Tantangan Menulis Hari Ke-25

Hari ini kelasku jadwal olah raga, sehingga anak-anak belajar dengan bapak guru Penjasorkes. Saya sendiri masuk ke kelas empat, menggantikan ibu gurunya yang tidak masuk karena sakit.

Sudah kebiasaan saya jika masuk ke kelas lain, selalu memberikan pelajaran Bahasa Sunda. Kali ini saya mengajarkan kawih dengan judul “Bedug Jeung Layung”, ini liriknya :

Tah sora bedug batur, tanda geus magrib

Geus nitah reureuh ulin, ngajak ka masjid

Beulah kulon hibar layung,

Ngajak muji ka Yang Agung

Yu batur-batur geuwat, urang warudu

Bisi tinggaleun solat nu lima waktu

Tong campoléh tong talobéh

Bisina kaburu paéh

Artinya :

Tuh suara bedug, teman, tanda magrib tiba

Menyuruh kita berhenti main, ngajak ke masjid

Sebelah barat ada sinar lembayung

Mengajak muji kepada tuhan

Yu teman cepat, kita berwudu

Nanti ketinggalan solat yang lima waktu’

Jangan ceroboh, jangan gegabah

Khawatir keburu meninggal

Kawih di atas mengingatkan saya ke masa kecil, dimana guru saya dulu sering mengajak menyanyikan lagu itu. Sebuah lagu yang sarat akan makna pendidikann karakter, di mana kita diingatkan untuk segera melaksanakan ibadah, jangan pernah ditunda.

Mengajarkan kawih, selain menumbuhkan jiwa seni, juga menumbuhkan rasa kasih sayang pada sesama, karena setiap kawih, umumnya sarat dengan makna.

Kita juga bisa menyelipkan pejaran lain pada saat mengajarkan kawih. Contohnya saat mengucapkan kata “wudu”, maka kita bisa mengingatkan kembali pada anak, bagaimana bacaan niat wudu, bagaimana cara berwudu, apa saja yang membatalkan wudu, dan sebagainya.

Yu, kita ngawih!

Bekasi, 25 Januari 2022