nikmatul khoiroh

Guru TIK yang diberi amanah tugas tambahan Kepala Sekolah di SMPN 2 Umbulsari Kab. Jember. Bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Guru biasa yang masih dan akan t...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mantan Terindah (Part 4. Rahasia Hati)
Foto hanya pemanis

Mantan Terindah (Part 4. Rahasia Hati)

Mantan Terindah

(Part 4. Rahasia Hati)

Aku mencoba bersikap seolah semua baik-baik saja, walau kenyataannya tak demikian. Sejak Erlangga menghilang, aku sering gamang. Seolah separo hidupku hilang. Bodohnya aku yang tak menyadari bahwa ternyata aku telah jatuh hati padanya. Aku baru menyadarinya, setelah semuanya terlambat. Begitu besarnya rasa sayangmu, dan aku menyesal menyadari setelah semua berlalu.

Jangan tanyakan alasan mengapa selalu ada rindu. Dalam setiap detik, aku menemukan alasan baru untuk terus mencintaimu, tanoa jeda, tanpa ragu. Erlangga, aku mengenalmu seperti hujan yang memberiku kehidupan, aku juga ingin mengenalmu seperti embun yang selalu memberi kesejukan.

Sore ini, kembali Mas Setyo mengajakku bertemu. Ada hal penting yang ingin dia ceritakan. Kami menuju cafe Nong Ning Gung yang ada di pinggir kota. Pintu kayunya yang usang namun terawat menyambut setiap pengunjung dengan sentuhan nostalgia. Di dalam, cahaya lembut dari lampu gantung berwarna tembaga memantul di atas meja-meja kayu, menciptakan bayangan hangat yang mengundang untuk duduk dan berbincang.

“Ra, ada hal yang ingin aku ceritakan padamu.Semoga kamu siap mendengarnya.” Mas Setyo mengawali pembicaraan kami setelah memesan kopi dan kue dan beberapa makanan berat.

Entah apa yang akan dikatakan Mas Setyo, bisa saja rencana pernikahan kami batal karena Mbak Maya tidak mengizinkan. Namun, aku juga tak lagi peduli. Entahlah, rasaku sekarang hambar dan aku dalam kondisi gamang. Bahkan aku berharap, pernikahan ini batal.

Aroma kopi segar menguar, bercampur dengan harumnya kue-kue yang baru saja keluar dari oven, menggoda siapa saja yang melangkah masuk. Di sudut ruangan, aku melihat seorang barista dengan senyum ramah sibuk meracik kopi, tangannya cekatan namun penuh ketenangan. Mesin espresso berdesis lembut, seolah-olah turut bernyanyi dalam simfoni kafe ini.

“Semua orang pasti akan menyalahkan mengapa aku harus menikahimu, bahkan mungkin orang akan memberimu gelar pelakor. Aku minta maaf untuk itu. Aku punya alasan kuat, mengapa aku ingin menikahimu.”

“Aku akan terima semua konsekuensinya Mas,” jawabku seolah tak bertenaga.

“Pernikahanku dengan Maya ini sudah lebih dari 6 tahun, tetapi kami belum diberikan amanah seorang anak. Aku ingin memiliki keturunan, yang bisa melanjutkan usahaku. Aku ingin nanti di masa tua, ada anak yang dengan ikhlas merawatku.”

Aku terkejut mendengar cerita Mas Setyo. Selama ini dia tidak pernah cerita tentang Mbak Maya apalagi masalah belum memiliki keturunan. Aku mengira dulu Mas Setyo ini bujang tua, atau duda. Setiap aku tanyakan statusnya, hanya jawaban diplomasi yang keluar dari mulutnya.

Dia hanya menjawab, bercerita bahwa hubungan asmaranya tidak pernah berjalan baik. Nah, aku pikir dia belum punya istri. Setelah aku jatuh cinta padanya, dia menceritakan statusnya bahwa dia sudah memiliki istri.

"Berarti bukan karena mencintaiku, tapi hanya ingin mendapatkan keturunan dariku?"

"Jangan salah paham Sayang, aku sangat mencintaimu. Bahkan aku tidak tahu mengapa rasa ini begitu dalam. Mungkin rasa ini salah, karena aku sudah memiliki Maya." Mas Setyo mencoba meyakinkanku. Ucapannya manis, membuatku seolah menjadi wanita paling beruntung bisa mendapatkan cintanya.

“Apa sudah periksa?” tanyaku singkat.

“Sudah, kami semua normal tidak ada masalah. Semua sudah aku ceritakan padamu, sekarang terserah apa keputusanmu. Aku siap menerimanya. Jika memang, kamu akan menjauh dariku, dan memilih pergi mengejar Erlangga, walau berat hati aku akan mengihlaskanmu.”

Ya Tuhan, apa yang harus aku putuskan. Betapa hancurnya hati Mbak Maya menerima kenyataan bahwa suami tercintanya akan menikah lagi.

“Aku menikah dengan Maya melalui proses taaruf, kami tidak pernah pacaran.”

“Itu yang benar.” Jawabku singkat.

“Iya, itu benar. Namun, perjalanan rumah tanggaku sangat berat. Aku harus selalu menjaga perasaannya, dia tidak boleh sedih karena nanti dia akan jatuh sakit.”

“Apa dengan menikahiku, tidak akan memberikan kesedihan yang mendalam?”

“Aku sudah bertahan lama, aku sudah siap dengan segala resikonya.”

Sesaat kami terdiam. Entah apa yang ada dipikiran Mas Setyo. Kepalaku juga terasa pusing untuk mengambil keputusan ini.

Aku menghela nafas panjang. Menatap dinding-dinding kafe yang dipenuhi rak buku dan pajangan antik, memberikan kesan seolah-olah tempat ini bukan sekadar tempat untuk menikmati kopi, tetapi juga ruang untuk merenung dan melepas penat. Beberapa meja kecil tersebar di sekitarnya, dihiasi dengan vas bunga segar yang selalu berganti setiap harinya—tanda bahwa kafe ini tak pernah absen merawat detail kecil yang membuatnya istimewa.

“Assalamualaikum Mas Setyo, ini pasti Ranita ya?” tetiba aku dikejutkan kehadiran wanita cantik, mengenakan jilbab ungu. Siapa dia, mengapa dia mengenalku?

Bersambung

Foto hanya pemanis 😀😍

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post