Kedua kaki nya sudah terlihat bengkak,dan dokter pun mengingat kan untuk mengurangi kadar garam. Rayhan lebih sering terlihat di rumah,beberapa persiapan peralatan bayi sudah tertata rapi. Di dalam kamar,di samping ranjang terlihat sebuah box bayi berwarna putih yang baru di beli Rayhan beberapa hari yang lalu. Walau sudah tahu jenis kelamin bayi nya laki laki melalui beberapa kali USG,tapi Rayhan tetap menginginkan warna putih untuk box bayi lelaki nya,...biar akhlak nya tetap bersih,itu alasan nya memilih warna putih. Sebuah tas berisi perlengkapan untuk persalinan juga sudah disiapkan Ajeng di atas lemari di kamar. Sebenar nya dokter menganjurkan operasi caesar untuk lebih aman nya,tetapi Ajeng berusaha mencoba melahirkan normal seperti Laras dan Tiara dulu.

Hari yang di nanti pun tiba. Dari malam menjelang lebaran idul adha waktu itu,Ajeng sudah tidak nyenyak tidur,beberapa kali dia merasakan kontraksi tapi masih dalam hitungan per 2 jam. Sekitar jam 03.00 dini hari,Ajeng sudah mulai merasakan kontraksi tiap setengah jam. Mereka berdua memutuskan untuk berangkat ke klinik setelah sebelum nya Rayhan menelpon asisten dokter Agung. Ibunda Rahajeng baru bisa terbang besok pagi karena mendadak pesawat di cancel karena kondisi cuaca kurang kondusif. Jam setengah 6 pagi,dokter Agung pun datang setelah mendapat laporan dari bidan klinik,bahwa kontraksi dan pembukaan jalan lahir Rahajeng cukup bagus, sehingga dokter memutus kan untuk mencoba persalinan normal. "Ibu yang kuat yaa..ini baby nya besar,jadi nanti bantu saya ya,biar bisa lancar semua nya,"...kata dokter pelan. Rayhan terus menggengam erat tangan Ajeng dan mengusap pinggang setiap kali Ajeng merasa kesakitan. " Ayo ma...pasti bisa..mama kuat kok..bisik Rayhan lirih saat dokter mulai menyuruh Ajeng mengejan. Begitu upaya memgejan kedua kali nya gagal, dokter meminta Ajeng menarik napas panjang dulu. " kalo ibu sudah siap,kasih tau saya ya," pinta nya. Rahajeng pun bersiap,menguatkan diri sambil tak henti berdoa,memohon kelancaran untuk anak ketiga nya. Dan kali ini, dengan perjuangan yang cukup panjang,di sertai peluh yang terus mengucur di dahi,bayi laki laki dengan berat 3900gram itu pun lahir. "Alhamdulillah....terima kasih dok,kata Rayhan bergetar sambil mengecup kening istri nya, mengucap syukur yang tak terhingga,karena dua anak perempuan nya akan lengkap dengan 1 lelaki kecil nya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post