Cumbu Rumbai Sajadah (10)
POV: Kesepakatan Sidang Pertama
Oleh : Nur Aisiyah
Minggu akhir mendekati penilaian akhir tahun menjadi hari yang amat menyibukkan bagi dewan guru. Selain memastikan materi harus tersampaikan semua Kami juga sibuk merapikan, menagih ke siswa bagi yang masih mempunyai tanggungan tugas tugas dan memasukkan nilai nilai penilaian harian ke dalam file penilaian.
Disela sela kesibukan ini masih kami sempatkan untuk sekedar ngrumpi di bawah pohon asem atau joglo kenangan. Joglo kenangan adalah bangunan mirip gardu yang disusun berderet deret. Atap joglo terbuat dari batang padi yang sudah kering yang disusun bertumpuk. Dinding joglo dari batang bambu sepanjang satu setengah meter. Sedangkan lantainya terbuat dari papan. Saat istirahat biasanya menjadi tempat favorit anak anak untuk bercengkrama. Entah siapa yang memulai bangunan ini kemudian dikenal dengan sebutan Joglo Kenangan. Mungkin santri disini berharap perjuangan nyantri selama di pesantren ini menjadi kenangan seumur hidup. Meski mereka sudah pulang ke kampung halamannya masing masing.
Terdapat lima joglo di sisi kanan jalan menuju ruang kelas bagian belakang. Dan enam joglo dekat lapangan. Diantara joglo ditanami pohon sawo kecik. Angin yang berhembus dari sawah penduduk di seberang sungai menambah hawa adem yang menghadirkan pemandangan yang menyejukkan.
“Bu Dawiyah sudah baca undangan rapat di grop telegram belum?” Bu Mirah menyela obrolan kami.
Siang itu kami duduk duduk di salah satu joglo kenangan yang kebetulan kosong. Ada Bu Dawiyah, Bu Mirah, Bu Kusuma, aku dan beberapa teman lainnya. Kebetulan aku bawa camilan dari rumah.
“Ada to? Belum tuh!’
Seketika semua membuka hape. Mata mereka sibuk ke layar. Sementara jempol menari nari mengeja apakah nama mereka tersangkut pada undangan rapat kali ini. Beruangkali menyecroll dan memastikan. Terdapat delapan guru putri, empat guru putra, wakil kepala madrasah dan staf TU sebagai peserta rapat yang akan dilaksanakan hari kamis lusa.
Undangan konfirmasi atas anak anak guru yang bersekolah dan atau mondok diluar lembaga
“Apa maksud undangan bapak kepala sekolah ini?” Dengan mulut yang masih mengunyah Bu Kusuma menyela.
“Ya, mana kita tahu. Yang pasti kan memang anak anak kita semuanya tidak sekolah disini.” Tuturku.
“Tapi untuk apa? Perkara anak sekolah dimana itu kan ranah rumah tangga kita masing masing?”
“Toh selama ini tidak dipermasalahkan pun tidak ada perjanjian diawal kerja kita. Iya, Kan?”
“Betul juga sih. Kenapa juga baru dipermasalahkan sekarang?”
“Kita sama sama tidak tahu apa maksudnya. Dlihat besok saja. Yang penting siapkan mental saja.”
Suara kami bersahutan sama lain. Suasana berubah. Semuanya nampak tak berselera lagi menghabiskan sisa setengah bungkus kripik pisang yang dibiarkan terbuka.
“Untuk aku pasti nggak ada?”
“Ya iyalah. nikahnya saja baru bulan kemarin!”
Mbak Nila yang alumni pondok berusaha mencairkan suasana dengan nada kemayunya malah kena skak mat Bu Rossa.
“Sudah sudah, jangan berpikir yang macam macam dulu. Habiskan cemilan dulu. Husnudzon saja.”
@@@
Kamis, 1 Juli 2021
Pukul 10 pagi
Lantai 2 Kelas Literasi
Menjadi tempat dilaksanakan rapat istimewa. Kami menamakan rapat istimewa karena baru kali ini diadakan rapat dengan agenda seperti ini. Selama ini agenda rapat pasti ada sangkut pautnya dengan urusan sekolah.
Para dewan guru yang terdiri dari bapak bapak dan sebagian wakil kepala madrasah yang sudah lebih dulu hadir mengumpul di sudut belakang ruang. Suaranya tak terdengar jelas. Hanya seperti dengungan tawon yang berputar putar. Sementara sebagian besar ibu ibu asyik bergumul dengan hapenya masing masing. Atau lebih memilih ngobrol dengan teman terdekatnya.
Peserta rapat nampaknya sudah hadir semua. Tak berapa lama Pak Dewa masuk ruang rapat. Membawa beberapa stopmap hijau entah apa isinya. Mengambil posisi duduk dideretan paling depan menghadap kami ditemani Pak Danu.
Pak Sindu diminta Pak Dewa untuk menutup korden jendela kelas. Kipas angin dinyalakan. Rapat kali ini dipimpin langsung oleh Pak Dewa selaku kepala Sekolah.
“Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Selamat pagi semuanya.”
Hening
Sunyi
Kusenggol Bu Naima agar meletakkan hapenya dan berkonsentrasi mendengarkan penjelasan Pak Dewa.
“Hari ini bapak ibu guru saya kumpulkan disini karena ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan.’
Tak ada sahutan. Hanya anggukan beberapa kepala saja.
“Menindaklanjuti himbauan dari bapak pengasuh pesantren kita. Yang juga telah disampaikan secara deskriptif pada kegiatan kegiatan pesantren. Berulang kali. Dan juga karena saya selaku kepala madrasah diberikan kewenangan kebijaksanaan. Maka lembaga kita ini perlu melakukan sebuah langkah demi keberlangsungan pesantren kita. Terutama lembaga kita SMP Ngangsu Kawruh."
“Menjamurnya sekoah sekolah dibawah naungan pesantren di kota kita menjadi sebuah ancaman bagi kita. Lihat saja dibagian utara, selatan, timur dan barat. Sudah terlihat progress yang luar biasa.”
Hening
Pak Dewa membuka selembar kertas.
“Kemarin staf TU sudah mendata guru guru yang anaknya tidak bersekolah di lembaga kita ini. Saya heran saja kepada bapak dan ibu guru. Ibarat kita itu jualan rawon. Sama sama rawonnya koq masih pengen rawon jualannya orang lain.” Mata Pak Dewa menelisik dan menatap wajah kami satu persatu. Aku memilih memalingkan keluar jendela. Meski yang kulihat hanya korden kelas itu.
Diam.
Kami betul betul harus menyimak dan mendengarkan arahan dari Pak Dewa. Suaranya yang kalem dan lirih. Memaksa kami harus memicingkan telinga agar tidak salah tafsir. Tak lupa mencatatnya.
“Saya sudah menyediakan satu lembar surat pernyataan yang menyatakan bahwa bapak ibu telah melanggar kode etik pasal 4 subpasal menyekolahkan anak dilembaga lain. Dan selembar kertas kosong. Bapak ibu harus menuliskan kronologi dan alasan anak bapak ibu bersekolah dilembaga lain dilembar kosong ini. Semuanya saya letakkan dalam stopmap hijau. Selanjutnya surat pernyataan dan keterangan kronologi ini akan kami haturkan kepada bapak pengasuh. Silahkan ditunggu bagaimana keputusan yang dijatuhkan kepada bapak ibu semua nantinya.”
Seketika ruangan riuh. Sebagian ada yang kebingungan. Tidak mengira agenda rapat kali ini mengulik hak pribadi mereka. Kami saling toleh. Saling bisik berdiskusi dengan suara rendah. Dibelakangku Bu Kusuma menangkupkan wajah mereka ke bangku. Aku sendiri? Lebih memilih diam saja. Pikiranku kosong.
“Baiklah, apakah ada yang bertanya?” Pak Dewa menenangkan suasana.
Keheningan menguar.
Bu Dawiyah mengangkat tangan.
“Untuk anak anak yang terlanjur sekolah diluar. Apakah wajib mutasi? Atau seperti apa?”
“Saya tidak mewajibkan mutasi. Hanya menyarankan. Toh tidak mukim atau laju dari rumah tidak apa apa.”
“Kalau anak saya yang sudah SMA diluar apakah harus mutasi? Atau anak kami yang mau SMA apakah wajib bersekolah di sini?”
Pesantren ini juga menaungi lembaga SMA, yaitu SMA Ibu Pertiwi.
“Karena bapak dan ibu mengajarnya tingkat SMP berarti yang wajib sekolah disini adalah yang tingkat SMP saja.” Kali ini suara Pak Dewa terdengar jelas. Sorot matanya menggantung beban. Entah apa.
Kami manggut manggut.
“Baik, kalau tidak ada yang ditanyakan lagi. Saya akan mengakhiri rapat hari ini. Pak Danu surat pernyataan dan lembar klarifikasi ini tolong dibagikan.”
Pak Danu membagikan stpmap hijau itu kepada kami.
“Saya tunggu kedua lembar yang telah bapak ibu isi ini satu minggu dari sekarang. Dimeja saya, ya!”
Pak Dewa meninggalkan ruangan setelah memastikan semuanya telah menerima stopmap hijau. Langkahnya tergesa sekali.
Kelas Literasi menjadi saksi atas sidang kami hari ini. Korden dan bangku merekam apa yang terjadi hari ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap Bu tulisannya. Salam literasi. Izin follow
Monggo...ini proyek novel. Doakan lancar ya...terimakasih
Menyentuh
Ini belum klimaknya lho bunda...tunggu lanjurannya ya. Terimakasih sdh mampir
Siap menunggu