Kepak Sayap Bidadari
Kepak Sayap Bidadari
Terik makin menyengat di luar rumah. Membuat barisan jemuranku kering dengan cepat. Sekarang semua sudah kuangkat, kulipat, dan kumasukkan ke lemari sesuai tempat si pemilik baju-baju itu.
Pakaian kerja suami kurapikan paling awal. Menyusul baju-bajuku. Lalu berurutan baju si sulungku yang ganteng, anak keduaku yang cantik, anak ke tigaku yang tampannya sama seperti kakaknya, dan terakhir baju-baju mungil nan lucu beraneka warna milik si bungsu yang manis.
Lega kulihat lemari pakaian sudah rapi. Beranjak kuambil sapu dan kemoceng. Dengan penuh semangat, kukibaskan semua debu yang hinggap di perabotan dan sampah yang berserakan di lantai. Kalau bersih dan rapi, rumah kecil dan sederhana juga akan terasa lapang dan nyaman. Betul, 'kan?
Pandanganku sekarang terarah ke dapur. Ada tumpukan piring dan popok bayi yang menanti dengan sabar untuk aku sapa dan bersihkan segera. Kurendam terlebih dahulu popok dengan deterjen yang wangi dan melimpah busa sabunnya.
Sambil menunggu zat-zat ajaib dalam sabun meluruhkan kotoran di baju bayiku, kudekati piring-piring kotor. Satu per satu kubelai dengan spon lembut yang sudah dilumuri sabun pembersih lemak beraroma jeruk.
Hmm, aku saja suka mencium kesegarannya. Apalagi piring-piring itu ya. Mereka tentu kegirangan karena semua kotoran yang membuat permukaan badannya kotor, lengket, dan bau amis, akan segera sirna disapu busa-busa berkekuatan super itu. Mereka pun akan cantik dan kinclong lagi. Siap berbaris rapi di rak piring dan memamerkan pesonanya.
Sekarang giliran popok kotor meminta dikucek dan dibilas. Kuambil kursi plastik kecil untuk duduk. Tak kuat kakiku kalau harus berlama-lama jongkok. Satu per satu baju-baju kecil itu kusikat. Kupastikan di setiap bagiannya tak ada lagi noda yang menempel.
Kubilas popok dengan air yang mengalir dari keran. Lalu kumasukkan ke wadah lain yang berisi air yang sudah dicampur pewangi beraroma buah. Bayiku pasti akan merasa nyaman nanti memakai popok yang bersih dan wangi itu. Tidurnya juga pasti akan sangat nyenyak.
Sambil tersenyum bahagia kujemur popok-popok itu di gantungan bundar warna pink. Di bawah terik matahari yang menyengat, kuyakin tak perlu waktu lama pakaian basah itu menjadi kering.
Selesai menjemur, kududuk di karpet ruang tengah. Sepertinya menyenangkan istirahat sejenak sambil melihat tayangan TV. Kuambil remote control dan mulai mencari-cari acara yang seru. Namun, belum juga kutemukan acara yang mengena di hati, terdengar dari kamar suara si bungsu menangis. Oh, rupanya dia sudah bangun. Mungkin popoknya basah, atau dia ingin ASI, atau mungkin dia takut sendirian di kamar.
Setelah kumatikan TV, aku bergegas menghampiri si bungsu. Segera kudekati dia, lalu kutenangkan dengan senyuman dan sapaan penuh suka cita. Seketika tangisnya terhenti. Tangan dan kakinya bergerak-gerak lincah menyambut kehadiranku. Senyum merekah dari wajah mungilnya yang cantik.
Kubaringkan tubuh di samping putriku. Kuberikan ASI dengan pengantar doa-doa kebaikan untuknya. Seraya menatap mata beningnya, kuelus pipinya yang montok kemerahan. Bayiku balas menatapku lembut. Jemari kecilnya berkait erat dengan jemariku. Lama juga bayiku mengisap ASI dengan lahapnya. Hingga dia tertidur lagi.
Perlahan aku turun dari tempat tidur. Aku teringat belum menyiapkan makan siang untuk anak-anakku sepulang sekolah nanti.
Saat sedang mencuci beras, kudengar suara rengekan si bungsu. Dia terbangun lagi. Karena tanggung, kuselesaikan dahulu mencuci beras. Setelah beras masuk ke dalam rice cooker dan lampu merahnya menyala, aku beranjak masuk kembali ke kamar.
Tangis bungsuku makin kencang. Bergegas kuraih dan kugendong dia. Kusodorkan kembali ASI, namun kali ini si bungsu menolak. Dia tetap saja menangis. Kubawa dia keluar kamar mencari udara segar. Kubacakan doa, kusenandungkan lagu, dan kuceritakan aneka dongeng anak. Si bungsu tetap saja merengek.
Aku mulai panik. Tak biasanya dia begini. Kuraba dahinya. Ya Tuhan, dia demam ternyata. Tapi, akibat apa? Tadi dia masih baik-baik saja. Apa perutnya sakit? Atau ada binatang yang menggigit? Atau ada ototnya yang keseleo? Beragam pikiran buruk berkecamuk.
Kubaringkan putri kecilku di atas karpet di ruang tengah. Kuperiksa setiap bagian tubuhnya untuk memastikan tak ada luka atau bagian yang memar. Namun, hanya panas saja yang bisa kuraba dari tubuh mungilnya.
Aku lalu beranjak mengambil selembar kain popok yang bersih lalu kubasahi dengan air keran. Kuperas, lalu kuusap-usap perlahan di wajah dan tubuh bayiku. Berharap sejuknya kain basah itu bisa meredakan demam si kecil. Namun, berulangkali pun kukompres putriku, demamnya tak kunjung turun dan tangisnya tak mau berhenti.
Aku semakin panik. Kugendong si bungsu dan kubawa berayun-ayun menyusuri ruangan di sekeliling rumah. Ketika melewati dapur, tatapku berlabuh pada air di bak mandi. Bening dan sejuknya air seolah melambai-lambai mengajakku mendekat. Mungkin bayiku butuh air yang lebih banyak untuk meredakan demamnya.
Langkahku pasti memasuki kamar mandi. Kuputar keran dan kubiarkan air mengalir deras menimbulkan suara gemericik. Sungguh menenangkan. Lalu kutatap bayi mungilku. Dia berhenti menangis dan tersenyum padaku. Dia seperti yang kegirangan aku dekatkan dengan air yang mengalir itu.
Perlahan kubuka baju si bungsu. Segenggam air kuusapkan ke badannya. Bungsuku terkekeh geli. Aku semakin semangat mencipratkan air ke tubuh mungilnya. Ah, senangnya melihat si cantik ini tertawa.
Perlahan kucelupkan kedua kaki kecilnya ke dalam bak mandi. Bayiku terkekeh. Membuatku semakin bersemangat menceburkan badannya ke dalam bak mandi. Kubiarkan bayiku berenang supaya lebih segar dan demamnya hilang sama sekali.
Berkecipratan tangan mungil bayiku memainkan air. Suara tawanya bergema bersautan dengan suara gemericik air. Membuatku makin bersemangat memandikan si bungsu. Hingga kemudian kuyakin dia tak lagi merasakan panas dan demam, sebab tubuhnya diam dan mengambang dengan tenang. Kulihat senyum tersungging di bibir mungilnya. Mata beningnya seolah mengucapkan terima kasih padaku karena telah menghilangkan panas dari tubuhnya.
Aku pun balas tersenyum padanya. Lalu kuangkat badan mungil si bungsu. Aku terkesima. Dari punggung basahnya merekah sepasang sayap putih yang cantik. Sayap itu terkepak pelan. Lalu perlahan semakin kuat, sampai mengangkat tubuh si bungsu terlepas dari genggaman tanganku. Badan mungilnya yang dingin dan bersih itu terbang perlahan menuju pintu.
Kuikuti kemana tubuh mungil itu terbang. Dia bergerak ringan melewati ruang tengah, lalu ke ruang tamu, dan berhenti di depan pintu keluar. Sepasang mata beningnya menatapku, seolah memintaku untuk membuka pintu itu.
Bergegas kuraih pegangan pintu dan membukanya. Secepat kilat tubuh mungil bayiku melesat terbang keluar. Sekali lagi dia menatapku. Kali ini jari-jari mungilnya yang riang bergerak, melambai-lambai seperti mengucapkan selamat tinggal padaku.
Kubalas lambaian tangannya dengan hati lapang. Sebab, kuyakin bayi mungilku sedang terbang menuju surga. Tempat terbaik yang sudah sepantasnya dia tempati. Tempat yang aman dan nyaman dalam lindungan para bidadari yang akan menjaganya dengan sangat baik. Kutahu dengan pasti sekarang bayi mungilku juga sudah menjelma jadi bidadari kecil dengan kepak sayapnya yang halus dan indah itu.
"Selamat bersenang-senang di surga, sayangku," lirih kubisikkan salam perpisahan pada bayi mungilku yang terbang makin tinggi menembus awan, menemui para bidadari surga, penjaga abadi terbaiknya.
-----
Siang itu warga sekitar dihebohkan dengan suara jerit tangis 3 anak kecil yang minta tolong dari rumah berpagar putih. Ketika mereka datang memeriksa, semua terpekik kaget. Tiga bocah yang berteriak-teriak itu masih mengenakan seragam sekolah. Dua orang sedang duduk di samping kiri dan kanan ibu mereka yang tampak kusut berantakan tengah duduk termenung dengan pandangan kosong seraya berselonjor kaki. Sementara satu orang anak lagi sedang menangis meraung-raung di kamar mandi, menatap sesosok bayi mungil yang sudah kaku mengambang di bak mandi.
-----
Senja yang masih pekat diliputi aura panas peralihan musim kemarau ke musim hujan, ditutup dengan sebuah berita yang mendadak viral: "Ibu Tenggelamkan Anak ke Bak Mandi: Diduga Baby Blues dan Depresi Rawat 4 Anak."
Sukabumi, 21 Oktober 2023
(Peluk erat dalam doa terbaik untuk diriku sendiri dan para ibu di mana pun berada yang sedang berjuang menghadapi badainya masing-masing)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Doa saling menguatkan dalam kehidupan ini
Iya, Ibu. Doa terbaik untuk kita semua, para yg hebat ya.
Keren Bund
Terima kasih banyak sudah berkenan mampir dan menyimak kisah ini, ustaz.
Amin. Wah, mantap sekali ceritanya, Bu Nopi. Salam sukses selalu!
Terima kasih banyak sudah berkenan mampir dan menyimak kisah ini, ibu. Sukses juga untuk ibu ya.
Mantap ulasannya, Bu Nopi