Menemukan Kehilangan tanpa Menghilangkan Temuan
Rasa penasaran bercampur sedikit jengkel terkadang muncul ketika kita tidak bisa menemukan barang yang kita butuhkan. Kita??? Iya, kita. Saya dan juga pembaca tulisan ini. Apalagi jika raibnya barang tadi terjadi di saat kita sedang terburu-buru ke suatu acara atau tempat kerja.
Bahkan, terkadang ingin sekali menahan laju jarumnya detik dan menit selama beberapa saat agar kita bisa sedikit leluasa untuk merekonstruksi kembali bagaimana kejadian hilangnya barang tadi dan mengapa hal itu bisa terjadi kepada kita.
Seiring bertambahnya usia, bakat asli kita sebagai manusia seringkali hadir begitu saja. Kunci sepeda motor yang beberapa saat yang lalu masih di tempat biasanya kok tiba-tiba menghilang begitu saja. Padahal, di lain sisi kita harus secepat mungkin sampai di suatu acara.
Setelah bolak-balik mencari kesana kemari dan bertanya kepada anak-anak dan istri, keberadaan kunci satu-satunya itu tetap tak kunjung terdeteksi. Ealah, ternyata sudah kita masukkan ke saku celana sebelah kiri. Masih lumayan jika kita punya satu kunci serep yang selalu siap dipakai jika kunci utama sedang tak jelas keberadaannya. Jadi, kita hanya perlu mengambil kunci cadangan tadi dan menggunakannya agar bisa mulai secepatnya melanglang buana.
Namun demikian, akan ada rasa lega bercampur gembira jika kita bisa menemukan barang yang ketlisut—istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebut barang yang tidak kita ketahui keberadaannya karena lupa di mana menaruhnya—tadi tiba-tiba tertangkap oleh kedua bola mata kita. Alhamdulillah.
Sesaat sebelum berangkat kerja pagi tadi, hal semacam itulah yang saya alami. Sebuah buku LKS tipis yang sudah lebih dari dua bulan hilang ternyata terselip di antara dokumen-dokumen penting lainnya. Padahal, sebelumnya sudah saya lakukan pelacakan ke segenap penjuru rumah hingga ke tempat fotokopi langganan.
Kejadian tersebut langsung mengingatkan saya terhadap sistem yang diterapkan di Jepang dalam menangani barang-barang yang hilang. Negara Jepang memiliki sistem penanganan barang hilang dan temuan yang oleh BBC.com dianggap sangat bagus dalam sebuah berita yang berjudul Japan's Super Effective Lost and Found.
Jepang memiliki semacam pos polisi yang disebut Koban. Di tempat tersebut, selain menangani masalah lalu lintas, kriminalitas, dan kewenangan polisi pada umumnya, petugas kepolisian juga menerima penitipan barang temuan dan laporan kehilangan. Masyarakat yang kehilangan suatu barang bisa melaporkannya di tempat tersebut. Begitu pula bagi masyarakat yang menemukan suatu barang.
Dengan menerapkan sistem tersebut, barang yang hilang di Jepang seringkali bisa kembali kepada pemiliknya pada hari yang sama. Artinya, banyak barang hilang yang pada akhirnya bisa kembali kepada sang pemilik setelah dilaporkan di Koban tadi.
Sebagai contoh, dalam hal kemungkinan kembali ke pemiliknya, ponsel menduduki peringkat pertama dengan prosentase 90%. Disusul oleh dompet dengan prosentase 70%. Sedangkan dokumen-dokumen penting seperti SIM, kartu asuransi kesehatan, kartu kredit, dan lain sebagainya menyusul di urutan ketiga. Payung berada di urutan yang terakhir, dengan prosentase hanya 1%. Besar kemungkinan karena payung terbilang murah, maka tidak banyak orang yang mencarinya jika hilang.
Uniknya, jika dalam waktu tiga bulan tidak ada seorang pun yang mengakui bahwa barang tersebut miliknya, orang yang menemukan diperbolehkan untuk memilikinya. Namun jika tidak diambil oleh orang yang menemukan, barang tersebut akan diserahkan ke pihak kota dan dijual pada acara lelang.
Sistem tersebut bisa berjalan dengan baik atas kerjasama banyak pihak. Masyarakat yang peduli, petugas kepolisian yang ramah dan suka membantu, serta mental dan moral masyarakat Jepang yang bagus dalam menyikapi barang temuan. Bahkan sejak kecil anak-anak diajarkan untuk mengembalikan barang temuan.
Sistem semacam itu bukan tidak mungkin untuk diterapkan di Indonesia mengingat bahwa sebenarnya bangsa kita juga tergolong bangsa yang cinta perdamaian dan suka menolong kepada sesama yang membutuhkan. Jika semua pihak mau dan berusaha untuk mewujudkannya, saya pikir Indonesia juga bisa.
Akan tetapi, jika memang benar-benar diterapkan dan diberlakukan di negara kita jangan sedikit-sedikit membuat laporan kehilangan. Rasanya kurang tepat kalau ikan pindang atau ayam goreng yang dibawa lari kucing tetangga dilaporkan juga sebagai barang yang hilang. Ya, kan? Kalau laporan semacam itu diterima dan dicatat, bisa-bisa masyarakat juga akan melaporkan bahwa mereka telah kehilangan layangan karena benangnya putus.
Nganjuk, 31 Januari 2022
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar