Mengajar di Planet Mars
Ya. Anda sedang tidak salah baca. Sudah satu tahun lebih saya mengajar di planet Mars. Julukan yang saya sematkan sendiri kepada daerah tempat saya mengajar.
Bagaimana tidak, daerah sekolah tempat saya mengajar sangat mirip dengan planet Mars. Tanahnya gersang. Anginnya kering. Airpun tak setiap hari mengalir. Belum lagi medan yang harus saya tempuh untuk mencapai ke sana, berasa sedang berkelana di planet berbatu. Ditambah bonus debu-debu berterbangan yang setiap saat siap menghamtam siapa saja yang melewati jalanan tersebut.
Tapi tetap saja, yang paling kejam adalah suhu panasnya yang berlangsung hampir sepanjang tahun. Ya Tuhan. Rasanya seperti masing-masing orang punya mataharinya sendiri di atas kepala. Tak peduli di tempat lain hujan deras atau mendung, di sekolah kami konsisten dengan panasnya. Bahkan awan pun sangat jarang melintas di atas sekolah kami. Bagaimana kalau hujan? Otomatis kami para guru tak akan mampu melewati jalanan itu. Kecuali, kami mau murid-murid menyambut kami sebagai alien berlumpur saat tiba di sekolah. Ya. Semua sudah pernah mengalami jadi Alien planet Mars kecuali saya.
Yang membuat saya heran, para alien ini kebanyakan sudah memasuki usia purna tugas. Entah mengapa mereka tidak mengajukan mutasi ke planet Bumi dengan alasan mereka sudah bukan Superman lagi. Mereka sudah kakek-kakek. Usut punya usut ternyata sudah beberapa kali mereka ditawari untuk mutasi ke tempat yang lebih dekat dan layak. Tapi mereka menolaknya. Sungguh terkejut abang terheran-terheran memikirkannya.

Tapi semua berubah saat negara Corona menyerang.
Kami yang berada di ujung galaksi ini kebingungan begitu Bapak Menteri memutuskan pembelajaran harus dilaksanakan secara daring. Ingin hati berkata anj*y tapi takut dilaporkan. Woy! Jangankan internet, untuk mendapatkan sinyal biasa saja, kami harus muter-muter dulu keliling sekolah. Harus bagaimana kami menjelaskan kepada murid-murid istilah-istilah seperti e-learning, google classroom, zoom, dan lain sebagainya kalau untuk mengikuti UNBK saja kami harus menuruni gunung melewati lembah. Saya sendiri masih bingung bagaimana di sekolah ada pelajaran TIK sedangkan kami hanya memiliki satu komputer dan itu untuk guru.
Akhirnya, Pemimpin Para Alien a.k.a Bapak Kepala Sekolah memutuskan untuk melaksanakan Program Guling. Bukan libur terus rebahan sambil meluk guling lho ya. Guling yang dimaksud adalah Guru Keliling. Di sinilah saya melihat begitu luar biasanya dedikasi para senior untuk tetap memberikan pelayanan pendidikan yang optimal bagaimanapun keadaannya.
Kami akhirnya keliling dari pintu ke pintu untuk mengajar. Kadang kami mengajar di dalam mushola, di depan warung, bahkan di pos kamling. Saya lihat senior-senior begitu semangat memberikan materi. Kadang di perjalanan saya bertemu mereka yang sedang ngaso sambil memijit-mijit pergelangan tangannya. Semangat boleh masih muda tapi fisik memang tidak bisa dibohongi. Belum lagi jarak antar rumah yang sangat jauh dengan medan ala Planet Mars. Ditambah dengan tidak berfungsi GPS dan google maps tak jarang membuat kami nyasar. Saya sendiri pernah nyasar sampai ke tepi hutan dimana sudah tidak terlihat lagi yang namanya peradaban.

Semakin lama saya akhirnya mengerti mengapa para senior tidak mau dimutasi. Kalau bukan kami, siapa lagi yang mau melayani mereka. Menempuh jarak puluhan kilometer setiap harinya untuk membangun sebuah oase majelis ilmu yang diharapkan mampu mengentaskan generasi mereka dari kemiskinan ilmu, akal, dan budi. Dengan membulatkan tekad, saya berjanji akan meneruskan perjuangan mereka. Menjadi alien-alien berikutnya yang mengajar di Planet Mars. Salam.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Luar biasa pak, tetap semangat
Terima kasih bu
Luar biasa Pak Faisal. Mamtap. Saya pernah ke sokolah Anda. Kondisi hujan deras.Alien-alien di sana memang tangguh. Semoga semuanya jadi ladang ibadah. Semangat cerdaskan anak bangsa.
Hhe.. lebih dri 200 kata ini kayaknya pak.. sya smpe tak potong2 smpe habis.. keep Spirit n Hammasah brother di sna
Iya awale tak potong-potong kok malah gak dapet feelnya. Akhirnya tak kembalikan seperti semula. Matur nuwun bro. Gurunya gendeng murinya sableng
Semangat Mas Fai. Salam buat anak didik nya. Untuk tetap semangat dan jangan mengeluh semoga cita cita mereka tercapai semua. Terima kasih Mas Fai
Makasih ya Risky