Menggapai Mimpi (Part 1)
#TantanganGurusiana
Tantangan hari ke-5
Di sebuah desa, hiduplah seorang anak yang bernama Alfan. Ia berasal dari keluarga yang tidak mampu. Ayahnya hanya seorang petani yang berpendidikan tidak lulus SD, dan ibunya seorang buruh tani yang juga berpendidikan tidak lulus SD. Alfan memiliki 5 saudara kandung yang jika di malam hari akan tidur kumpul bersama layaknya seperti tenda pengungsian. Walaupun demikian, ia memiliki keinginan yang kuat untuk mengubah nasibnya yakni dengan belajar sungguh-sungguh. Ia yakin dengan ilmu mampu mengubah keadaan. Alfan menuntut ilmu di Madrasah Ibtidaiyah, dan di sore hari ia juga menuntut ilmu di Madrasah Diniyah.
Aktifitas rutin setiap pagi yang ia lakukan adalah bangun pagi dan melaksanakan sholat subuh. Ia bersama kakaknya selalu membantu ibunya memasak di dapur. Tugas utama yang ia lakukan adalah menjaga api agar selalu menyala di tungku dapur (pawon) bersama kakaknya.
“Alfan, nanti sehabis sholat subuh kamu jaga tungku dapur ya. Ibu yang memasak biar cepet matang ya” ungkap Ibu
“Ya, bu” jawab Alfan
Masakan yang dimasak ibu pun menunya selalu sama, yakni masakan tempe. Walaupun sederhana, tetapi mereka merasa bersyukur karena sudah diberi kenikmatan yang sangat berharga, yakni kesehatan. Sambil menjaga tungku dapur, ia memanfaatkan waktu untuk membaca buku tentang materi yang telah diberikan di sekolah. Ia selalu meyakinkan diri, selama ada usaha sungguh-sungguh pasti suatu saat akan berhasil. Begitu juga dengan belajar, ia yakin akan membawa suatu keadaan nasib yang lebih baik.
Ketika makanan sudah matang, mereka pun bersiap-siap untuk melaksanakan aktifitasnya masing-masing. Alfan dan kakaknya sarapan pagi dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah bersama-sama. Ayahnya pergi ke sawah untuk bertani sedangkan ibunya pergi ke sawah sebagai buruh tani bekerja di sawah milik orang lain. Alfan memahami bahwa orang tuanya bukanlah orang yang bergelimang harta, melainkan orang tidak memiliki apa-apa. Hanya sekedar rumah untuk berteduh panasnya terik matahari dan dinginnya hujan yang mengguyur. Setelah sarapan, mereka berdua pun bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Mereka berdua pun meminta ijin ke Ibu sambil meminta uang saku.
“Hari ini kalian tidak ada uang saku. Uang ini cuma buat beli lauk nanti siang” ucap Ibu sambil memelas
“Ya, bu” jawab kakak
“Bu, hari ini ditagih bayaran buku LKS. Bayarnya kapan bu?” tanya Alfan
“Nanti ya, kalau ibu atau bapak dapat uang nanti buat bayar buku” jawab Ibu
Mereka berdua pun akhirnya berangkat sekolah tanpa ada yang membawa uang saku. Hal seperti ini sering kali mereka alami, namun ini semua demi mencari ilmu. Mereka rela tidak membawa uang saku asalkan bisa sekolah. Mereka pun yakin bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan harus melewati panas perihnya kehidupan. Pepatah mengatakan “berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian” begitulah kiranya kehidupan yang ia alami semasa kecil.
Sebagai anak desa pada umumnya, pada sore hari kami berangkat sekolah di Madrasah Diniyah. Orang tua kami sering berpesan agar belajar ilmu agama sejak dini karena sangat penting sebagai pondasi kehidupan manusia. Bagaimanapun keadaannya kami harus mencari ilmu agama sebagai bekal untuk beribadah. Alfan belajar agama 4 tahun di Madrasah Diniyah Awaliyah dan 2 tahun di tingkat wustho. Sebenarnya ketika sudah memasuki tingkat wustho banyak teman-temannya yang keluar sekolah karena malas belajar agama. Namun, demi masa depan ia pun bertahan sampai lulus tingkat wustho.
Di waktu malam setelah sholat maghrib, Alfan pun mengaji ke rumah ustadz di daerah sekitar rumahnya. Mereka di ajari mengaji Alqur’an dari mulai mengenal huruf hijaiyah, makhorijul huruf, tajwid (hukum bacaan dalam alqur’an), sampai pada tata cara sholat dan bacaannya. Ia merasa senang mengaji di sini walaupun aturannya sangat keras. Tentunya bukan secara fisik. Dan dari awal inilah, ia memiliki cita-cita ingin belajar agama lebih lanjut ke pondok pesantren. Alasan utamanya adalah ingin menjadi seorang ustadz yang mampu mengajarkan ilmu agama.
Setelah mengaji dan sholat isya, Alfan dan kakaknya melanjutkan aktifitasnya dengan belajar bersama. Mereka selalu belajar di kamar dan seringnya mereka berdua bermain tebak-tebakan untuk mengasah kemampuanya. Ketika Alfan ada PR, maka sering tanya ke kakak dan ia pun dengan senang hati membantunya. Ketika selesai belajar, mereka pun langsung beranjak ke ranjang tidur yang beralaskan bambu (plupu) yang diberi alas klasa. Tidak lupa mereka berdoa sebelum tidur.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang menyentuh Pak..