Malam semakin larut. Jam dinding menunjukkan pukul satu dini hari. Kegelisahan hati membuat mata Astri sulit terpejam. Ia begitu mencintai Iwan. Rasa takut kehilangan Iwan sungguh menyiksa batinnya. Meski sudah lama merasakan keanehan sikap Iwan tak membuatnya curiga sedikitpun. Beberapa kali Iwan menggagalkan kencan mereka, menerima panggilan telfon diam-diam dan marah jika ditanyakan telfon dari siapa. Malam ini Astri mencoba mengingatnya kembali dan merendanya mencoba mencari jawaban atas kegalauan di hatinya.”Apakah itu sebabnya,” gumamnya lirih. Sebelas kali Ia menelpon Iwan dan sebelas kali pula jawaban nomor tak bisa dihubungi. Di bukanya tirai kamarnya dan nampak pemandangan malam yang sunyi dari jendela di lantai dua rumahnya itu. Hanya nampak sesekali sorot lampu kendaraan yang melintas di depan rumahnya. Seluruh penghuni rumah yang lain sudah lama terlelap. Astri melangkahkan kaki menuju dapur, menyalakan lampunya dan membuat secangkir coklat panas dan berharap minumannya akan membantu menenangkan hatinya. Dibawanya minumannya kembali ke kamarnya. Sampai tandas isi cangkirnya ternyata tak juga mampu menghilangkan kegalauannya. Hatinya begitu resah.