Karena Nila Setitik
Gedung yang mulai menua oleh cuaca ini menjadi tempat kami menerima perkuliahan. Namun warna catnya yang merona membuat gedung ini nampak tak setua usianya. Suasana hening, Pak Anang, dosen kami sedang memaparkan sebuah teori. Kami terjaga dalam anggukan kepala yang berirama. Memandang gerak tubuhnya lalu menundukkan kepala mencatat teori yang kami rasa penting. Berselang kemudian terdengar suara salah satu dari kami yang bertanya ataupun menyanggah sebuah teori. Lalu dengan gamblang beliau paparkan kembali teori atas pertanyaan dan sanggahan kami.
“Jelas?” Tanya Pak Anang meyakinkan kami.
Anggukan kepala kami yang serentak pertanda kami mengerti.
“Ah, kamu tak pernah ada masalah dengan tugas-tugas di mata kuliah ini” Bisik salah seorang kawan yang duduk berdekatan dengan kursiku. Aku tersenyum. Bahkan gemuruhnya ambisi dan alunan keras semangat ini tak kutemukan pada mata kuliah yang lainnya. Sebuah hobi dengan teori-teori yang kuterima seolah menghasilkan kelenturan tersendiri pada setiap tugas yang kukerjakan. Enegi negatif yang biasa mengelilingiku saat ceramah perkuliahan pun mampu terhalau dengan sebaik-baiknya. Menulis karangan berdasarkan pengalaman pribadi adalah tugas kedua yang kuterima pada mata kuliah ini.
“Tak perlu bersusahlah” Celetuk salah seorang kawan laki-laki setelah Pak Anang memberikan sebuah tugas pada pertemuan ini. Sambil meletakkan jarinya ke depan layar note book ia memperagakan cara cepat mengerjakan tugas itu.
“Copy paste. Ganti tokoh dan setting. Beres.” Sambil menaikkan alisnya ia menegaskan.
“Bahkan kau sudah selesai sebelum Pak Anang memberimu tugas” Cibir salah seorang kawan lagi.
Aku menghela nafas. Entah apa yang membuatnya hingga benar-benar kehilangan ide untuk menulis. Ini adalah keterampilan yang mutlak harus dimiliki sebagai mahasiswa bahasa. Ia pun tahu bila sengaja menggunakan cara semacam itu sama saja dengan .... . Setidaknya ia dapat mengolahnya ataupun menyumbangkan gagasan sebelum menetapkannya sebagai hasil akhir dari sebuah tugas. Suasana kembali tenang saat beliau kembali memperjelas tugas. Getakan sikap berdiri kami serentak menggeser kursi-kursi yang telah kami tempati. Kami melangkah meninggalkan ruangan. Kuliah hari itu selesai.
****
Aku menaiki tangga lurus. Menyusuri lorong dan kembali menaiki tangga sederhana. Baru tibalah aku pada sebuah ruangan yang terletak di lantai tiga. Suasananya riuh oleh perbicangan-perbincangan kecil. Aku bergabung menyertakan diri bersama satu kelompok.
“Bagaimana dengan teman kita satu ini? ” Salah seorang kawan menyambutku dengan sebuah pertanyaan.
Aku duduk dan kuperlihatkan selembar kertas hasil pekerjaanku. Kami saling bertukar pengalaman dalam pengerjaan tugas lalu berlanjut dengan obrolan-obrolan kecil lainnya. Perbincangan terhenti setelah Pak Anang memasuki ruangan. Tumpukan kertas sudah terkumpul di atas meja. Beliau duduk dan meletakkan tasnya. Dibuka tasnya lalu dikenakannya kaca mata bulatnya. Kertas demi kertas diamati dan dibaca sekilas kemudian diletakkannya kembali.
“Saya tidak bisa menjamin kemurnian karya Saudara. Salah satu atau sebagian diantaranya pasti ada yang bukan murni hasil pemikiran Saudara sendiri” Gurat-gurat yang tegas bernaung jelas di wajahnya. Namun kata-katanya mengalirkan ketenangan. Sebagian dari kami bergumam dan membenarkan apa yang disampaikan sang dosen.
“Kecuali Anda yang benar-benar jujur dengan tidak mengakui karya orang lain dalam karya Anda” Tambahnya sebagai bentuk kepercayaannya kepada kami yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas.
Dan aku berharap aku termasuk bagian di dalamnya. Sehari setelah tugas itu diberikan, aku berusaha keras memutar otak. Demi menemukan ide yang sempurna menurutku, aku mengingat-ngingat peristiwa menarik yang pernah kualami. Memindai catatan harian lalu membacanya setiap halaman. Ketika ide yang kukira sempurna itu muncul kuhubungkanlah dengan imajinasi. Lalu aku mengolahnya sebelum pada akhirnya tertulis dan tercetak pada selembar kertas yang kini telah terkumpul itu.
Sang dosen sudah bersiap menyampaikan perkuliahan. Sebuah note book putih sudah terbuka di atas mejanya. Cuplikan materi baru untuk pertemuan hari ini sudah terpantul pada layar LCD. Membangun alur sebuah cerpen. Banyak teknik untuk membuat sebuah karya lebih hidup. Aku mencermati dan menyimak benar pemaparan setiap tekniknya. Termasuk sambil mencocokkan teknik mana yang sudah kupakai dalam tugas itu. Dan ketika Pak Anang, dosen kami menawarkan sebuah pertanyaan, aku mengacungkan tangan. Pertanyaanku bersambung dengan pertanyaan kawanku yang lain. Hingga akhirnya lahirlah sebuah diskusi kelas yang hidup dan menarik.
“Bahwa diperlukan ide dan ketajaman perasaan untuk mencapai efek sugestif sebuah karya fiksi. Pengembangan alur adalah proses kreatifitas tersendiri yang harus Anda miliki” Pernyataan sang dosen menjadi penutup perkuliahan hari itu.
*****
Matahari perlahan mulai meninggi. Sinarnya yang diam-diam menyelinap menghangatkan sebagian sudut ruangan kelas. Semua sudah siap menerima perkuliahan. Tiba-tiba kami dikejutkan oleh panggilan satu nama. Aku segera beranjak. Hatiku bergejolak, berharap kabar baik akan datang dari dosenku itu. Beliau mempersilahkan aku duduk dihadapannya. Dari tasnya dikeluarkannya selembar kertas lalu diberikannya padaku. Pada baris-baris tertentu dengan jari telunjuknya beliau perintahkan kepadaku untuk membaca. Aku membacanya.
“Ini karya Anda?”
“Ya Pak” Aku mengangguk dan menjawabnya lirih.
Beliau menunjukkan satu buku fiksi padaku. Galaksi Kinanthi. Seketika muncul perasaan khawatir dalam benakku. Salah satu novel yang beberapa bulan terakhir kupinjam dari perpustakaan kota ini. Kecocokan pengalamanku dengan ide pengarang membuat setiap kalimatnya memberikan daya sugesti tersendiri bagiku. Itu adalah novel cinta yang paling menarik yang pernah kubaca. Sebagai kebiasaanku di note book kukutip beberapa kalimat yang kurasa menarik.
“Kutipan yang Anda baca tadi carilah di buku ini!” Perintahnya.
Dengan antusias dan keyakinan aku pasti menemukan kutipan itu. Kubuka halamannya. Kucari kalimat yang sudah menjadi kutipan dalam tugasku. Dengan sigap kubalik halamannya. Kembali kucermati halaman dan tahun kutipan yang kutulis pada selembar tugasku itu. Perasaanku mulai gusar ketika kutipan tak kutemukan di dalam sumber yang sebenarnya. Kubaca ulang dan kupindai benar.
“Nol kan?” Ucapnya. Rupanya bahasa tubuhku telah terbaca olehnya. Seketika saya meletakkan buku itu.
“Saya sudah mencarinya semalaman. Kalimat yang sudah Anda kutip itu tak ditemukan. Saya sangat meragukan bahwa ini benar karya Anda. Ini bukan karya Anda!” Beliau menolak mengakui bahwa itu benar karyaku sendiri.
“Pekerjaan ini betul karya saya sendiri Pak?” Aku berusaha menyanggah.
“Lantas kutipan itu?” Beliau bertanya menelisik.
“Buat karya lagi. Saya tunggu minggu depan!” Pandangan kami bertemu dalam sebuah penyangkalan dan penolakan. Beliau menghela nafas. Dengan raut wajah yang kesal beliau menurunkan bahunya.
“Baik Pak.” Terasa ada pengikat pada pita suaraku. Suaraku berat dan bergetar. Dahiku dingin. Sementara tubuhku memanas. Dalam hati aku mengutuk diriku sendiri. Hanya karena satu kesalahan teknik menulis, sebuah karya yang kuagungkan itu tak diakui sebagai karyaku sendiri.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah,,, mantap dosennya... hehe... Mahasiswa bahasa harus menulis ya... kalau mahasiswa sastra itu tujuannya untuk jadi ahli sastra ya? bukan sastrawan? baca juga cerpen "Salah Masuk Ruang Ketemu Bidadari" http://www.ladangcerita.com/2015/02/salah-masuk-ruang-kuliah-ketemu-bidadari.html
Ya Bapak Sunardi, mahasiswa bahasa harus menulis karena keterampilan tersebut sebagai salah satu mata kuliah...