Neneng Susilawati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Cinta Tutup Panci

Cinta Tutup Panci

Menikmati pagi dengan memandang aneka macam bunga di taman adalah tanda rasa syukur akan ciptaan Allah yang maha indah. Aku terbiasa berjemur di halaman sambil menghirup udara pagi yang segar.

Kugerakkan kaki dan tangan untuk menyegarkan tubuh.

“Terima kasih ya Allah kau berikan kesehatan.” Gumamku dalam hati.

Tiba- tiba ada suara ibu memanggil namaku.

“Nesya kamu dimana?” Tanya ibu mencariku.

Ibu datang dari ruang dapur menuju halaman rumah.

“Di halaman,” Aku berjalan menghampiri ibu.

“Kita duduk di ruang tengah yuuk!” kata ibu kepadaku.

“Ya Bu,” jawabku, sambil mengikuti ibu ke ruang tengah.

Ruang tengah adalah ruang keluarga. Ibu biasa menyebutnya ruang tengah.

“Besok ada teman ibu ingin bersilaturahmi kesini,” kata Ibu kepadaku.

“Dia punya anak laki- laki sudah sarjana, sudah bekerja pula,” ucap ibu berpromosi.

“Ooh,” kataku datar saja.

Pada umumny orang tua merasa cemas jika mempunyai anak gadis yang sudah berumur lebih dari dua puluh lima tahun belum ada yang meminang.

Begitu pula dengan ibu. Umurku yang tahun depan menjadi dua puluh enam menjadi beban fikirannya.

Teman Ibu betul- betul datang keesokan harinya. Dia datang bersama seorang laki- laki muda.

Aku menerima tamu dengan senang hati, sebagai tanda bakti kepada orang tua.

“ Ardi,” kata laki- laki itu mengenalkan diri.

“ Nesya,”kataku menyambut uluran tangannya.

“keren juga,” kataku dalam hati.

Ardi berkulit putih, dengan tinggi 170 cm cukup gagah.

Kami ngobrol dengan teman Ibu dan anak laki- lakinya sambil makan siang.

Hari itu berlalu, aku belum merasa ada yang istimewa dari sekilas aku mengenalnya.

“Ganteng kan Ardi ? ” Tanya ibu kepadaku.

“Cukup ganteng,” Jawabku kepada Ibu.

“keluarganya orang baik- baik,” kata ibu lagi.

“Ya Bu,” jawabku kepada Ibu.

“Kalau jodoh juga mudah jalannya,” kataku kepada Ibu.

Aku yakin Allah sudah menyediakan jodoh setiap orang. Pasti indah pada waktunya.

Ibu tidak memaksakan kehendak. Dia tidak mendesak untuk mengenal lebih jauh, semua diserahkan kepadaku.

Hari berlalu, aku menjalankan aktifitas seperti biasa. kuliah di semester akhir dan sedang menyusun proposal skripsi.

Semester akhir memang sedang sibuk-sibuknya. Mata kuliah memang sedikit, tapi kegiatan bersosialisasi dengan masyarakat di semester akhir adanya.

Ada praktek mengajar . Mahasiswa diberi kesempatan magang di sekolah-sekolah.

Ada juga kuliah kerja nyata. yaitu berinteraksi langsung dengan masyarakat. Tinggal di daerah binaan selama tiga bulan.

Ada kejadian unik ketika kegiatan praktek mengajar berlangsung. Guru pamong, yaitu guru pembimbing di sekolah tempat kami magang, agak jutek orangnya.

Ini pengalaman pertama aku mengajar anak- anak remaja. Sekolah ini juga yang terbaik di daerah kami.

Aku masuk ke kelas delapan empat. Materi yang akan aku ajarkan adalah narrative text. Karena baru mulai belajar menjadi guru,aku merasa bingung, tidak percaya diri, grogi semua jadi satu.

“Assalamu alaikum,” Aku mengcapkan salaam kepada kepada murid- murid.

“Wa alaikum salaam,” Jawab anak-anak serempak.

Guru pamong duduk di belakang, memperhatikan cara aku mengajar

Alhamdulilla, praktek mengajar di hari pertama selesai.

Tibalah waktunya evaluasi. Belum sampai ke ruang guru, guru pamong sudah bicara pedas. Ini istilahku untuk perkataan yang mengusik batin..

“Kamu tadi mengajar seperti membaca puisi,” kata guru pamong dengan nada tinggi kepadaku.

Belum sempat aku menjawab, guru pamong sudah berkata lagi.

“Kamu tuuh, mending jadi seniman!” katanya tanpa senyum.

Aku ingin membela diri, tapi guru pamong tidak memberi kesempatan.

“Sudah ya, saya mau mengajar ke kelas lain,” katanya masih tanpa senyum.

“Masya Allah guru kok seperti ini sikapnya,” gumamku.

Dari beberapa buku yang aku baca,menjadi guru itu memberi contoh baik, berkata santun, dan membimbing. Yang guru pamong lakukan hanya menjudge. Dia tidak mengevaluasi, tidak bertanya kenapa aku mengajar seperti itu. Harusnya didiskusikan, duduk bersama mencari solusi yang terbaik.

Diperlakukan seperti itu,jiwa mudaku berontak. Aku jengkel, males juga bertemu guru pamong itu lagi.

“Aku mau pindah prakter mengajar,” kataku kepada ketua kelompok yang mengatur jadwal kami.

“Mau pindah ke sekolah mana?” tanyanya kepadaku.

“Gak tahu yang penting pindah,” kataku bersikeras.

Dia menasehati aku supaya tidak pindah sekolah. Karena mencari sekolah baru itu tidak mudah.

“Jalanin aja, Cuma tiga bulan,” katanya kepadaku.

“Mungkin dia sedang ada masalah, jadi sikapnya seperti itu,” kata ketua kelompokku dengan santai.

Ketua kelompokku bernama Doni. Dia teman sekelas di kampus. Kami jarang berinteraksi. Aku menganggap dia beda aliran.

Aku anak gaul, banyak teman. Aku juga bukan jenis orang yang prihatin. Mungkin karena tempat tinggalku dekat dengan kampus. Aku biasa gonta- ganti baju dengan model terbaru.Dan agak kurang serius dalam kuliah.

Sementara Doni, orangnya pendiam. Tidak banyak bergaul. Hidupnya prihatin. Dari daerah dan tinggal dengan saudaranya. Dia membeli pakaian sesuai kebutuhan malah terkesan mengenaskan. Karena pakaiannya bisa dihitung dengan jari. Sampai teman- teman hafal kemeja yang dipakainya. Bukan anak gaul, dengan kaca mata tebal sangat serius dalam kuliah.

“Jangan pindah yaa,” kata Doni membujukku.

“Nanti aku temani untuk bertemu guru pamong,” kata Doni lagi.

Ternyata esok harinya, tanpa sepengetahuanku, Doni menemui guru pamong.

Berkat Doni, entah dia berkata apa. Guru pamong berubah sikapnya menjadi lebih lembut.

Akhihnya praktek mengajar di sekolah terbaik itu selesai.

“Alhamdulillah,” aku mengucap syukur.

“Thanks ya Don,” kataku kepada Doni.

“My pleasure,” jawab Doni kepadaku.

Setelah magang praktek mengajar usai. Aku dan Doni mulai berteman. Aku mulai simpati kepadanya.

“Sudah mengajukan judul skripsi?” Tanya Doni kepadaku.

“Sudah, tapi belum yakin diterima,” jawabku.

“aku punya judul bagus,” Kata Doni.

“Buku referensinya juga banyak,” Doni berkata lagi.

Akhirnya aku mengambil judul skripsi yang disodorkan Doni.

Alhamdulillah judul tersebut diterima oleh Dosen pembimbing.

“Bagus judulnya, kamu bisa melanjutkan,” kata Dosen pembimbing kepadaku.

“Terima kasih Pak,” kataku dengan suka cita kepada Dosen pembimbing.

“Judul yang kamu berikan diterima,” kataku kepada Doni.

Doni mengantar aku menemui dosen pembimbing,tapi dia tidak masuk ruangan. Menunggu di luar.

Hubungan kami semakin dekat. Walaupun dia tidak pernah menyatakan cinta, atau sekedar mengatakan kita jadian.

Dia menunjukkannya dengan sikap. Menyediakan waktu dan siap menolong kapanpun aku membutuhkannya. Bicara seperlunya dan tidak mengumbar janji.

“Cool,” Kataku dalam hati.

“Ini buku referensinya,” kata Doni sambil menyerahkan beberapa buku kepadaku.

“Makasih yaa,” kataku kepada Doni.

Aku yang biasanya pemalas, berkat semangat yang ditularkan Doni, menjadi rajin.

“Aku bantu ngetik yaa,” katanya menawarkan bantuan.

“Serius nie,”kataku kepada Doni.

“Seriuslah,” katanya meyakinkan.

Doni membantu aku mengetik, mencarikan buku-buku referensi. Dia bolak- balik menemani ke perpustakaan, mencari buku- buku yang aku butuhkan.

Aku semakin jatuh hati kepadanya.

“ Aku berharap dia merasa, apa yang aku rasakan,” Doaku dalam hati.

Doni sering main ke rumah. Berkenalan dengan keluarga. Sampai suatu hari ibu bertanya kepadaku.

“Kamu serius dengan Doni?” Tanya Ibu kepadaku.

“Aku sih serius Bu,” kataku kepada Ibu.

“Doni bagaimana?” Ibu bertanya lagi.

“Gak tahu Bu,” kataku kepada Ibu.

Aku merenung dengan ucapan ibu. Bisa saja aku serius dengan hubungan ini, tapi Doni tidak.

Kalau sudah seperti ini, pilihannya hanya dua. Menunggu Doni serius atau cari orang lain yang bisa diajak serius.

Aku sudah berjanji kepada Ibu, akan melepaskan masa lajang setelah selesai kuliah.

Beberapa kali Ibu memperkenalkan anak- anak temannya kepadaku. Mereka dari keluarga terpandang. Mereka juga mempunyai lembaga pendidikan. Ibu berharap kelak aku bisa mengelola sekolah. Cita- cita yang sangat mulia.

Penulisan skripsi selesai. Dosen pembimbing sudah tanda tangan menyetujui untuk ujian sidang. Tidak terlalu banyak kendala dalam penulisan skripsi ini. Doni sangat membantu.

Aku ujian skripsi bersama- sama dengan Doni.

“Aku begadang semalam,” kataku kepada Doni.

“ Belajar sampai pagi,” kataku lagi.

“Aku juga belajar sampai pagi,” kata Doni menimpali.

“Semoga Allah memudahkan semua urusan, ujian ini lancar,” katanya.

“Aamiin,” kataku.

Alhamdulillah ujian berlangsung lancar. Aku dapat menjawab semua pertanyaan Dosen.

Pulang dari kampus kami mampir ke tukang bakso langganan”. Sekedar melepas lelah sambil mengisi perut.

“Bakso dua mas,” Kataku kepada tukang bakso.

“Teh botol dinginnya juga dua,” kataku melanjutkan pesanan kepada tukang bakso.

Tidak menunggu lama pesanan dua mangkok bakso dan minuman sudah tersedia.

Kami mulai menyantap bakso sambil berbincang.

“Kamu hebat bisa menjawab semua pertanyaan dosen penguji,” Kata Doni kepadaku.

“Alhamdulillah,” kataku menjawab pujiannya.

“Terima kasih sudah membantu,” kataku melanjutkan pebincangan.

Aku teringat ucapan Ibu yang menanyakan tentang keseriusan Doni. “Semoga ini saat yang tepat,” kataku dalam hati.

Aku beranikan diri untuk bertanya kepada Doni.

“ kamu serius gak?” Aku bertanya tiba- tiba kepada Doni.

“Maksudnya apa?” Doni bingung balik bertanya.

“Aku ingin hubungan kita halal ,” kataku malu-malu melanjutkan pembicaraan.

Biasanya wanita itu pasif hanya menunggu, tapi aku nekat menanyakan langsung kepada Doni.

Doni hanya terdiam. Tidak keluar sepatah katapun dari mulutnya. Mungkin dia kaget, tidak siap dengan ucapanku.

Aku tidak memaksa Doni untuk menanggapinya. Kami makan bakso sambil terdiam tanpa kata- kata.

Kami keluar dari warung bakso dengan pikiran masing- masing.

“Aku pulang yaa,” kataku kepada Doni.

“Ya,” jawabnya singkat.

Setelah pertemuan terakhir di warung bakso. Aku tidak pernah bertemu Doni lagi. Dia seperti hilang ditelan bumi.

Aku sudah menduga hal ini akan terjadi.

Bagi laki- laki seserius Doni, jenjang S1 adalah langkah awal. Masih ada langkah berikutnya. Dia pernah bercerita akan langsung melanjutkan ke jenjang S2.

Doni sangat gigih mencapai tujuannya. Membagi waktu sedemikian ketat,agar cita- citanya tercapai. Di pagi hari sebelum berangkat kuliah,dia belanja buku di pasar senen dan daerah Kwitang. Berangkat jam 05.00 pagi buta dan pulang sekitar jam 09.00 pagi. Mendapat kepercayaan mengelola toko buku kepunyaan saudaranya, bukan hal yang mudah.

Berangkat ke kampus. Belajar dengan serius selalu dilakukannya.

Pulang kuliah dia masih mengajar di SMA yang jaraknya cukup jauh. Sekitar satu jam perjalanan dari kampus.

“Kalau Doni mengambil keputusan menjauh dariku, itu hal yang wajar,”kataku dalam hati.

Aku sudah ikhlas dengan kenyataan ini. Hidup memang pilihan. Semua ada konsekwensinya.

Suatu hari, Dina seorang teman yang sudah lama tidak berjumpa, datang ke rumahku. Dia bersama seorang laki- laki.

“Kenalin nih temanku,” kata Dina kepadaku.

“Nesya,” kataku kepada temannya Dina.

“Edi,” katanya, sambil mengulurkan tangan.

Edi cukup gagah, dengan tinggi 175 cm. Secara fisik okelah.

“Aku lulusan STAN,” katanya lagi.

“Sekarang tugas dimana?” kataku bertanya lagi.

“ Direktorat Jenderal Pajak,” katanya menjawab pertanyaanku.

Kami ngobrol sekitar dua jam. Edi sangat ramah, enak diajak bicara.

“Sudah sore nih,yuuk kita pamit,” Kata Dina kepada Edi.

“Ok,” jawab Edi.

Mereka pamit pulang.

“Hati-hati di jalan yaa,” kataku kepada Dina dan Edi.

“Makasih,”sahut mereka sambil melambaikan tangan.

Sejak saat itu Edi sering berkunjung ke rumahku.

Aku masih bingung, belum menentukan pilihan.

“Siapa ya jodohku?” batinku dalam hati .

“Edi, Doni, Ardi, atau mungkin laki- laki lain” ucapku masih dalam hati.

Masalah jodoh ini mengganggu fikiranku. Sampai terbawa dalam mimpi.

Aku terjaga, kulihat jam menunjukkan pukul 02.00 pagi. Kupaksakan bangun untuk ke kamar mandi, ambil air wudlu, kemudian sholat tahajud.

Selesai sholat aku lanjutkan dengan berdoa.

“Ya Allah berikan aku jodoh yang terbaik, kalau aku panci dia tutupnya” kataku bermunajat kepada Allah.

Entah dapat ilham darimana, mungkin orang yang mendengar doaku akan tertawa. Doa yang aneh. Minta tutup panci.

Aku tidak berfikir ribet, melihat bibit, bebet dan bobot seseorang dalam mencari jodoh. Padahal itu sangat penting untuk membina rumah tangga supaya langgeng.

Bibit berarti asal- usul atau keturunan. Bebet berarti secara finansial sudah memadai. Dan Bobot berarti kualitas. Dilihat dari pendidikan, kepribadian dan agamanya.

Setelah berdoa di tengah malam. Aku pasrahkan masalah jodohku kepadaNya. Allah akan memilihkan jodoh yang terbaik.

Aku menjalankan aktifitas seperti biasa. Jarang ke kampus. Karena perbaikan skripsi sudah selesai. Hanya menunggu waktu wisuda.

Di pagi hari, menikmati waktu luang dengan mengajar di Taman kanak- kanak. Lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku. Senang menemani anak- anak dengan tingkah polahnya yang menggemaskan.

” Aah, aku memang sangat mencintai anak- anak,” gumamku dalam hati.

Di Sore hari aku luangkan waktu dengan mengajar les Bahasa Inggris. Aku senang dengan aktifitas yang bermanfaat.

Pulang ke rumah sudah disambut anak- anak sekitar rumah yang ingin belajar mengaji. Semangat anak- anak untuk bisa membaca Al Qur’an membuat lelahku lenyap.

“Kakak bersih- bersih sebentar yaa,” kataku kepada anak- anak yang sudah menunggu.

“Ya kak,” jawab anak- anak serempak.

Biasanya setelah membersihkan diri. Badan sudah segar, aku lanjutkan mengajar membaca al Qur’an.

Rutinitas harian aku jalani dengan senang hati. Bermanfaat untuk sesama membuat bahagia.

Hari- hari berlalu dengan aktifitas yang padat. Aku menikmati waktu yang Allah berikan.

Hingga pada suatu malam,setelah anak- anak selesai mengaji dan mereka pamit pulang. Ada tamu memberi salaam.

“Assalamu alaikum,” suara seorang laki- laki memberi salaam.

“Wa alaikum salaam” jawabku menjawab salaam.

Aku ke beranda melihat siapa yang yang datang.

Aku terkejut, ternyata Doni yang datang.

“Waah tamu agung rupanya,” aku menyapa Doni.

“Kemana aja?” kataku melanjutkan pertanyaan.

“Maaf yaa, aku pulang kampung,” Jawab Doni.

Doni lalu bercerita kalau ibunya sudah sholat istiqoroh. Dan aku adalah pilihannya.

“Masya Allah inikah jawaban dari doaku?” Tanyaku dalam hati.

“Inikah jodohku yang terbaik?” Gumamku tanpa suara.

Aku teringat doa munajat cinta di tengah malam. Kalau aku panci dia tutupnya.

“Apakah Allah mengabulkan doaku,? Kataku bertanya dalam hati.

Doni kembali dengan segenap hatinya. Serius ingin melanjutkan hubungan.

“Aku ingin menghalalkan hubungan ini,” katanya sambil menatapku.

“Subhanallah benarkah yang aku dengar ini?” Tanyaku dalam hati.

“So sweet,” Gembiranya hatiku.

Aku terdiam belum menjawab.

“Aku ingin bertemu ibu,” katanya lebih lanjut.

“Nesya, kamu belum menjawab,” Doni mengagetkan aku

“Maaf,” kataku kepada Doni.

“Aku speechless,” Kataku lagi kepada Doni.

“Aku senang mendengarnya, semoga Allah mudahkan jalannya,” Kataku melanjutkan percakapan.

Malam itu Doni bertemu Ibu. Dia mengutarakan niatnya.

“Ibu bahagia mendengarnya,” Kata Ibu kepada Doni.

Ibu menerima dengan senang hati keinginan Doni. Ibu tahu kalau Doni laki- laki baik yang bisa bertanggung jawab.

Ternyata kesabaran dan keikhlasan membawa keberkahan. Indah pada waktunya.

Hari bahagia itu tiba. Allah menyatukan hati. Dua jiwa melebur jadi satu, dalam ridho ilahi.

Hari itu sejarah buat kami. Pagi hari diwisuda. Sore hari dilanjutkan dengan ikatan syah sebagai pasangan yang halal. Aku merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Subhanallah, cerita yg bagus, terhanyut saya membacanya. Kereeen.

17 Mar
Balas

So sweet... barakallah...

17 Mar
Balas



search

New Post