Kartini
Hari ke-90 #TantanganGurusiana
"Bunda, kapan pulang? Tini kangen." Tanya Kartini pada bundanya.
Terdengar hela nafas panjang dari sang bunda. "Maaf, sayang. Bunda belum bisa pulang. Tini baik-baik ya di rumah bersama ayah." Nada bicara Bunda seolah tegar. Padahal tidak.
Bunda yang baru saja beres jaga dan melepas APD di rumah sakit, berlinang air mata. Sungguh ia pun rindu dengan keluarga kecilnya. Bohong jika ia tidak ingin pulang. Namun di hadapan putri semata wayangnya, ia harus tegar.
Kartini memandang wajah ayahnya, seolah mencari pembela. Bisakah ayah bujuk bunda agar pulang ke rumah sekali saja? Sorot mata Kartini berbicara. Pandangannya melekat pada mata sang ayah.
Ayah berusaha tersenyum dan menggeleng. "Ayah mau bicara dengan bunda. Boleh?"
Kartini lesu sambil menyerahkan gawai pada ayahnya. Ayah memberi isyarat agar Kartini menjauh. Kedua orangtuanya mungkin akan membicarakan hal penting.
Kartini pun melangkah gontai ke kamarnya. Ia merebahkan badannya. Pikiran Kartini terfokus pada sang Bunda. Sudah hampir satu bulan Bunda tidak pulang.
Kartini merasa sepi walau pun ada ayah di rumah. Bagi gadis kecil kelas 4 itu, sosok sang Bunda tidak dapat digantikan dengan yang lain.
Bunda bekerja sebagai perawat. Karena wabah covid-19, Bunda jadi bagian garda terdepan dalam menanggulangi para pasien Corona.
Awalnya Kartini tidak memahami bahayanya virus tersebut. Tapi seiring waktu, korban meninggal semakin banyak, barulah ia sadar, nyawa bundanya pun dalam bahaya akibat virus tersebut.
Kartini tadinya berontak, tidak mau Bundanya ikut andil dalam memerangi virus ini. Semua teman-temannya diam di rumah dengan keluarga lengkap. Menghabiskan waktu di rumah bersama ayah bunda. Mengapa Kartini tidak boleh merasakan hal itu? Bahkan untuk pulang satu hari saja, sang Bunda tidak mengabulkan keinginannya.
"Bun, bagaimana keadaanmu?"
"Alhamdulillah sehat, Ayah. Bunda kuat berkat kalian. Kalian semangat bunda."
Ayah terdiam, "Suaramu kok agak serak? Mengapa?"
Bunda tersentak. Suaminya termasuk orang yang teliti. "Tidak apa-apa, ayah. Bunda hanya kecapean. Kan habis jaga."
"Jangan bohong ya, sayang. Jujur lebih baik walau pun pahit." Ayah berkata tegas.
"Ya, ayah. Doakan Bunda."
"Ya, Bun. Ayah dan Kartini disini mengharapkan kamu bisa pulang dengan sehat dan selamat. Tolong pertimbangkan permintaanku tadi "
Percakapan mereka pun berakhir.
Ayah menutup gawai dan menemui Kartini di kamarnya. Kartini sedang melihat foto keluarga. Air matanya menetes. Ia tidak sadar bahwa ayahnya sudah berada di sampingnya.
"Nak, doakan bunda selalu ya. Insya Allah, nanti kita bisa berkumpul lagi. Lengkap." Ayah memeluk Kartini.
Keesokan harinya, Kartini bangun pagi seperti biasa. Waktu baru menunjukkan pukul 05.30
Tiba-tiba gawainya berbunyi, tanda ada pesan masuk. Kartini membuka pesan dengan malas. Matanya terbelalak saat membaca pesan tersebut.
"Anak Bunda yang cantik, sudah bangun, kan? Keluar, Nak. Bunda ada di depan gerbang."
Buru-buru Kartini beranjak dari tempat tidurnya, "Ayaaaaah! Bunda pulang."
Ayah rupanya sudah ada di ruang tamu, tersenyum pada Kartini.
"Ayah sudah tahu, ya?" Tebak Kartini. Ia sedikit kesal. Tapi rasa rindu terhadap sang bunda lebih besar. Sekejap saja Kartini melupakan kekesalan pada ayahnya.
"Bundaaa!" Kartini memanggil Bundanya di depan teras.
Bunda yang berdiri di balik pagar tersenyum, melambaikan tangan.
Bunda memberi isyarat untuk berbicara melalui gawai.
Kartini mengerutkan kening. Bingung. Mengapa bunda tidak masuk ke dalam rumah saja?
"Sayang, maaf bunda baru datang hari ini."
"Nggak apa-apa, Bun. Ayo masuk, Bun. Tini pengen peluk Bunda." Mata Kartini mulai berkaca-kaca. Tiba-tiba saja ia merasakan feeling tidak enak.
Bunda tersenyum lagi, "sayang, kamu tahu mengapa namamu Kartini?"
"Tahu. Karena Bunda ingin aku seperti pahlawan Kartini."
"Pintar! Bunda yakin, anak bunda akan tumbuh menjadi anak yang kuat, mandiri dan membanggakan bagi ayah dan bunda."
Kartini mulai menangis. Sudah sedekat ini, mengapa Bunda tetap tidak masuk? Apa Bunda tidak kangen padanya?
"Bunda kangen sayang. Percayalah. Makanya Bunda izin sebentar dari Rumah Sakit untuk menemuimu." Bunda menjawab sebelum anaknya bertanya. "Maaf, Bunda tidak bisa masuk. Bunda harus jaga jarak. Demi keselamatan keluarga kita ya, nak."
Ayah mengusap punggung Kartini. "Sayang, kamu sudah mengerti kan bahayanya virus Corona? Bunda berdiri di sana bukan berarti tidak kangen."
Kartini mengusap air matanya. "Tini kangen, Bunda. Kangen.."
Bunda akhirnya meneteskan air matanya, namun buru-buru diseka. "Doakan Bunda ya, Nak. Nanti Bunda izin lagi tuk menemuimu ya. Kartiniku tidak boleh cengeng, harus tegar. Doakan Bunda ya, sayang."
Kartini mengangguk. Walau raganya masih berontak ingin berlari ke arah Bunda, memeluk Bunda sebentaar saja.
"Jaga kesehatan Bunda, ya. Tini menanti di rumah bersama Ayah."
Bunda tersenyum, "Siap, Kartiniku!"
Sekian cerita dari Kartini yang sabar menanti kepulangan bundanya. Masih banyak 'Kartini-kartini' lain di dunia ini yang menorehkan kisah teladan. Semoga di Hari Kartini ini, semua 'Kartini' yang berada di garda depan virus Corona tetap sehat dan kuat sampai wabah ini musnah!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
cerita yang keren
Terimakasih, Bun.
Keren deh
Terimakasih Bu Ros.
cerita yang mengharu biru saat mereka sebagai perawat atau dokter ada seperrti itu...ikut trenyuh..mereka rentan terpapar corona.dan tdk bisa berkumpul dengan keluaraga...cerita yang bagus bu...salam hormat
Kartini harus kuat seperti namanya. Menyentuh sekali.
Terimakasih sudah mampir. Salam literasi.
Aamiin
Terimakasih sudah mampir, bunda. Salam literasi.
Aamiin.Barakallah bunda
Aamiin. Terimakasih sudah mampir, bunda.
Keren ceritanya
Terimakasih sudah mampir ya, Bun.