Nur Aisiyah

Menjadi guru IPA di MTs Darul Huda Ponorogo sejak tahun 2005 sampai sekarang. Pemerhati lingkungan dan budaya. Tinggal di kabupaten Ponorogo....

Selengkapnya
Navigasi Web
Abakadabra Jejak Pelangi (4)

Abakadabra Jejak Pelangi (4)

Oleh : Nur Aisiyah

Pov : Ibu Pelangi

 

Setiba di kedai Gusti aku sudah melihat keempat temanku duduk mengitari salah satu meja. Di depannya tersaji jus jeruk, kelihatan masih utuh. Kulihat dari kejauhan tak nampak senyum, sekalipun tipis menyambutku. Kuambil kursi lalu bergabung dengan mereka.

"Bagaimana bu Riska?"

"Tadi aku diberi pilihan bu, antara memilih keluar atau memutasikan anakku ke sekolah mereka."

"Lhoh...koq aneh, ya. Sama sama tersandung pelanggaran karena kita dianggap salah telah menyekolahkan anak kita diuar, tetapi putusan pimpinan berbeda beda di antara kita?"

Akhirnya aku tahu bahwa memang putusan yang diberikan pada kami tidaklah sama. Ada yang masih diberi kesempatan untuk mengajar lagi. Ada yang saat SMA wajib menyekolahkan di lembaga sini. Kebetulan memang di sini ada juga sekolah setingkat SMA. Ada yang langsung dieksekusi keluar.

"Kenapa harus aneh? Ingat tidak dulu saat pemanggilan pertama kalian semua mendengar bahwa tidak ada kewajiban memutasi hanya disarankan. Juga ketika salah satu dari kita bertanya apakah saat SMA wajib sekolah di sini? Semua mendengar tidak kan? Lalu kebijakan itu sekarang berubah." Sela bu Alex. Aku lihat bekas embun masih menyisip di sudut matanya. Dia yang selama ini kukenal dengan pribadi periang ternyata bisa menangis juga.

Ingatan kami menelusur sebulan lalu. Dan semua yang dikatakan teman teman benar adanya. Dan sub pasal yang didakwakan itupun sebenarnya secara tertulis tidak ada. Hanya penafsiran secara deskriptif dan klise.

Abakadabra. Dunia memang aneh. Entahlah,,,aneh untuk yang  kesekian kali.

"Sudahlah....bagaimanapun kita mengelak itulah yang terjadi pada kita. Kita, khususnya aku. Aku bukanlah dari kalangan ningrat, tidak punya darah keturunan. Aku hanyalah pengabdi. Berusaha melaksanakan tugas tugasku sebaik mungkin. Sudah berusaha mentaati apapun itu. Karena aku sadar aku hanya buruh.  Kita hanya honorer tidak punya kekuatan hukum, dan setiap saat memang bisa saja disepak."

Mataku menerawang diantara pucuk padi yang mulai menguning. Ingatanku mencoba mengingat awal karierku. Aku diterima dengan apa adanya. Memcoba sepenuh hati mendarmakan apa yang kupunya pada anak anak didikku. Rasanya senang sekali bisa bekerja sesuai keinginan hati nurani. Enam belas tahun bukan waktu yang sebentar. Dan kalaupun harus berakhir, rasanya tak perlu kusesali. Karena sudah kubulatkan keputusan, aku siap diresign dengan segala resikonya. Aku yakin perkara rejeki itu bukan ranahku. Yang terpenting saat ini aku mampu membahagiakan anakku tanpa mengebiri haknya. Sehingga aku tidak merasa bersalah seumur hidupku.

Sebenarnya ini tak adil bagi kami. Namun kami bisa apa?Yang kami yakini adalah ini adalah bagian dari skenarioNya. 

"Bagaimana nanti aku harus menyampaikan ke anakku?" Bu Winda menyela. Entah sudah berapa tissu ia habiskan untuk mengeringkan airmatanya. Aku tahu posisinya sangat sulit. Aku ingat tiga minggu lalu dia sempat cerita kalau putranya menderita magh dan sering kambuh. Makanya bu Winda memasukkan ke sekolah dekat rumah yang tidak fulltime. Berharap hal tersebut sedikit bisa meringankan sakit anaknya.

Semua membisu. Kami menjelajah dengan pikiran kami masing masing. Allohu Robbi, kutatap satu satu netra itu. Mata yang sebelumnya bening penuh harapan. Karena yakin pada hasil pertemuan sebulan lalu. Namun kini diujung kecewa. Haruskah kami betul betul harus bercerai berai? Hanya karena tidak ada opsi yang ditawarkan sebagai sebuah solusi ?

Kurengkuh tangan keempat temanku. Berpaut dalam satu genggaman. Isakan ini tak terelakkan. Kami tak peduli berapa pasang mata mengarah ke kami.

Bu Sukma lirih berkata, "Setelah ini kita harus pulang. Kita harus memberitahu pada keluarga kita. Meski berat tetap harus kita sampaikan. Yakinlah Alloh bersama kita. Mungkin saat ini kita merasa terdzolimi. Tapi yakinlah suatu hari Alloh pasti membalas pengorbanan kita. Kita adalah ibu tangguh. Yang selalu menomorsatukan kebahagiaan anak anak kita. Yakinlah suatu hari, kita, anak kita dan keluarga kita akan tersenyum dengan keputusan ini."

Aku merasa genggaman tangan ini semakin erat. Bahu kami berguncang. Beberapa saat tak ada yang bersuara. Hanya terdengar isakan. 

Tenggorokanku rasanya masih tercekat. Namun kupaksakan membuka suara.

"Begitu berat ternyata menggulawentah anak. Aku tak tahu ini ujian atau musibah. Tapi akupun percaya kita adalah pelangi bagi anak anak kita. Yang bisa menghapus kegalauan karena sang hujan. Pelangi yang setiap saat memberi warna kehidupan. Tidak hanya satu tapi beragam warna. Dan dibalik warna pelangi, ada yang paling dirindukan oleh anak anak kita, yaitu ridho kita. Ridho Seorang ibu kepada anak anaknya."

Alhamdulillah,, kami akhirnya bisa sedikit tenang. Setelah ini kami sepakat, mesk sudah tidak bekerja dalam satu tempat. Kami akan tetap menjaga silaturahmi. Meski kami belum tahu akhir dari takdir hari ini. 

 

#salam teruntuk semua teman temanku, ibu hebat dari anak anak hebat. Alloh tak salah pilih menjadikan kalian ibu tangguh yang tak takut menerima takdir. Kenangan ini pasti indah buat kita. Percayalah🥰🥰🥰

Graha Sekar Telon, 28 Agustus 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen keren

28 Aug
Balas

Makasih...bundaku

28 Aug

Mengesankan sekali... Tabah ya bu..

29 Aug
Balas

Hiks...injih...mngke nawi panen duren. Kulo dipun kirimi

29 Aug

Penuh dilema, ya Bun?Ceritanya apik. Salam sukses selalu.

28 Aug
Balas

Ya bu..ini kisah sy alami. Jd mngkin mudah menuliskannya

28 Aug

Baca cerpen sebelumnya bun...krn ini cerpen lanjutan

28 Aug



search

New Post