Nuriyanah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Akhir untuk Fatah

Akhir untuk Fatah

Pagi ini siswa SD N Prasasti Wetan tidak belajar dalam kelas. Semua siswa kelas 1, 2 dan 3 sudah siap berbaris sebelum berangkat jalan belajar bersama mengenal alam sekitar. Wajah berseri –seri menyambut sinar Mentari pagi yang mengiringi cericit burung pipit di sekitar desa. Termasuk ketiga gurunya yang semua perempuan.

“Anak- anak, kita sudah menempuh separuh perjalanan, kita istirahat dulu. Keluarkan bekal kalian, kita makan bersama sambil ya….?” Kataku pada murid – murid.

“ Ya Bu…..”jawab anak-anak serempak

“ Nak Fatah, kamu suka minum minuman bersoda seperti ini ? “ tanyaku pada siswa yang selalu pulang terakhir daripada anak yang lain.

“ Iya Bu, tapi tidak sering tapi saya suka” jawab Fatah.

“ Coba anak- anakku sayang, sambil makan dengarkan ibu. Anak –anak jangan sering –sering minum minuman bersoda begini ya…” jelasku .

“ Kenapa Bu?” Tanya salah satu anak.

“Ya bagus, pinter.” Sahut Bu Wiwit

“ Karena zat dalam soda tersebut dapat mengikat kalsium di tubuh kita, sehingga kurang baik untuk tulang.”

“ Bu Guru, saya minumnya susu dan teh.. .. “ seorang anak putri berwajah polos memberitahu.

“ Bagus itu, tetapi ndak pake botol dot lagi to?” kataku bergurau padanya

“ Mboten Bu, kan sudah kelas I itu dulu waktu saya TK.. “ sambil tersenyum sipu Sania menimpali gurauanku.

“Oh… gitu…”

Dengan jalan tertatih – tatih Fatah tetap menikmati belajar di luar kelas bersama temannya. Sejak awal ia sakit saya ijinkan dia untuk tidak ikut ketika belajar diluar kelas. Namun ia tetap memaksa ikut.

“Nak Fatah, kalau kakinya sakit bu guru gendong saja sini…!” kataku.

“Tidak usah , Bu..”jawabnya.

“Wah.. la yen Bu Ana yang nggendong, Fatah mikir –mikir, ya apa tidak Tah ? “ gurau Bu Dina sambil mencubit lengan bu Ana yang tipis.

Beberapa meter kami melanjutkan perjalanan, Fatah tampak tertatih –tatih menyeret kakinya.

“Fatah, Bu Dina gendong sini” kata Bu dina sambil langsung mengangkat badan anak seberat 20 Kg itu.

Setelah siang itu Fatah di gendong Bu Dina, ia tak hadir di kelas selama tiga hari. Pasti karena sakit di kakinya yang telah berminggu minggu tak kunjung sembuh. Itulah anakku di sekolah yang sejak 3 tahun lalu telah di tinggal ibunya mengadu nasib menjadi TKI di tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ayah dan neneknya hanya seorang desa tahu kalau keseleo di pijatkan atau diurut ke dukun pijat bayi desa.

“Andika,” panggilku memastikan kehadiran muridku

“Fatah.” Panggilku menghafal semua muridku sampai 25 anak.

“Bu guru, mas Fatah sudah dua hari di bawa ke Blorong bu katanya di pijatkan” sela Soaebah yang rumahnya berdekatan dengan Fatah. Lima hari tak terdengar celoteh Fatah bermain mengurutkan Abjad setelah selesai pelajaran sambil menunggu aku menyapu kelas. Sepulang sekolah aku sempatkan menjenguk Fatah diantar Soaebah. Napasku terengah setelah berjalan 700 meter dari sekolah dengan medan naik turun bukit. “Assalamu’alaikum”

“Ngalaikumsalam, monggo.. EeBuguru. Monggo Pinarak Bu*..” Seorang perempuan berambut putih dengan kain jarik kawung yang telah pudar warnanya dimakan waktu.

“ Fatah wonten Mbah…?” **

“ Niko Bu wonten kamar.”***mengantarku sampai kamar dengan dipan bamboo berkasur usang dan lusuh.

“Fatah… bagaimana keadaanmu, Nak?” aku duduk disampingnya

“Baik Bu,.” Salim mencium tanganku. Aku menghiburnya beberapa menit dengan Soaebah.

“Boleh lihat kakimu, Nak?” tanyaku.

Fatah menaikkan celana panjangnya sampai lutut. Astaghfirullahhal’adzim, batinku kaget melihat kakinya yang semakin besar dari sebelumnya.

seorang laki-laki seusiaku datang menyalamiku.

Sudah dari tadi Bu” tanya ayah Fatah

“Ya Pak, setengah jam tadi. Katanya kemarin sudah dibawa ke tukang pijat, Pak. Bagaimana keterangan tukang pijatnya Pak?”

“ Katanya itu kaki patah tulang kecilnya Bu. Besok dua hari setelah jamu habis disuruh kesana lagi.” Jelas ayah Fatah.

“Tapi kok bengkak lebih besar dari sebelumnya ya Pak, kenapa ya ?”

“Itu tidak apa-apa kata tukang pijatnya, nanti akan kempes sendiri setelah satu bulan.”

“Apa tidak sebaiknya diperiksakan ke dokter untuk di rontgen di RSUD saja Pak?”

“ Kulo obat ke alternative saja Bu,” jawab ayah Fatah singkat.

Aku mengerti, maklum dengan keadaan orangtua Fatah dan tidak bisa memaksa. Setelah dua hari kelas I menjenguk Fatah. Namun keadaan Fatah selalu mengusik hatiku untuk datang mengetahui perkembangannya.

“ Pak Ru, tolong aku diantar ke rumah Fatah. Ia sudah tiga minggu tidak masuk karena sakit kakinya bengkak”. Pintaku pada pak Rubaedi rekan kerjaku orang asli desa Prasasti.

“ Ya, tapi jangan lama-lama. Ntar jam 2 siang ada rapat di kelurahan.” Jawabnya.

Sesampainya di rumah Fatah, aku langsung menyambangi Fatah.

“ Ya Allah, kakimu Nak” air mataku pecah melihat kaki Fatah yang telah dua kali lebih besar dari sebelumnya.

Pak Ruri kemudian masuk melihat keadaan fatah, ia pun terperanjat melihat kaki anak kecil itu.

“Kok sampai sebesar itu, apa tidak diobatkan to ? kok sampai begini”kata pak Ru pada ayah fatah

“Njenengan punya jamkesmas apa jamkesda dari kelurahan apa tidak?” tanya Pak Ru

“Punya” jawab ayahnya

“Kalo punya digunakan, bawa saja fatah ke RSUD”.

“Tapi Pak, saya tidak tahu ngurusnya dan ndak punya uang banyak untuk beaya lain-lain di RS “. Jelasnya

“Sini tak uruskan, besok siap –siap saja untuk bawa Fatah ke RS.” Pak Ru meminta kartu jamkesmas, KK dan KTP ayah fatah.

Akhirnya Fatah berhasil dibawa ke RSUD Enggal Saras.Tetapi malang, semua ruangan penuh, Fatah ditempatkan di lobi dekat Musholla RS yang agak luas. Sedihnya lagi, pihak RS tidak dapat mengobati penyakit nya yang ternyata sudah parah infeksi dalam tulang kaki. Ia harus dirujuk ke RS Ortopedi Solo yang fasilitasnya lengkap untuk penyakit tulang. Sampai di RSO Solo ia mendapt penanganan langsung dan cepat. Dokter memberitahu bahwa ia harus segera di amputasi karena virus telah masuk dalam sumsung tulang kecilnya.

“Saya tidak ingin kaki anak saya di potong , Dok. Apa tidak ada cara alin untuk kesembuhan anak saya?.” Ayah Fatah menunduk.

“Ada Pak, tetapi mohon maaf RS ini tidak memiliki obat tersebut Pak. Yang ada hanya di Jakarta dan RS Tulang Surabaya”, jelas Dokter Lord.

Dokter menjelaskan semua alternative kesembuhan dan efek samping dari setiap pengobatan medis yang ada. Dua hari di RSO Solo, belum sempat aku menjenguk ke RS fatah dibawa pulang paksa ayahnya.

Aku berharap Fatah sudah membaik dari sakitnya.

“Pak, kalo memang harus pengobatan ke Surabaya kami pihak sekolah akan membantu semaksimal mungkin.” Jelasku di dampingi Pak Ru yang mengantarku siang itu.

“Iya Bu, Pak, terima kasih”

Senin seusai Upacara semua siswa dan warga sekolah telah mengumpulkan sumbangan untuk Fatah.

“ Nak, Fatah…ini teman –teman datang menjengukmu, mereka kangen dengan tawa canda bersama”.

Kataku membangunkan fatah yang sedang istirahat.

Aku dan anak kelas I menjenguk untuk ketiga kalinya selama Fatah sakit.

“ Pak, mohon diterima ini sebagai ongkos ke Surabaya. Kalau Fatah tidak segera diobatkan lagi kan kasihan…”kataku.

Pak Ru lama memberi penjelasan bahwa ia akan mengusahakan donatur untuk pengobatan Fatah.

Masih kutangisi dalam batin nasib anak didikku yang harus menahan sakit dri virus yang terus menggerogoti sum –sum tulangnya. Kini kaki fatah lima kali lebih besar dari ukuran kaki anak normal seusianya. Ku hibur layaknya seperti anak ku sendir. Hanya doa dari teman yang menguatkan Fatah, ia semakin sakit karena rasa rindu pada ibunya tak kunjung pulang.

Akhirnya Zukoh sang ibu datang setelah 5 tahun tidak pernah ada disamping anaknya,

“Saya Zukoh, ibunya Fatah, apakah fatah dapat raport Bu?” tanya seorang wanita berjilbab besar

“Dapat Bu, sebentar” Kuambilkan laporan hasi belajar di mejaku.

Wanita usia dua puluh lima tahun itu bertanya perihal sakit Fatah dan menceritakan kalau ayah fatah tidak setuju dengan amputasi kaki fatah. Bahkan ayah fatah akan menuntut siapapun yang berani mengobatkan Fatah jika sampai kaki anaknya di potong. Zukoh masih menangis di depanku, ketika kuceritakan sesuai cerita anaknya saat kutanya tentang awal sakitnya. Semua berawal ketika fatah jatuh tertimpa badan motor pamannya, tetapi ia takut bilang , takut di marahi lelaki yang sering menyakiti nya jika ia tak patuh pada perintahnya.

Selama Zukoh di rumah aku selalu memantau keadaan fatah denan komunikasi telepon seluler.

Aku miris mendengar cerita Zukoh yang akan di tuntut suaminya karena ia berusaha supaya kaki anaknya di amputasi saja demi kesembuhan anaknya

“ Kata dokternya kemarin, Fatah punya waktu seminggu semoga virus tidak menyebar Bu” jelasnya padaku.

Dokter menjelaskan kalau tidak diamputasi kakinya virus bisa menyebar dan berakibat fatal.

“ Kulo nuwun , Wilujeng enjang Bu guru”.

“Nggih,” jawabku singkat

“Ibu, kulo mriki paring kabar bilih anak murid ibu sampun kondur ten Gusti”. Jelas paman Fatah.

Seketika leleh butiran hangat dimataku. Ku hubungi kepala sekolah dan guru perihal kepulangan Fatah untuk selamanya. Sekolah pulang awal, semua guru dan beberapa siswa ikut melayat atas meninggalnya salah satu murid di SD Prasasti Wetan.

Semua guru dan siswa pulang setelah upacara pemberangkatan jenazah. Namun aku sengaja ikut ke pamakaman untuk mengantar murid spesial ini. Dalam setiap langkah kulantunkan doa semoga Fatah husnul khotimah.Masih tersisa tanya saat kutaburkan bunga dipusara Fatah, mengapa ayah Fatah tidak memperbolehkan kakinya diamptuasi untuk keselamatan anaknya.

(Oleh: Nuri)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post