Cumbu Rumbai Sajadah (1)
Oleh : Nur Aisiyah
Kubaca undangan itu entah untuk yang keberapa kali. Kuamati dan kucerna setiap kalimat disitu. Undangan dari kepala sekolahku ini sepertinya tak biasa. Tertera didalamnya beberapa Waka dan staf TU.
Aku baru saja terlelap sesaat sepulang dari acara syukuran di sekolahku, tiba tiba terdengar notif WA. Aku lupa mensilentkan hpku rupanya. Malam itu sekitar jam satu malam. Setelah membaca isi undangan itu aku beranjak untuk sholat malam. Walaupun penat meremuk badan. Namun setelah kedatangan notif WA tadi rasanya hatiku tak enak. Sudah 16 tahun aku berprofesi sebagai guru madrasah. Dan undangan tadi mengusikku. Sepanjang sholat kucoba meredam gemuruh didada. Teringat salah satu status WA temanku yang menulis "tidak ada peperangan yang lebih dasyat daripada peperangan di dada sendiri". Aku merasa tersindir.
Selesai sholat dan berdoa aku masih tepekur diatas sajadah. Kubelai ujung sajadah. Ini adalah mahar saat pernikahan kami. Sudah usang, namun aku selalu mengeluarkan dari lemari dan memakainya saat sholat malam. Terlebih saat ada masalah yang menghimpit. Kuusap rumbaian benang keemasan dan kuurai rumbaian yang terpilin. Inilah hatiku, endapan rasa itu belum terburai. Namun aku sudah dihujani lagi dengan sembilu.
"Nduk, dalam hidup berumah tangga akan banyak masalah yang mendera. Namun disitulah sebenarnya ladang ibadah kita. Semakin banyak ujian maka kita dituntut untuk bersabar, nrimo ing pandum. Dan disaat itulah Alloh menurunkan rejeki kepada kita yaitu sabar. Seperti biji padi yang ditanam. Sabar dihati kitapun akan berbuah jika kita mampu berdamai dengannya." Dengungan pesan ibuku kembali berputar putar dimemoriku.
Ujung mukenaku nampak basah. Karena kupakai membungkam airmata dan mukaku agar isakan ini tidak terdengar suami dan anak anakku yang tertidur lelap.
Aku bangkit dan berjalan menuju ruang tamu. Lampu di ruang itu masih menyala. Itu artinya suamiku belum tidur. Kuintip raut mukanya dari kejauhan. Nampak serius mengetik di hpnya. Mungkin ia sedang merampungkan tulisannya. Rasa rasanya aku tak sanggup untuk bicara dengannya. Bukan tentang undangan tadi. Tapi tentang yang menimpaku sebulan terakhir ini. Meski aku istrinya namun entahlah ada beberapa hal yang terkadang aku berpikir seratus kali untuk menyampaikan kepadanya. Bahkan kepalaku sampai berdenyut denyut.
Tak mampu kulanjutkan langkah ini. Aku mencoba ke kamar dan kembali tidur.
Joglo Batorokatong, 28 Desember 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tulisannya bagus. Salam kenal dan literasi Bunda.
Terimakasih. Sy vakum hampir 6 bln. Ini bismillah.. Belajar memulai lg
Kalau belum curhat belum plong ya Bun, keren ceritanya untaian kata-kata nya penuh makna. Salam kenal sukses selalu buat bunda cantik dan keluarga.
Ah bunda tau saja isi hatiku...heee