Anak Pemanjat Kelapa
Taya terlahir dalam keluarga sederhana dari kalangan rakyat jelata. Namun tak membuatnya berkecil hati dan mengubur mimpinya menjadi orang sukses. Sejak menempuh pendidikan di Sekolah Dasar, usaha dan kerja kerasnya untuk menjadi seorang bintang kelas selalu diperolehnya. Bersaing secara sehat dalam meraih prestasi merupakan kegemarannya. Adakalanya ia berada di peringkat 1, 2, atau 3. Jiw kompetisinya sudah mulai nampak sejak di Sekolah Dasar. lebih - lebih saat duduk di bangku SMA. Ia rajin mencari buku - buku bekas sebagai referensi untuk menambah pengetahuannya. Maklum Ayahnya seorang buruh pemanjat kelapa. Hidup pas - pasan membuat dirinya berpikir untuk tidak selalu menyusahkan orang tua. DIisela kesibukannya sebagai pelajar, hampir setiap hari membantu ayah di sawah. bahkan anak seusianya tidak malu menjunjung kelapa yang sudah dikupas untuk di parut dan diolah menjadi minyak kelapa. Teman - temannya sering mengolok karena pekerjaan yang dilakoni adalah pekerjaan perempuan. Tetapi apa boleh buat demi melanjutkan sekolah yang memerlukan biaya mengharuskan dirinya menjalani pekerjaan tersebut. Yang penting tidak mencuri, imbuhnya.
Aktifitas ini Ia tekuni sampai menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama ( SMP). Ketika beranjak ke tingkat Sekolah Menegah Atas ( SMA ), Ia harus mengikuti kakaknya yang sedang bekerja di Kalimantan. Ayah dan Ibunya sudah tak sanggup membiayai sekolahnya. Biaya pendidikannya diambil alih oleh saudara perempuannya. Kebetulan masih single. jadi belum ada tanggungan. Sehingga wajar kalau biaya pendidikan adiknya dipenuhi. Saat hijrah ke Kalimantan Ia tidak kehabisan akal untuk membantu kakanya. Meskipun di Sekolah tempatnya menimbah ilmu memperoleh beasiswa, akan tetapi setiap pulang sekolah, Ia mengajar anak - anak dan orang tua mengaji di Mesjid. Dari upah mengajar, Ia diganjar dengan gaji Rp 25.000,00. Lumayan buat jajan di sekolah.
Semakin hari semakin pikirannya terbuka, Terkadang berpikir dan memiliki keinginan untuk mencari pekerjaan tetap. Disisi lain Ia punya cita - cita besar menjadi tenaga medis. Namun setelah menamatkan pendidikan di Sekolah Menegah Atas ( SMA ). Impiannya kandas karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan kuliah. Kakaknya harus menikah dan menanggung biaya hidup orang tua di kampung. Taya Mulai putus harapan, Ia pun kecewa dan pulang ke Sulawesi. Beberapa bulan bersama orang tua, Andi berinisiatif untuk melanjutkan kuliah dengan biaya sendiri. Hingga pilihannya jatuh pada Sekolah Tinggi Agama Islam di Sulawesi Selatan. Di perguruan tinggi ini ia bisa kuliah sambil bekerja. Pagi bekerja. siang atau malam kuliah. Karena tidak punya bekal untuk mendaftar masuk ke perguruan tinggi, Ia mendatangi saudara kandung Ibunya. Dari Om Bram ia dibekali uang Rp 150. 000,00 ditambah beras 15 kg. selebihnya untuk membeli lauk - pauk harus cari sendiri.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar