Nahla Zulhaiba

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

MURID SAYA ADALAH ANAK ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Tujuan saya menulis ini hanya sekedar sedikit bercerita pengalaman saya, namun bukan berarti saya adalah orang yang ahli.

Saya adalah mahasiswa PAI yang mengajar paruh waktu sebagai guru pelajaran dasar baca dan tulis Al-Qur’an. Saya mengajar di TPA milik keluarga saya sendiri dan sebagai guru private juga.

Sebagai calon guru tentu saya menikmati kegiatan mengajar karena itu adalah tempat dimana saya bisa melatih dan mematangkan diri untuk siap tarjun dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Beberapa bulan mengajar saya merasa semuanya berjalan sesuai dengan harapan saya dengan tanpa kendala yang berarti. Hingga suatu saat ada seseorang yang datang kepada saya meminta saya mengajarkan anaknya membaca Al-Qur’an yang berusia 4 tahun saat itu. Tanpa basa-basi tentu langsung saya terima. Karena saat itu bagi saya mengajar private anak usia 4 tahun adalah hal baru bagi saya dan saya tertarik untuk belajar dari pengalaman baru yang akan saya hadapi.

Tibalah saat pertama kali saya datang ke rumahnya dan bertemu anak yang akan saya ajarkan. Dia seorang anak laki-laki yang tidak perlu saya sebutkan namanya, dan ditemani oleh pengasuhnya (baby sitter). Pada awalnya saya tidak berpikir kalau dia memiliki perbedaan dengan anak lainnya. Seperti anak pada umumnya, pada awal bertemu dia masih bersikap malu dan belum membuka diri. Di hari pertama itu pula saya tidak langsung mengajar namun saya memilih untuk melakukan pendekatan agar dia merasa nyaman dan saya bisa mengenal lebih jauh anak itu, yaitu dengan mengajaknya bermain dan bertanya bermacam-macam pertanyaan sederhana. Dia sekolah di salah satu taman kanak-kanak bertaraf internasional di Jakarta. Saat itu juga saya meminta pengasuhnya untuk menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan selama anak itu belajar.

Pertemuan selanjutnya saya mulai mengenalkan huruf hijaiyah berdasarkan urutan dalam metode Iqro. Begitu seterusnya hingga beberapa minggu kemudian saya mulai merasa anak itu berperilaku jauh lebih aktif dan seringkali sulit diatur. Mulanya saya berpikir mungkin itu wajar jika dilihat dari usia, tentu pada masa itu adalah masanya ia senang bermain, terutama anak laki-laki. Saya juga berpikir mungkin ia merasa bosan belajar, makanya saya mix and match metode belajar dan media belajar yang saya gunakan.

Setelah 3 bulan saya mengajar, perilaku anak itu makin menjadi-jadi. Bukan hanya berperilaku sangat aktif, namun kadang membuat saya merasa terganggu. Ia selalu sulit fokus dan perhatiannya justru malah kemana-mana, bahkan terkadang ia asyik dengan khayalannya sendiri. Ketika dia sulit diatur, ia justru malah menjerit, menangis dan memberontak seakan saya sudah melakukan hal tidak baik kepadanya. Tidak jarang anak itu sempat menendang dan memukul saya ketika saya meminta untuk kembali fokus belajar. Saya mulai khawatir dan merasa tidak enak kepada orang tuanya. Alhamdulillah Allah memberi saya kesabaran jadi saya tidak pernah marah kepadanya. Namun justru dari sinilah saya mulai mencari tahu apa sebabnya karena menurut saya sikapnya sangat berbeda dengan anak seusianya.

Saya mulai memperhatikan bagaimana lingkungan anak itu tinggal, salah satunya yang paling saya perhatikan bagaimana cara orang tuanya memperlakukannya. Kedua orang tuanya memang sibuk bekerja, namun tidak ada kesenjangan komunikasi antara anak dan orang tuanya. Menurut saya tidak ada yang aneh dalam pola asuh anak tersebut. Sampai akhirnya, saat kuliah saya belajar tentang anak berkebutuhan khusus, salah satunya membahas soal ADHD.

Setelah mengetahui sedikit tentang ADHD, saya mencari lebih lanjut tentang hal itu, karena saya merasa mengapa anak yang saya ajarkan memiliki indikasi yang mirip dengan anak ADHD.

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktivitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Adapun alasan mengapa saya mengindetifikasikan murid saya mengalami ADHD dengan 3 gejala anak ADHD yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.

· Inatensi

Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian misalnya jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas, mainan sering tertinggal, sering membuat kesalahan, mudah beralih perhatian (terutama oleh rangsang suara).

· Hiperaktif

Perilaku yang tidak bisa diam, seperti banyak bicara, tidak dapat tenang/diam (mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak), sering membuat gaduh suasana, selalu memegang apa yang dilihat, sulit untuk duduk diam, lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang seusia, suka teriak-teriak.

· Impulsif

Kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak sabar) seperti sering mengambil mainan teman dengan paksa, tidak sabaran, reaktif, sering bertindak tanpa dipikir dahulu.

Setelah saya merasa ada indikasi gejala ADHD yang mirip dengan sikap murid saya tersebut. Saya meminta waktu orang tuanya untuk membicarakan masalah anaknya. Ketika saya menyampaikan kepada orang tuanya, mereka bilang ternyata guru di sekolah anaknya juga mengatakan hal yang sama, namun tidak se spesifik yang saya sampaikan sehingga membuat orang tuanya merasa tersinggung. Guru di sekolahnya hanya menyampaikan kepada orang tuanya bahwa ada kelainan pada anaknya dan harus ditangani ahli dengan biaya sekian. Ketika mendengar itu orang tuanya bisa apa?, mereka tidak mau memperpanjang urusan dan menetujui saran gurunya, namun orang tuanya merasa tersinggung dan merasa tidak apa-apa dengan anaknya. Setelah mendengar penjelasan saya, barulah mereka tahu mengapa guru anaknya berkata demikian dan meminta anaknya ditangani oleh ahli. kemudian orang tua murid saya memeriksakan anaknya kepada 2 orang ahli yang berbeda dan menyatakan hasil yang sama, yaitu bahwa anaknya mengidap ADHD namun masih dalam katagori ringan. Sehingga ia tidak perlu sampai masuk sekolah Khusus, jadi cukup dengan pelatihan dan terapi untuk mengendalikan dan membantu mempusatkan fokusnya.

Dari pengalaman saya kali ini, tentu ini merupakan cermin introspeksi pada diri saya sendiri, agar lebih mengerti karakter dan kebutuhan setiap murid. Dari sini pula memberi dorongan lebih bagi saya untuk banyak mempelajari strategi mengajar yang lebih baik.

Alhamdulillah sudah lebih dari setahun saya mengajar anak itu. Sudah banyak perkembangan belajar dari anak itu berkat pelatihan dan terapi yang dijalaninya hingga saat ini. Hikmah bagi diri saya sendiri, karena masalah ini dapat membuat saya untuk lebih perhatian dengan murid saya. Dengan mengganti cara belajar yang tidak bertentangan dengan keinginannya. Karena menurut saya pada dasarnya ADHD tidak bisa sembuh namun bisa dilatih dan dikendalikan. Oleh sebab itu ketika saya menghadapi anak seperti ini, saya mengajar dengan cara masuk ke dalam apa yang ia senangi. misalnya dengan masuk ke dalam imajinasi mereka. Salah satu misalnya, murid saya senang dengan Moto GP dan dia selalu memposisikan dirinya pembalap favoritnya yaitu Valentino Rossi, lalu setiap saya meminta murid saya membaca Iqro, saya bilang kepadanya bahwa kata pertama dalam lembar Iqro ini merupakan garis start dan kata terakhir adalah finish nya. Lalu setiap kata yang dilewati merupakan pom bensin, semakin banyak yang dibaca maka semakin cepat mencapai garis finish. Dengan begitu ia akan cepat menang. Alhamdulillah melalui cara tersebut kegiatan belajar kami semakin menyenangkan dan dapat meningkatkan minatnya untuk belajar dan membaca Iqro.

Semoga cerita pengalaman saya yang isinya singkat tapi tulisannya panjang ini bisa bermanfaat J

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sangat menginspirasi bu, di sekolah kami juga ada anak seperti itu, perlu perlakuan khusus, namun orang tuanya kurang menerima, salam kenal,sehat selalu, Barakallah

16 Mar
Balas



search

New Post