Pernah Jadi Penerbang
Matahari sejak pagi malu untuk menampakkan diri dengan berselimut awan. Diiringi oleh semilir angin gunung yang turun ke desa –desa, tak membuat langkahku berhenti untuk melakukan rutinitas selepas bermain dan belajar dengan anak-anak.Menyapu kelas bersama anak-anak, mengepel adalah khusus tugas bu gurunya. Selesai membersihkan lantai kelas cukup membuat keringat mengalir hangat.
Sejenak istirahat sambil membuka smartphone yang telah kurang lebih 60 menit tertidur. Mengecek apakah ada informasi penting dari setiap grup yang ada. Tak ada informasi yang harus segera ditindak lanjuti, lanjut melihat status WA. Satu persatu status hanya kulihat sekilas, namun siang ini ada yang membuat mataku terbelalak dan pikiranku terbawa pada belasan tahun lalu.
Terlihat sebuah foto beberapa anak putri berdiri diatas panggung, berseragam baju panjang motif bunga, bersarung warna biru dan kerudung putih membalut wajah yang masih lugu. Ada empat anak di barisan depan membawa rebana: saya, Rif’ah, Anifah, dan Laila. Di barisan depan itulah kami beraksi menjadi penerbang. Penerbang ?
Rebana atau trebang alias terbang begitulah orang desa kami menyebutnya, adalah salah satu kesenian yang diajarkan di pondok pesantren juga tempat pengajian Az –Zahro. Menjadi penabuh terbang atau penerbang mengiringi vokal grup bersholawat adalah kegiatan yang menyenangkan. Setiap Hari Jum’at bakda dzuhur kami berlatih supaya jadi penerbang yang baik, tak lama waktu yang dibutuhkan kelompok kami untuk berlatih jadi penerbang hanya sebulan sudah bisa memainkan rebana mengiringi temannya bersholawat. Penabuh terbang harus dapat menyesuaikan pukulan rebana dengan nada atau lagu dari sholawat yang dibawakan oleh sang vokal.
Menjadi penerbang dapat melatih keterampilan dan kekuatan tangan. Selain itu juga melatih kepekaan perasaan karena harus dapat mengolah dan menandai di bagian syair sholawat yang mana harus menabuh dengan kekuatan yang kuat atau dengan agak lemah. Dengan tempo cepat atau dengan tempo lambat. Meskipun menjadi penerbang dapat membuat telapan tangan kapalan (kulitnya menebal) tetapi menjadi pengalaman tersendiri mulai dari pengalaman menyedihkan sampai menyenangkan saat dapat tampil di setiap acara ponpes dan yayasan, atau saat dapat undangan dari lembaga lain ataupun perseorangan yang sedang punya kegiatan atau hajatan pengajian.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah pernah jadi penerbang nih. Wkkk sukses selalu. Yukk nulis terus.
Keren banget ulasannya, Mbak Nury. Saya kira penerbang yang naik pesawat terbang. Hehe ... sukses deh.
Wah terima kasih ulasannya mbk Nury. Mengingatkan saya juga dulu sempat jadi penerbang di grup pengajian ibu-ibu di kampung saya. Tapi dulu saya masih single liLLah lho...haha..Sukses selalu mbakyu.