nikmatul khoiroh

Guru TIK yang diberi amanah tugas tambahan Kepala Sekolah di SMPN 2 Umbulsari Kab. Jember. Bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Guru biasa yang masih dan akan t...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mitos Bougenville

Mitos Bougenville

Mantan Terindah (Mitos Bougenville)

Tidak ada mantan terindah. Jika terindah kenapa jadi mantan, kenapa tidak dipertahankan dengan perjuangan, kenapa yang ada berjuta alasan.

Mungkin orang menganggapku mati rasa, tetapi tidak demikian mungkin aku hanya belum menemukan orang yang tepat. Belum menemukan orang yang membuatku nyaman. Aku tak pernah jatuh cinta pada orang yang tak mengenalku. Aku juga tak percaya dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Itulah mengapa aku heran, ketika banyak teman histeris mengidolakan artis ini, artis itu dan jatuh cinta padanya, padahal si artis tidak mengenalnya.

Itu tidak ada dalam kamus hidupku.

Aku bisa jatuh cinta dengan orang yang aku kenal dan dia mengenalku. Aku merasa nyaman, bahagia disampingnya. Dia bisa membuatku merasa istimewa.

"Aku pingin ngobrol".

Pesan singkat dari Wahyu, temanku. Teman tapi mesra hehee. Wahyu ini temanku sejak sekolah dulu, kami aktif di pergerakan mahasiswa juga.

"Mampir saja ke rumah. Aku baru bangun semalam lembur kerjaan banyak."

Balasku dengan mengirim pesan dengan emoticon tertawa.

"Lain waktu saja, aku tidak berani mampir ke rumahmu."

Balasnya kembali.

Dapat dihitung oleh jari, berapa kali Wahyu datang ke rumahku. Entahlah, mengapa seolah dia malas sekedar mampir ke rumah ini. Apakah rumahku ini terlalu menyeramkan, ataukah benar adanya mitos bunga bougenville di depan rumah?

Nah, mitos ini di desa masih dipercaya. Konon, jika suatu rumah ada tanaman bunga bougenville, maka anak gadisnya akan menjadi perawan tua. Ya Tuhan, kayaknya aku harus mematahkan mitos ini. Walaupun sampai hari ini aku juga masih sendiri.

Selamat datang Senin terindah. Banyak orang membenci hari ini, karena pastinya full kegiatan setelah libur Sabtu Minggu. Kerjaan numpuk dan butuh energi luar biasa untuk menyambutnya. Itu benar, ketika masuk kantor, aku lihat tumpukan berkas sudah segunung untuk ditandatangani. Dengan semangat 45 aku cek dan menandatangani satu persatu berkas yang segunung itu. Aku berharap segera selesai dan bisa melarikan diri, sekedar menikmati jam istirahat dengan nongkrong di warung kopi. Mengapa aku suka nongkrong di warung kopi? Tidak di cafe-cafe aja? Aku merasa lebih dekat dengan masyarakat ketika berada di warung kopi. Banyak aspirasi cerita yang aku dengar ketika mereka ngobrol santai sambil menikmati secangkir kopi. Apalagi harga satu cangkir kopi ini sangat bersahabat di kantong, hanya dua, tiga ribu saja. Beda dengan Cafe, secangkir kopi hitam robusta bisa dibandrol 10 sampai 15 ribu. Apalagi di hotel, secangkir kopi bisa seharga 50 ribu.

"Aku pingin ngobrol".

Kembali pesan singkat dari Wahyu. Aku lirik berkasku sudah tinggal separo yang belum kusentuh.

"Datang saja ke kantor, aku tunggu."

Balasku dengan mengirimkan emoticon kopi.

"Siap, meluncur 15 menit lagi sampai."

Hah? 15 menit, berarti Wahyu sudah ada di dekat kantorku. Tapi biarlah , jangan sampai tanda tangan berkas ini mengganggu waktu ngopiku.

Tidak berapa lama, ada panggilan masuk. Terlihat nama Wahyu di layar gawaiku.

"Aku ada di parkiran kantormu. Kita keluar ke warung kopi saja," ucapnya di ujung telepon.

"Baik, aku segera ke parkiran."

Segera aku tumpuk kembali berkas yang belum selesai aku cek dan segera menuju parkiran. Aku lirik jam tangan, sudah menunjukkan waktu istirahat. Artinya, aku tidak korupsi waktu bisa menikmati kopi sepuasku.

Setelah itu kita segera menuju warung kopi yang ada di ujung desa. Tempatnya gak terlalu besar, tetapi selalu ramai pengunjung. Kenapa memilih tempat yang ramai? Jelas saja menikmati kopi sambil mendengar obrolan masyarakat. Lain halnya, ketika aku ingin berdua menikmati waktu bersamamu. Jelas aku memilih tempat yang romantis. Duh ...

Tidak berapa lama, kami sudah sampai di warung Yu Ti. Kami memesan makan dan kopi. Aku lihat banyak bapak-bapak yang ada di warung ini. Mungkin akulah satu-satunya makhluk paling cantik di sini. Tapi itu sudah biasa. Aku terbiasa bersama orang-orang ganteng, memang sebagian besar temanku cowok, jarang yang cewek.

"Mau ngobrol apa sepertinya serius?" tanyaku sambil menikmati kopi yang sudah disajikan oleh Yu Ti.

"Calon kita, hanya partaI Gerakan Desa yang mengusung, ini jelas tidak kuat."wajah Wahyu tampak serius. Ya, sejak dulu dia begitu. Orangnya perfeksionis, wajahnya tampan, berwibawa bahkan dulu juga banyak yang mengejar-ngejar dia. Tapi aku bukan diantaranya walau kita sangat dekat hehe

Dia tidak bisa santai apalagi ketika ada masalah. Pasti Heboh dan ingin segera menyelesaikannya.

"Lalu partai Angin Muson apa sudah menentukan pilihan?" tanyaku.

"Belum, tapi dia minta mahar per kursi 2M."

"Bayar saja, itu murah banget," jawabku sekenanya.

"Memang kamu punya uang segitu?"

"Lho, aku sering tiap acara diberi 2M," jawabku sambil tersenyum.

"Yang bener saja kalau gitu nanti aku segera rapat dengan tim."

"Ya iyalah segera sana rapat, 2M itu, makasih Mbak, makasih Mas hehe," aku tertawa menjelaskan.

"Kamu, tetap aja gak pernah serius!"

"Jangan terlalu serius, ntar kami cepat meninggalkan dunia hitam, alias banyak ubannya kakehen mikir!"

Mendadak suasana jadi hening, entah kami sedang memikirkan apa. Yang jelas, aku sedang memikirkanmu, sedang apakah di sana. Apa kamu baik-baik saja. Tidak penting bagiku kita bisa bersama atau tidak, yang jelas aku masih menyimpan rasa yang sama seperti dulu awal kita jumpa pada sebuah perjalanan panjang.

"Ohya, kamu kenapa jarang mau ke rumahku?" tanyaku memecah kesunyian.

"Aku takut sama Bapakmu."

"Kenapa?"

"Takut disuruh menikahimu."

"Alhamdulillah, yang bener? memangnya kamu gak mau menikahiku?" tanyaku tertawa

"Bukan aku yang gak mau, karena kamu gak ada rasa padaku. Maka aku takut pada Bapakmu, takut untuk menikahimu."

"Hehehe itu kan dulu, sekarang alasannya apa?"

"Ya ... aku sering lewat depan rumahmu, tapi aku memang gak mau mampir ke rumahmu, karena ...."

"Karena kamu takut akan kangen terus denganku, kan?" tanyaku terkekeh. Aku lihat sekilas wajah Wahyu sedikit pias, aku suka menggodanya begitu karena memang dia temanku yang paling baik.

Segera aku membayar kopi ke Yu Ti dan pamit untuk kembali menyelesaikan tumpukan kerjaan yang berjajar rapi.

"Ra, aku belum selesai ngobrolnya!"

"Lain waktu aja ya, masih aku simpan semua cerita rindu untuk kita hehheheee"

Segera aku berlalu dan mengayuh sepeda gunungku kembali ke kantor. Aku tahu Wahyu kesal, karena dia belum menemukan jawaban dari masalahnya. Entah masalah pilkada atau masalah hatinya.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya cinta hari Senin bunda

02 Aug
Balas

Alhamdulillah makasih Pak

02 Aug

Alhamdulillah makasih Pak

02 Aug

Alhamdulillah makasih Pak

02 Aug



search

New Post