Norma Dewi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Catatan Ara (2)

Catatan Ara (2)

Hai…masih ingat Ara? Yup, kali pertama kita berjumpa Ara sedikit curhat soal Ayah. Nah sekarang, Ara mau cerita soal kakak-kakak Ara.

Menjadi satu-satunya anak perempuan dalam keluarga, ada enaknya dan ada tidak enaknya. Kalau menurut Ara ya… banyakan enaknya sih! Soal baju misalnya, Ara enggak pernah dapat baju ‘warisan’ seperti Kak Didi; kakak ketiga Ara. Sssttt…bahasanya Ara perhalus ya, soalnya dia bisa murka kalau Ara pakai istilah ‘bekas’. Nah kalau tidak enaknya itu, saat ibu lagi sibuk di dapur, pasti Ara yang disuruh ayah membantu. Mau nangis rasanya kalau kemudian lihat wajah kak Didi yang tersenyum gembira. Hhhh…!

Tetapi Ara bukan mau cerita soal kak Didi yang suka bikin kesal itu. Ara mau cerita soal kak Bambang, kakak sulung Ara. Orangnya jauh dari asyik. Omongnya tidak banyak, sukanya melirik saja. Jangankan Ara, kak Didi yang tidak bisa diam walaupun semenit itu, bisa langsung tenang kalau sudah dapat lirikan kak Bambang. Kalau sudah ‘tidak’ ya tidak saja. Kadang-kadang ayah dan ibu suka protes sama kak Bambang soal sikapnya itu; tetapi sampai sekarang dia tetap kukuh dan berbahagia dengan pendiriannya. Pernah suatu hari kak Bambang disuruh ayah mengantar Ara ke sekolah. Ara terlambat bangun karena perut Ara sakit. Malamnya Ara susah tidur. Mungkin karena terlalu lama berbenahnya, kak Bambang lalu membunyikan klakson sepeda motornya berulang-ulang. Dia baru berhenti saat melihat Ara keluar rumah. Ara cuma bisa menangis sendiri sebab kami hanya berdua pada saat itu.

‘Kenapa kak Bambang tidak sayang sama Ara ya?’ tanyaku. Waktu ibu dengar pertanyaan itu, ibu tersenyum.

‘Saudara kandung pasti saling menyayangi’, begitu kata ibu.

‘Ara rasa kak Bambang tidah pernah menyayangi Ara’, akupun membantah perkataan ibu.

‘Sayang, kamu hanya belum menyadarinya. Sekarang kita pergi ke pasar yuk!’. Percakapan kami tentang kak Bambang pun berakhir.

Aku tetap meyakini bahwa kakak sulungku itu memang tidak menyayangiku seperti dua kakakku yang lain. Hingga suatu hari saat ban sepedaku bocor. Aku yang sejatinya harus pergi ke tempat les dengan bersepeda, terpaksa berjalan kaki sambil menuntun sepedaku. Di tengah perjalanan aku berjumpa dengan seorang teman sekolah. Aku tidak mau berteman dengannya karena dia suka mengganggu anak perempuan. Aku sedikit ketakutan karena dia sedang bersama-sama temannya. Mau berbalik pulang tidak mungkin karena mereka sudah melihatku. ‘Kalau mereka menggangguku, aku kan bisa berteriak minta tolong’, itu yang kukatakan kepada diriku. Akhirnya akupun melanjutkan perjalanan. Akan tetapi, saat mereka melewatiku, mereka hanya diam saja berlalu tanpa suara. Aku yang sudah dalam kesiagaan penuh tentu saja terkejut.

‘Aneh betul…sudah bertaubat kali ya. Alhamdulillah lah…’ pikirku. Aku bisa tiba di tempat kursusku dengan selamat.

Saat aku hendak menaruh sepeda di tempat parkir, aku hampir tidak percaya dengan apa yang kulihat. Kak Bambang sedang tersenyum ke arahku. Dia, kakakku yang kupikir tidak menyayangiku, ternyata sudah mengikutiku sejak banku bocor. Pantas saya kawanku yang tengil itu tidak berani menganggu. Aku hanya bisa melambaikan tangan tanpa sempat mengucapkan terima kasih karena kak Bambang sudah menjauh.

Ternyata ibu benar, darah memang lebih kental…

#tantangangurusiana

#tantanganhariketigapuluh

Foto: https://images.unsplash.com/FS

April7, 2020

22:45

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post