Jam Rawan
Hari Ke 140
Benar kata pak Leck Murman dan beberapa sahabat yang lain, bahwa jangan psoting di jam-jam rawan. Banyak resiko yang akan didapat bila seperti itu. Beberapa hari ini dialami sendiri oleh saya. Ketika bulan Ramadhan, menulis rutin pagi hari setelah tadarus subuh. Hal itu karena tidak ada lagi pekerjaan rumah. Tidak harus menyiapkan masak untuk makan pagi. Atau bersih-bersih alat memasak. Semua sudah dikerjakan selepas makan sahur. Si sulung yang bertugas mencuci semua perkakas bekas masak dan makan sahur. Bapaknya bagian buang sampah dan mengepel lantai.
Lha sekarang pasca lebaran, jadwal berubah. Pagi-pagi selepas solat subuh dan tadarus, harus segera turun dapur. Semua pekerjaan yang berhubungan dengan isi perut suadah melambai mesra. Pekerjaan rutin si sulungpun sudah mulai diabaikan. Alhasil, mamak lagi yang harus tempur. Meskipun sekarang tidak lagi disibukkan dengan persiapan kerja seperti waktu normal, tapi kesibukan di dalam rumah mah selalu ada.
Maka akhirnya, kegiatan menulispun mulai gak teratur. Seperti hari ini saja, selepas masak, mamak harus sudah siap-siap berangkat ke sekolah karena tugas. Jam 13.30 baru pulang, sampai rumah. Karena namanya kerja, ternyata lelah juga ya. Malas-malasan sambil membaca buku dan majalah Sunda Midang yang dibawa dari sekolah. Ternyata disana ada tulisan sahabat kita, Bunda Teti Tryani dan Kota Tasikmalaya yang sudah senior. Tulisannya sangat apik, enak dibaca, kosa katanya banyak. Pokoke mah ciamik lah.
Mulanya hanya membaca judulnya saja. Peuting ka-Janarinakeun judulnya. Belum dilihat siapa pengarangnya. Ketika akan membaca isinya, tarang... Ku : Teti Taryani. Wah ini mah jelas Bunda kita yang sudah tidak asing lagi. Bahasa Sunda gaess…. Kisahnya misteri. Asik membacanya. Alurnya apik, settingnya juga sangat lengkap. Tapi gak aneh. Secara beliau kan guru Bahasa Indonesia. Yang sudah biasa menulis sesuai kaidah menulis. Bahasa Sunda, karena beliau pituin urang Sunda. Sunda-nya Sunda bingits.. Gada Jawa-jawanya kayak saya. Atau Minang, atau Batak, atau Dayak dan yang lainnya. Mungkin..lho.. Kalau ada, boleh klarifikasi di kolom komen ya bun..
Nah tinggal menulisnya kok sudah terasa lelah sekali. Tambah lagi lambungnya kok ya berontak. Setelah sebulan di atur menu makan dan jadwal makannya, kini sudah bebas dari puasa Ramadhan, makanan apapun, kapanpun masuk perut. Akhirnya krodit. Hingga tulisan ini diturunkan, masih terasa sesak napasnya, tubuhnya lelah, karena sore tadi tidak bisa istirahat menahan sakitnya.
Sekarang, kini.. jam rawan, biasanya lalu lintas di Gurusiana sangat padat merayap, ramai. Banyak yang tayang pada jam-jam ini. Atau malah jaringan yang bermasalah. Maka kadang suka ada yang bilang, neng Si-ana ngambek ya. Jaim ya, jutek gak mau di singgahi. Bismillah.. niat saya tayang. Semoga lancar jaya, bebas hambatan. Jadilah tulisan hari ini dengan judul Jam Rawan.
Salam literasi, salam sehat.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren Bu...kapok menulis di jam rawan...sport jantung melebihi saat habis mengayuh sepeda he he
Betul.. Tapi kadang pagi-pagi belum ada ide, siang belum, masih ada waktu. Eh masuk magrib, belum nulis juga..
Masya Allah, alhamdulilah ada mak enin dalam tulisan Bunda Nur yang keren ini. Suka baca Sunda Midang juga ya, Bun? Tulisan yang dibuat di jam rawan ini membuat enin tersanjung. Seperti tulisan curhatn, tapi sangat memikat. Iya,mah enin mah Sunda tulen. Dari kecil, di rumah bacaannya Mangle dan koran Giwangkara. Makanya lebih banyak tulisan Sunda daripada Indonesia. Hanya karena Gurusianalah sekarang menulis tiap hari dalam bahasa Indonesia.
Sunda Midang langganan sekolah ma nin. Dari kecil juga saya biasa baca Mangle dan Pikiran Rakyat. Tapi saya suku Jawa asli. Pake medok juga. Tambah sekolah lamjutan dan kuliah di Semarang. Sodara sampai anak saya kuliah di Surabaya. Jadi tulisan bahasa daerah saya sangat gado-gado. Gal enak dibaca
Para penulis handal.. Ibu2 keren... Inspiratif banget..
Bun Rochma bahkan sangat keyyen.. Trimakasih bunda..
Keren ibu Teti Taryani dan ibu Nurhayati yang mengulasnya
Hemm kebetulan di sekolah ketemu dengan majalah kesayangan orang Sunda bun Her.. Saya sangat senang bacanya. Dan tanpa saya duga ada ma nin Teti. Wah.. Alhamdulillah punya ide tulisan.. Lumayan lah...