NiningNuriani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PENDIDIKAN KARAKTER : KEROPOS
tetap semangat walau di luar

PENDIDIKAN KARAKTER : KEROPOS

Video seorang pria yang marah di TPS 27 pada minggu ke-3 Februari lalu mendadak viral dan banyak menuai kecaman. Karena mengucapkan kata-kata arogan , jemawa dengan menyebut dan mengerdilkan institusi tertentu. Belum terhapus ingatan kita terhadap video yang sama tentang pegawai Mahkamah Agung di media sosial yang berlanjut ke pemberitaan luas media massa. Tak terima atas tilang Petugas Poslantas , dia mengamuk, mencakar, serta merebut dan melempar ponsel milik anggota . Hal yang sama juga akhirnya bahwa sikap tak terpuji tersebut juga banyak mendapat komentar miring dari netizen lain di Fb.

Kejadian tak terpuji lainnya juga telah terjadi sekitar Awal April 2016 dimana seorang siswi SMA melawan petugas dengan sangat ambisius ketika ditertibkan oleh pihak kepolisian. Usai melaksanakan Ujian Nasional 2016 bersama teman-temannya melakukan corat coret seragam sekolah dengan pesta arak-arakan kendaraan dan suka ria. Bahkan dia nekad mencatut nama deputi pemberantasan Narkoba (BNN) saat itu yang dijabat oleh pamannya untuk mengancam dan melawan petugas. Tak lama berselang atas kejadian tersebut, ayahnya sendiri diduga meninggal karena keterkejutannya terhadap sikap dan reaksi anaknya tersebut. Dua kejadian di atas hanyalah sebagian kekerasan yang kebetulan mendadak viral di media sosial . Kejadian lain sejenis yang kita tangkap langsung dengan indra mata masih banyak berkelidan. Belum lagi umpatan-umpatan dan kata-kata liar yang ada di status fb . semuanya itu mencerminkan lemahnya pendidikan karakter kita.

Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang harus kita perhatikan saat ini, fokus mental dan norma susila yang akhir-akhir ini mengalami dekadensi tak lagi didominasi oleh para pelajar atau anak didik kita namun masyarakat jamak juga terpapar virus dekadensi moral yang merebak tanpa batas. Dan mengalir di sela-sela aliran waktu kehidupan kita. Tanpa kita sadari ekses yang dapat ditimbulkannya. Bersamaan kondisi disorder media online saat ini yang gencar, perlahan dia menyusup, memgontaminasi perilaku budi kita. Lalu siapa yang dapat kita kambing hitamkan pada situasi demikian ? mungkin gawai penyebabnya ? mungkin Guru yang kurang intens menilai perilaku siswanya ?. Mungkin Sekolah yang kegiatannya tak mencerminkan penguatan karakter baik ? .Juga mungkin saja keluarga dalam hal ini orang tua mengabaikannya ?. Bahkan mungkin juga karena me-liarnya globalisasi !

Gambaran tersebut membuka kebenaran bahwa sesungguhnya hantaman dekadensi moral dapat masuk dari segala penjuru dalam keseharian aktivitas kita, bahkan full nonstop 24 jam. Tanpa embargo atau penilangan dari pihak yang kompeten. Guru yang notabene memiliki waktu 8 jam di sekolah tak bisa dipungkiri belum sepenuhnya mampu melaksanakan pembelajaran yang berbasis karakter seutuhnya. Kewajiban administrasi yang disusunnya mulai dari merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta merefleksi belum seluruhnya mampu dilunasi, bahkan beberapa ada yang menjadi tagihan. Terlebih dengan anggapan penilaian yang mengedepankan angka perolehan tinggi sebagai point tertinggi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Maka pendidikan karakter yang diagungkan hanya menjadi wacana semata. Kurang membumi di sekolah. Kurang diperkuat oleh orang tua di rumah. Tidak dipandang penting oleh pemegang kebijakan di sekolah, bahkan kurang terlihat greget bersamaan dengan policy kepimpinannya.

Penilaian yang telah dilakukan guru memang harus menyakup 3 kompetensi siswa, sikap spiritual dan sikap sosial, Pengetahuan dan keterampilan. Namun keotentikan dari nilai spiritual dan sosial yang menjadi tonggak utama terbentuknya pembiasaan karakter siswa masih diragukan. Penyebabnya salah satunya karena penilaian nilai spiritual dan sosial mutlak menjadi kewajiban guru mata pelajaran pendidikan agama dan guru mapel Kwn. Bukan seluruhnya ranah kewajiban guru mata pelajaran selain itu, kecuali catatan anekdot di jurnal guru.

Keadaan tersebut menunjukkan tidak excessively penilaian sikap secara akurat terhadap performent siswa dan karakter yang dibawanya. Sehingga penilaian sikap sebatas norma-norma hidup pergaulan yang pantas dilakukan antara siswa dengan guru . Sekeluarnya siswa dari lingkungan sekolah menjadi tanggung jawab orang tua dan dirinya sendiri. Jadi sudah saatnya semua lapisan masyarakat turut menggelorakan semangat pendidikan karakter pada siswa, anak-anak kita dirumah , generasi muda penerus bangsa. Sebab kecerdasan intelektual saja tanpa diimbangi kecerdasan emosional dan spiritualnya akan mengombang-ngambingkan generasi kita dalam gelombang modernisasi, westernisasi maupun globalisasi. Guru dan para orang tua sah-sah saja mengagungkan kecerdasan intelektual siswa sebagai pengejawantahan dari keberhasilan di bidang pengetahuan akademis, namun hal ini justru menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tak terlalu memikirkan pembangunan karakter anaknya. Cobalah mewawancarai orang tua. Apakah ia bangga anaknya jujur ? meski perolehan nilai akademiknya sama dengan KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal) di sekolahnya. Bahkan seringkali terjadi sebaliknya, bahwa orang tua merasa bangga nilai hasil belajarnya tinggi walau entah bagaimana memperolehnya sekalipun dengan cara di luar norma yang baik.

Belajar dari kejadian di atas ketika seorang warga tidak mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku maka untuk menutupi keangkuhannya justru menampakkan ketidakmampuannya berkomunikasi dan berinteraksi secara santun dan efektif terhadap petugas . diamini atau tidak ini membuktikan bahwa pendidikan karakter bangsa ini telah rapuh,ringkih untuk mengeropos. Walau seseorang mengaku agamis sekalipun , pendidikan karakter yang berbasis religius pada dirinya telah hilang. Begitu juga untuk pendidikan karakter berbasis potensi diri yang secara langsung melekat pada sikap pribadi dirinya bisa dikatakan nihil.

Jadi marilah kita didik, kita pupuk karakter anak-anak kita selagi belum terlalu jauh “ rusaknya”, sepuluh tahun kedepan mungkinkah masih statis ?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

leres pak...kalau kita jeli dengan kondisi saat ini

06 Mar
Balas

Sepakat ibu, sekarang ini kita sudah tidak bisa tinggal diam. Kita harus terus bergerak.. Berusaha untuk memperbaiki kondisi wajah pendidikan kita. "Bergerak atau tidak sama sekali".

01 Mar
Balas



search

New Post