Ajarkan Anakku Mengenal Warna (Tantangan Menulis Hari Ke-9)
Setahun yang lalu saat penerimaan rapor. Gegap gempita langkah anak anak menuju sekolah yang didampingi orang tua masing masing. Suasana begitu riuh rendah, mereka bersemangat ingin menerima rapor penilaian selama 6 bulan terakhir. Bahkan banyak yang tidak rela rapor diserahkan ke mama atau papanya, "saya saja bu guru, di situ kan ada nama saya", sahut Khansa, si anak cerdas.
"Ya sudah nak, ini rapornya Khansa", sambil memberikan senyum terbaik.
Momen seperti ini adalah sesuatu yang sakral bagi seorang guru. Kita bisa saling mengenal lebih dalam dengan orang tua siswa. Yang tadinya jarang ketemu atau bahkan tidak pernah sama sekali, akhirnya bisa bercerita lama, saling sharing tentang anak yang bersangkutan. Dan tak jarang pembahasan bisa melenceng jauh menjadi ajang curhat curhatan. Seperti yang kualami saat itu, ada satu orang tua yang bercerita lama sekali, curhat seputar anaknya. Dan tugas saya menjadi pendengar yang baik hingga melahirkan semburat senyum di paras sang mama.
Semua guru sibuk menghadapi orang tua siswa. Ada yang bercengkrama seakan mereka adalah sepasang sahabat, serta sesekali tertawa lepas, mungkin mereka sedang membahas kelakuan lucu si anak. Ada juga yang hanya datang, duduk, dan mengiyakan setiap apa yang disampaikan guru, kemudian tak hentinya melirik jam yg ada di tangannya, "oh mungkin ibu ini lagi sibuk", kataku dalam hati. Terakhir, model orang tua yang tegas dan to the point, betul betul memperhatikan perkembangan anaknya, model inilah yang banyak disegani oleh guru.
Seperti itulah serba serbi anak paud saat acara penerimaan rapor berlangsung. Semua bahagia, bisa tertawa dan bercanda bersama, baik dengan guru ataupun orang tua sang anak didik. Bahkan ada yg datangnya komplit, bersama ayah, ibu, saudara, kakek dan neneknya. Terpancar paras bahagia dari wajah sang nenek, sambil berkata "Saya neneknya Rasyid Bu guru, salam kenal", seraya menimpali senyuman nenek saya berucap, "Salam kenal juga bu, dan selamat datang di sekolah ananda", sambil merangkulnya dengan sedikit kehangatan.
Dibalik keseruan hari itu, tiba tiba mata tertuju pada satu pemandangan yang cukup menggetarkan hati, ada seorang ayah yang datang sambil dituntun oleh anaknya, ibu guru kemudian mempersilahkannya duduk. Seperti orang tua lainnya, ibu guru menyampaikan tentang perkembangan sang anak, sampai tibalah giliran Ayahnya untuk berbicara, sederhana tapi begitu menyayat perasaan
"Kadang anak saya bertanya soal warna baju yang ia kenakan setiap hari ke sekolah, tapi sungguh kami tidak bisa menjawabnya bu, dengan keadaan saya dan istri yang buta seperti ini, saya harap ibu yang bisa mengajarinya di sekolah".
Pilu rasanya, dan tidak sadar pipi saya basah karena air mata. Di dunia ini masih ada orang yang kurang beruntung dari kita, tapi mereka selalu semangat menjalani hidup, bahkan berjuang demi pendidikan anaknya. Kemudian sepasang ayah dan anak itu berlalu meninggalkan kami, saat ingin memgambil sendal, sang anak membantu memasangkan sendal ayahnya.
"Oh Tuhan, rintihku dalam hati."
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar