IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP ANAK HIPERAKTIF DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN E
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP ANAK HIPERAKTIF
DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL ( EMOTIONAL QOETION)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Pendidikan karakter di sekolah merupakan kebutuhan vital agar generasi penerus dapat dibekali dengan kemampuan-kemampuan dasar yang tidak saja mampu menjadikannya life-long learners sebagai salah satu karakter penting untuk hidup di era informasi yang bersifat global, tetapi juga mampu berfungsi dengan peran serta yang positif baik sebagai pribadi, sebagai anggota keluarga, sebagai warga negara, maupun warga dunia. Untuk itu harus dilakukan upaya-upaya instrumental untuk meningkatkan keefektifan proses pembelajarannya disertai pengembangan kultur yang positif.
Kondisi masa kini sangat berbeda dengan kondisi masa lalu. Masa kini peran orang tua dalam memberikan perhatian kepada anaknya sangat berlebihan sehingga menjadikan anak mereka sebagai pribadi yang tidak mandiri dan kurang bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ini sangat sangat kontradiksi dengan sikap para generasi terdahulu. Sebagai contoh kecil dari sekian banyak tatakrama yang masih teringat dibenak kita adalah ketika seorang siswa lewat di depan guru dengan santunnya mereka tunduk dan membungkukkan sedikit badannya hampir mirip dengan tridisi orang jepang sebagai tanda penghormatan terhadap mereka yang lebih tua atau yang telah memberikan mereka ilmu sebagai bekal hidup di masa yang akan datang. Lain dengan generasi sekarang meskipun gurunya disenggol ketika bertemu di jalan rasa bersalah sedikit pun tidak terlintas dalam pikiran mereka bahkan kata maaf pun terkadang tidak terucap dari bibirnya. Lebih menyedihkan lagi, hampir sebagian besar siswa zaman sekarang ketika bertemu dengan gurunya banyak yang pura-pura tidak kenal.
Pendekatan pendidikan karakter yang dahulu cukup efektif, tidak sesuai lagi untuk membangun generasi sekarang dan yang akan datang. Bagi generasi masa lalu, pendidikan karakter yang bersifat indoktrinatif sudah cukup memadai untuk membendung terjadinya perilaku yang menyimpang dari norma-norma kemasyarakatan, meskipun hal itu tidak mungkin dapat membentuk pribadi-pribadi yang memiliki kemandirian. Sebagai gantinya, diperlukan pendekatan pendidikan karakter yang memungkinkan subjek didik mampu mengambil keputusan secara mandiri dalam memilih nilai-nilai yang saling bertentangan, seperti yang terjadi dalam kehidupan pada saat ini. Strategi tunggal tampaknya sudah tidak cocok lagi, apalagi yang bernuansa indoktrinasi. Pemberian teladan saja juga kurang efektif, karena sulitnya menentukan yang paling tepat untuk dijadikan teladan. Dengan kata lain, diperlukan multipendekatan yakni pendekatan komprehensif.
Pendekatan komprehensif dalam pendidikan karakter mencakup berbagai aspek. Pertama, isinya harus komprehensif, meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan nilai-nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai etika secara umum.
Kedua, metodenya harus komprehensif. Termasuk di dalamnya inkulkasi (penanaman) nilai, pemberian teladan, penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi pembuatan keputusan moral secara bertanggung jawab, dan berbagai keterampilan hidup (soft skills) . Generasi muda perlu memperoleh penanaman nilai-nilai tradisional dari orang dewasa yang menaruh perhatian kepada mereka, yaitu para anggota keluarga, pendidik, dan pemuka masyarakat. Mereka juga memerlukan teladan dari orang dewasa mengenai integritas kepribadian dan kebahagiaan hidup. Demikian juga mereka perlu memperoleh kesempatan yang mendorong mereka memikirkan dirinya, dan mempelajari keterampilan-keterampilan untuk mengarahkan kehidupan mereka sendiri.
Ketiga, pendidikan karakter hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan di kelas, dalam kegiatan ekstrakurikuler, dalam proses bimbingan dan penyuluhan, dalam upacara-upacara pemberian penghargaan, dan semua aspek kehidupan. Beberapa contoh mengenai hal ini misalnya kegiatan belajar kelompok, penggunaan bahan-bahan bacaan dan topik-topik tulisan mengenai ”kebaikan”, pemberian teladan ”tidak merokok”, ”tidak korup”, ”tidak munafik”, ”dermawan”, ”menyayangi sesama makhluk Allah”, dan sebagainya.
Yang terakhir, pendidikan karakter hendaknya terjadi melalui kehidupan dalam masyarakat. Orang tua, lembaga keagamaan, penegak hukum, polisi, organisasi kemasyarakatan, semua perlu berpartisipasi dalam pendidikan karakter. Konsistensi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan karakter/pendidikan nilai mempengaruhi karakter generasi muda.
Pendidikan karakter seharusnya tidak menggunakan metode indoktrinasi yang memiliki ciri-ciri yang bertolak belakang dengan inkulkasi, seperti tersebut di atas.
Dalam pendidikan karakter, pemberian teladan merupakan metode yang biasa digunakan. Untuk dapat menggunakan metode ini, ada dua syarat yang harus dipenuhi. Pertama, pendidik atau orang tua harus berperan sebagai model atau pemberi teladan yang baik bagi peserta didik atau anak-anak. Kedua, anak-anak harus meneladani orang-orang terkenal yang berakhlak mulia, terutama Nabi Muhammad saw. bagi yang beragama Islam dan para nabi yang lain bagi yang nonmuslim. Cara guru dan orang tua menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak, mengritik orang lain secara santun, merupakan perilaku yang secara alami dijadikan teladan oleh anak-anak. Demikian juga apabila guru dan orang tua berperilaku yang sebaliknya, anak-anak juga secara tidak sadar akan menirunya. Oleh karena itu, para guru dan orang tua harus berhati-hati dalam bertutur kata dan bertindak, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam sanubari anak.
Guru dan orang tua perlu memiliki keterampilan asertif dan keterampilan menyimak. Kedua, keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan antar pribadi dan antar kelompok. Oleh karena itu, perlu dijadikan contoh bagi anak-anak. Keterampilan asertif adalah keterampilan mengemukakan pendapat secara terbuka, dengan cara-cara yang tidak melukai perasaan orang lain. Keterampilan menyimak ialah keterampilan mendengarkan dengan penuh pemahaman dan secara kritis. Keduanya harus dikembangkan secara seimbang karena merupakan komponen vital dalam berkomunikasi.
Inkulkasi dan keteladanan mendemonstrasikan kepada subjek didik cara yang terbaik untuk mengatasi berbagai masalah, sedangkan fasilitasi nilai melatih subjek didik mengatasi masalah-masalah tersebut. Bagian yang terpenting dalam metode fasilitasi ini adalah pemberian kesempatan kepada subjek didik. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek didik dalam pelaksanaan metode fasilitasi nilai membawa dampak positif pada perkembangan kepribadian
Metode yang terakhir, pengembangan keterampilan hidup (soft skills). Ada berbagai keterampilan yang diperlukan agar seseorang dapat mengamalkan nilai-nilai yang dianut, sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat. Keterampilan tersebut antara lain: berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi secara jelas, menyimak, bertindak asertif, dan menemukan resolusi konflik, yang secara ringkas disebut keterampilan akademik dan keterampilan sosial.
Peranan guru sebagai pembentuk karakter bangsa sebenarnya memerlukan rincian yang sangat terperinci, Guru sangat berperan dalam membantu pembentukan karakter peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Seorang guru merupakan pendidik yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup,disiplin,rabbani dan tanggung jawab.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu fokus didalam pembangunan Indonesia,Pendidikan itu tidak hanya proses memberi atau menerima informasi tetapi ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu kecerdasan emosional dan spritual anak didik untuk melahirkan generasi yang berkarakter.
Peningkatan kualitas di pendidikan (sekolah) harus diimbangi professional guru yang tentunya diikuti kualitas pembelajaran di kelas. Namun dalam kenyataannya, masih banyak guru yang tidak profesional dan bahkan banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Banyak orang tua senang karena pendidikan penuh kesan yang menggiurkan. Guru bangga melihat anak didiknya pandai dalam segala hal tetapi orang tua dan guru sekarang kalang kabut melihat anak-anaknya yang pandai tapi tidak diikuti akhlaqul kharimah (tingkah laku yang baik).
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan belajar di sekolah,Seorang guru harus mampu menjadi penyampai ilmu dan penyejuk qalbu (hati). Artinya seorang guru harus mampu menyampaikan ilmu baik secara langsung (ceramah) atau secara tidak langsung melalui metode pembelajaran tertentu. Dan seorang guru juga harus mampu menjadi sosok pribadi yang menyejukan hati peserta didiknya dan membawa mereka menuju kebaikan hati dan karakter.
Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi pelaku bagi perubahan dalam hidupnya sendiri yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih, adil, baik, dan manusiawi.
Jadi, yang intinya peran guru haruslah professional,dan sangat dibutuhkan untuk memberi contoh kebiasaan-kebiasaan baik yang akan menbentuk karakter peserta didiknya,karena peserta didik itu kebanyakan lebih percaya terhadap kebenaran yang terealisasikan dari pada kebenaran yang hanya diungkapkan oleh kata kata saja.kemudian mereka juga mengukur manfaat ,dan ketepatannya dengan cara memperhatikan tingkah laku orang orang yang menyerukan (guru) kebenaran tersebut.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap
Terima kasih bu
Keren.. Kasih masuk majalah dunia pendidikan... Terus berkarya
Terima kasih pak