Bias Cinta Masa Lalu
Bias Cinta Masa Lalu
Tantangan Menulis Hari ke 28
Tantangan Gurusiana
Di dekapnya surat dari Dinas Pendidikan itu dengan erat. Perlahan mata perempuan itu berkaca-kaca. Bulir bening mengalir pada pipi yang mulai tirus itu. Ditatapnya kembali surat yang menerangkan bahwa dia lulus menjadi Pegawai Negeri. Alangkah bahagianya hatinya. Tadi di sekolah puluhan jabatan tangan dari teman-temannya mengucapkan selamat. Mereka memeluknya dengan erat. Kenapa tidak, status Pegawai Negeri dia dapatkan setelah ia mengabdi selama empat belas tahun. Bekerja tanpa mengenal lelah dalam kurun waktu yang cukup lama. Ia bersyukur sekali. Berkali-kali air matanya diusapnya agar tidak membasahi kertas yang sangat berharga itu.
Hari ini Karmila menjemput surat tugas yang akan ia bawa ke tempat mengajarnya yang baru. Kalau surat itu selesai hari ini , besok Karmila bisa melihat sekolah tempat ia mengajar bahkan bisa langsung melapor. Karmila duduk menyendiri sambil menunggu namanya dipanggil.
Masih segar dalam ingatannya kejadian dua bulan yang lalu. Seorang sahabatnya menyampaikan sebuah pesan padanya. “ Mil, kamu ikut tes pengangkatan? Katanya.
“Tidak Fer, kenapa? Tanyanya.
“Ikutlah, ini mungkin kesempatan terakhir, manfaatkan kesempatan ini Mil, umurmu sudah di ambang senja“ ledek Fera dengan tertawa.
“ Ya aku sudah tua, yang muda-muda sangat banyak”, jawabku.
Mil, pengangkatan kali ini otonomi daerah, daerah yang akan menentukan kita lulus atau tidak”, kata Fera temanku dengan penuh semangat.
“Emang, kepala daerah bapakmu”, selorohku.
Fera tertawa, “ bukan bapakku, tapi bapak calon anak-anakmu yang tidak happy ending “. Aku memukul Fera sekuat tenaga. Perempuan dengan dua anak itu berlari menjauhiku.
“ Siapkan bahanmu Karmila Nadine”, teriaknya dari atas motornya dan melaju menembus gerimis sore itu.
Karmila berdiri melepas sahabatnya itu. Di pintu masuk dia berdiri dan melamun sendiri. Karmila ingat kata-kata Fera, dia bapak calon anak-anakmu yang tidak happy ending. Andai semua sesuai harapannya, tentu hari ini Karmila tidak sendiri. Tentu dia juga sudah punya dua anak seperti Fera. Tapi jalan hidupnya berbeda, semua harapannya dihancurkan laki-laki itu dengan begitu menyakitkan.
Karmila ingat betul, empat belas tahun yang lalu. Laki-laki itu datang padanya dengan bunga-bunga cinta yang begitu mengharukan. Dia lalui segala rintangan untuk mendapatkan hati Karmila. Bahkan dia rela menghadapi kekerasan hati ayah Karmila yang tidak menyetujui hubungan mereka. Dia lawan semua orang-orang yang menentang cinta mereka. Bagi dia Karmila adalah perempuan satu-satunya yang sangat dia cintai.
Berdua mereka lalui perjuangan cinta untuk mendapatkan ijin menikah dari orang tuanya. Akhirnya ayah Karmila luluh dan merestui hubungan percintaan mereka. Mereka bahagia sekali. Semua persiapan perkawinan Karmila siapkan. Sebagai gadis yang sudah tidak memiliki ibu Karmila mengurus semua persiapan dibantu da Fandi, laki-laki yang sangat berarti bagi Karmila. Karmila begitu menyayanginya, meskipun usia mereka terpaut sepuluh tahun lebih tua dari Karmila. Karmila tak peduli. Dia merasa nyaman dengan laki-laki yang terlihat sudah sangat matang itu. Hari-hari Karmila sangat bahagia, begitu juga da Fandi.
Hingga terjadi peristiwa yang tak pernah terbayang dalam benak Karmila. Ketika itu mereka akan berangkat ke Bogor untuk mengurus sesuatu. Da Fandi mengantar Karmila ke bandara, katanya
” Mil, seminggu lagi uda ada acara ke Jakarta, Mila siap-siap pulang sama uda ya”.
“Ya da, Mila akan ikut uda pulang nanti”
Selama seminggu Mila menunggu laki-laki yang dicintainya datang, namun tak ada tanda-tanda da Fandi menjemput Mila. Hingga datang sebuah surat dari sahabatnya Fera yang mengatakan da Fandi telah menikah. Bagai sebuah halilintar menghantam kepalanya, Karmila tak sadarkan diri , menagis berhari- hari. Bahkan selama sebulan Karmila hanya mengurung diri di kamar.
Ayah Karmila menjemputnya ke Bogor, dan membawanya pulang. Karmila benar-benar kecewa dengan apa yang dilakukan da Fandi. Setiap kali laki-laki itu ingin berbicara dengan Karmila, dia tak pernah mau. Karmila menutup diri dari semua kegiatan. Sepulang mengajar dia hanya mengurung diri di kamar. Ada beberapa laki-laki yang datang untuk menikah dengannya tidak pernah digubrisnya. Karmila menutup diri dari semua laki-laki. Sampai usia tiga puluh empat tahun dia belum menikah.
Dering telepon di gawainya menyadarkan lamunan Karmila. Ia usap airmata di pipinya. Diangkatnya gawainya, terdengar suara kakaknya dari seberang sana. “ Assalamualaikum , uni “,sapanya . Mila, ikut tes ya. Syarat-syaratnya sudah di siapkan Fera”, kata uninya dari seberang. “ Ya, uni, in sha allah Mila ikut”. Mila semangat ya sayang, uni doakan Mila lulus”, suara kakaknya penuh kasih sayang memutus pembicaraan mereka.
Mila dan Fera mulai menyiapkan syarat-syarat pendaftaran. Semua sudah hampir selesai. Hanya ada sebuah surat yang harus ditanda tangani oleh oleh Badan Kepegawaian Daerah di lokasi Kantor Bupati. Karmila melangkah masuk ke gerbang perkantoran itu. Ada sedikit kegamangan di hatinya. Karmila takut nanti bertemu dengan da Fandi. Bukankah ia bekerja di sini. Namun tetap melangkah memasuki perkantoran yang sangat mega itu.
Ketika memasuki lorong-lorong perkantoran tersebut, Karmila dikejutkan oleh sebuah suara. Dug, jantungnya serasa mau copot. “ Mil, kemana? Mila kenal sekali suara itu.
Mila, mempercepat langkahnya, sampai tak ada seorangpun mengikutinya. Ia hembuskan nafasnya. “Hampir saja”, katanya dalam hati.
Perlahan Karmila masuk kantor Badan Kepegawaian Daerah itu dan duduk di depan seorang laki-laki. Ketika Karmila duduk laki-laki itu sedang menerima telepon. Karmila duduk di depannya. Mereka bersalaman. Karmila diberikan sebuah kertas pengambilan surat-surat yang diurusnya. “ Kemana” tanya Karmila.
“ Mari saya antar “, kata laki-laki itu.
Karmila mengikuti laki-laki ,dia menyilahkan Karmila masuk ke ruangan yang terlihat sangat mewah. Di sebuah meja duduk laki-laki yang tak ingin ia temui. Karmila surut , tapi da Fandi menyapanya dan menyuruh laki-laki yang mengantarnya keluar.” Silahkan duduk Karmila Nadine”, sapanya.
“Masih seperti dulu, lembut dan pandangan itu, tetap menusuk ke dalam hati”, bathin Karmila.
Karmila tertunduk di depan laki-laki yang sangat ia cintai namun sekarang harus ia benci itu. perlahan suara da Fandi memecah kesunyian.
“ Apa kabar Mila? Tak satupun kata keluar dari mulut Karmila. Wajahnya ditekuk, diam bagai patung.
“Mila mengurus surat untuk ikut tes? Karmila mengangguk tanpa melihat wajah da Fandi.
“ Suratnya sudah selesai, hari ini Mila bisa bawa” , laki-laki itu tetap dengan kelembutannya.
“ Mil, maafkan uda ya, uda tahu Mila benci pada uda, tapi ini bukan kehendak uda Mil”
“Uda tahu Karmila adalah yang terbaik menurut uda, tapi bukan menurut Allah, Mila percaya jodoh?
Seperti anak kecil Karmila hanya mengangguk. Dia tidak sanggup bicara, takut airmatanya tumpah. “
“ Apa yang harus uda lakukan agar Mila memaafkan uda?.
Karmila berdiri, ia benar-benar tak sanggup lagi menahan air matanya. “ Tak perlu lakukan apapun” , ketus jawaban Karmila.
“ Hapus air mata Mila, banyak orang di luar”,da Fandi mengulurkan sebuah saputangan. Karmila mengelak, tapi tangan kekar yang dulu sering memeluknya itu menghapus air matanya. “ Mila membenci uda? Karmila menggeleng kasar. Ia ambil sapu tangan itu dan bergegas keluar ruangan.
Karmila mengambil motornya dan melarikannya ke luar pekarangan kantor. Sampai di tempat sepi, Karmila menumpahkan semua sesak dadanya dengan menangis sepuas-puasnya. “ Kenapa kebaikanmu tak berubah? Bagaimana bisa aku membencimu? Ratap Karmila pilu.
Ketika jadwal tes tulisan sudah di laluinya, Karmila melanjutkan dengan tes wawancara. Karmila memasuki ruangan tes dengan dada berdebar, mampukah aku menjawab pertanyaan? Alangkah terkejutnya perempuan muda itu, di dalam ruangan itu ada da Fandi. Karmila seakan ingin berlari keluar.
“Saudari Karmila Nadine, ini jadwal wawancara anda dengan saya”, sebuah suara tegas membuatnya tak berkutik. Karmila duduk dengan wajah tertunduk di depan laki-laki itu. “ Duh, Tuhan, sampai kapan aku harus berurusan dengan laki-laki ini? desisnya marah.
Karmila terpaksa melalui beberapa tahapan tes dengan da Fandi sebagai tim pengujinya. Karmila tahu betul da Fandi tidak pernah benar-benar mengujinya. Dia hanya menatap Karmila dalam-dalam dan memberi pertanyaan seadanya. Tatapan itu membuat Karmila gugup terkadang ia tak mampu menjawab pertanyaan. Terkadang matanya berkaca-kaca . Hari-hari selama tes wawancara itu begitu berat buat Karmila. Karmila tak tahu apa yang harus ia lakukan supaya kebencian dalam hatinya tetap pekat dan tidak luruh. Tapi semua kebaikan da Fandi benar-benar meluluhkannya. Hati Karmila yang dulu sangat membencinya perlahan melunak.
Karmila mencoba berdamai dengan perasaannya. “Untuk apa ku pupuk kebencian ini kalau sebenarnya jauh di lubuk hatiku aku tak pernah bisa membencinya”. Karmila mencoba sekuat tenaga untuk memaafkan masa lalunya. Bukankah ia tidak pernah tahu mengapa da Fandi menikah tanpa sepengetahuannya? “ Tuhan beri aku keikhlasan, Engkau pemilik semua hati, dan engkaulah yang bisa membolak balikan hatiku”, doa Karmila pada setiap sujudnya.
Ketika pembagian Surat Keterangan Pegawai Negeri Sipil, Karmila kembali bertemu dengan da Fandi. Laki-laki itu yang langsung menyerahkan surat itu kepada semua pegawai baru, termasuk Karmila. Tatapan mata itu tetap lembut, senyum itu tetap tulus, menghiasi wajah laki-laki yang pernah hadir dalam masa lalunya. Hatinya tidak lagi sakit. Ia berusaha tersenyum, walaupun terasa begitu berat. “Biarlah masa lalu itu jadi kenangan terindah dan terburuk”, bisiknya. Ia hapus air matanya, perlahan sebuah senyum tersungging di bibirnya.
“Karmila Nadine”, sebuah panggilan menyadarkannya. “Ya, jawab Karmila ringan. Ia melangkah menuju pengambilan berkas yang akan ia bawa ke tempatnya mengajar. “Terimakasih Tuhan, Engkau hibur aku dengan cara yang unik sekali”, kata Karmila sambil tersenyum. Ternyata bias cinta masa lalu tetap mewarnai masa depannya. Indah, berwarna walau ia terlambat menyadarinya.
Sungayang, 17 April 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wow, penuh rasa aku membacanya. Keren Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Aamiin yra .Terimakasi bun, doa yg sm buat bunda & klg. Mhn supportnya sll.
Hebat mila..
Makasih bnyk ibuk, puisi ibuk jg luar biasa, ila dah baca
Dan ..Apalagi yg membuat ceritanya..sukses slll nila..
Sukses juga buat ibu ya, doa ila sll