Nurprawita Ratni

Guru matematika di kota Malang. Suka membaca dan sedang belajar menulis...

Selengkapnya
Navigasi Web

Berawal Dari Rasa Terpaksa

# 153

Ada kalanya hal yang tak disukai, pada akhirnya menjadi sesuatu yang bermanfaat. Ungkapan itu berlaku dalam hidupku. Guru, profesi yang semula tak kusukai, pada akhirnya justru membuat hidupku penuh warna. Allah berkehendak aku menjadi guru, meski aku tak menginginkannya.

Usiaku sangat muda kala itu. Dorongan orang tua agar aku mencoba profesi ini, membuatku berangkat ke tempat tugas. Tak ingin menjadi anak durhaka, aku menjalani saran orang tuaku. Sebuah desa di lereng Gunung Bromo, menjadi tempat awalku mengabdi. Pemandangannya indah bak lukisan, penduduknya ramah. Gadis-gadisnya berpipi merah, akibat mentari menampakkan teriknya.

Butuh perjuangan beradaptasi dengan lingkungan yang sepi, tanpa listrik, udara dingin menusuk tulang. Kontras sekali dengan tempat asalku, Surabaya yang berhias hiruk pikuk dan udara panas menyengat. Tak ada kesulitan yang berarti, melayani peserta didik anak-anak desa yang lugu dan polos. Melihat semangat mereka untuk belajar, meski fasiltas terbatas, membuatku jatuh cinta pada profesi guru. Sejak itu kuluruskan niat, dunia pendidikan adalah ladang amalku.

Tiga tahun aku mengabdi di SMP Negeri Tutur, Pasuruan. Berikutnya aku pindah ke Malang, mengikuti keluarga. Waktu terus bergulir, duniapun merangkak menyongsong era baru. Kemajuan teknologi membuat hidup semakin mudah dan cepat. Secara umum perilaku masyarakat juga berubah. Mulai dari pola pikir, tutur kata dan pola hidup. Budi pekerti mulai luntur, daya juang menurun, kecintaan akan negeri dan budaya mulai terkikis. Budaya luar menjadi kegemaran, terutama dikalangan anak muda. Semua itu menjadi tantangan tersendiri bagiku,selalu pendidik.

Ada kejadian yang sangat berkesan. Seperti biasa, sebelum mulai pembelajaran, kuawali dengan afirmasi. Kebetulan waktu itu menjelang Hari Pahlawan. Kuminta salah satu peserta didikku untuk menyanyikan lagu Gugur Bunga. Ternyata anak tersebut tidak bisa menyanyikan. Kutunjuk dua peserta didik lain, ternyata sama, tidak bisa menyanyikan. Kunyanyikan satu bait sebagai contoh, kutanyakan kepada seluruh peserta didik, adakah yang bisa menyanyikan? Semangatku luruh, tak satupun dari tiga puluh peserta didik yang bisa. Padahal mereka begitu cekatan berjingkrak-jingkrak kala menyanyikan lagu negeri tetangga.

Akhirnya kutegaskan pada mereka, bahwa pada pertemuan berikutnya, setiap paserta didik wajib menyanyikan lagu Gugur Bunga secara bergilir. Awalnya berbagai alasan mereka kemukakan, lagunya kuno, tak hafal syair dan lain sebagainya. Tetapi mereka terpaksa menerima, ketika kuungkapkan, bagi yang tidak memenuhi kewajiban harus menyerahkan denda . Denda tersebut masuk ke kas kelas, nominalnya sesuai kesepakatan kelas.

Sesuai kesepakatan, pada pertemuan berikutnya, mereka kuminta menyanyikan lagu Gugur Bunga secara berkelompok, agar tak menyita banyak waktu. Ternyata hanya satu peserta didik yang harus membayar denda. Setelah selesai, kuajak mereka untuk menelaah syair lagunya, iramanya, agar mereka meresapi bahwa lagu itu tak kalah indah dengan lagu-lagu negeri tetangga. Dengan cara ini, aku berharap tumbuh kecintaan terhadap karya bangsa sendiri. Sekian tahun berlalu, ternyata apa yang kulakukan amat berkesan di hati mereka. Hal itu mereka ungkapkan disaat ada kesempatan bertemu kembali.

Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Pandemi yang melanda dunia, ikut memporak-porandakan dunia pendidikan. Kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran secara daring, menyebabkan terjadinya kegelisahan peserta didik, orang tua dan guru. Semua dipaksa untuk berkutat dengan dunia teknologi, sebagai salah satu sarana agar memudahkan terjadinya komunikasi. Mau tak mau, sebagai pendidik akupun harus belajar. Tak mudah belajar disaat usia tak lagi muda. Dengan kemauan dan ketekunan akhirnya rasa senang kudapatkan, ketika mampu membuat video pembelajaran, dengan berbagai aplikasi. Setidaknya, peserta didikku terbantu dengan tayangan yang kusiapkan, meski raga tak bertemu. Dalam keterpaksaan,yang semula tidak bisa berubah menjadi bisa.

Malang, 10112021

Biodata Penulis :

Saya lahir di Surabaya, 21 Juni 1961 dengan nama Nurprawita Ratni. Tahun 1982 menjadi PNS sebagai guru matematika di SMP Negeri Tutur, Pasuruan. Tahun 1985 pindah ke kota Malang , bertugas di SMP Negeri 9 Malang. Sekarang sudah menikmati masa purna bhakti. Senang membaca dan menulis.

Email : [email protected], WA 081805061226

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post